Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 22:39 WIB | Rabu, 16 Juli 2014

Korupsi Bank Century, Budi Mulya Divonis 10 Tahun

Mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya (kanan) ditemani anaknya sebelum menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (16/7). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Menyatakan terdakwa Budi Mulya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan dakwaan pidana selama 10 tahun dan pidana denda Rp 500 juta dengan ketentuan diganti pidana kurungan 5 bulan," kata ketua majelis hakim Aviantara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (16/7).

Tuntutan itu lebih rendah dibanding permintaan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Budi Mulya dihukum 17 tahun penjara ditambah denda Rp 800 juta subsider 8 bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti Rp 1 miliar subsider 3 tahun kurungan.

Putusan itu berdasarkan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat (1) UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum yang dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan dapat merugikan keuangan negara.

Dalam amar putusannya, hakim tidak meloloskan permintaan untuk membayar uang pengganti yaitu sebesar Rp 1 miliar yang berasal dari pemilik Bank Century Robert Tantular.

"Majelis memutuskan uang Rp 1 miliar merupakan uang pinjaman dari Robert Tantular. Dan di persidangan Robert Tantular menerangkan bahwa uang pinjaman itu sudah dikembalikan kepada dirinya pada awal 2009, oleh karena terdakwa tidak menikmati dari hasil tindak pidana korupsi maka tuntutan penuntut umum agar terdakwa membayar uang pengganti haruslah ditolak," tambah Aviantara.

Hakim juga tidak menyetujui pembayaran uang pengganti oleh pemegang saham PT Bank Century yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraqdan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp 3,115 triliun, Robert Tantular sebesar Rp 2,753 triliun, dan Bank Century sebesar Rp 1,581 triliun.

"Menimbang karena Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi, Robert Tantular dan Bank Century bukan terdakwa dalam perkara ini sehingga tidak dapat dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti dalam perkara ini. Tuntutan itu tidak berdasar dan beralasan hukum maka tuntutan itu haruslah ditolak," ungkap Aviantara.

Dalam pertimbangannya hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menjelaskan bahwa Budi Mulya berbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak dilakukan dengan itikad baik.

"Perbuatan melawan hukum yaitu pemberian persetujuan FPJP dengan dilakukan dengan itikad tidak baik karena untuk mencari keuntungan diri sendiri dan juga dalam penyelamatan dana YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia) yang ada di Bank Century dan tindakan-tindakan lain yang berdasarkan korupsi, kolusi, nepotisme," ungkap Aviantara.

YKKBI menyimpan dana di Bank Century hingga mencapai Rp 83 miliar dan merupakan salah satu nasabah yang uangnya dikembalikan dari pengucuran FPJP sebesar Rp 689,39 miliar.

Di samping itu hakim menilai pemberian FPJP tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga bertentangan dengan pasal 25 UU Nomor 23/1999 sebagaimana diubah uu 3/2004 yang mengatur keputusan dewan Gubernur BI tidak dapat dihukum bila mengambil kebijakan sesuai dengan kewenangannya sepanjang dengan itikad baik yang dipandang bila dilakukan bukan untuk diri, keluarga, kelompoknya dan atau tindakan-tindakan lain yang terindikasi korupsi, kolusi nepotisme.

Perbuatan melawan hukum lainnya adalah memperoleh pinjaman sebesar Rp 1 miliar dari Robert Tantular.

"Dalam perbuatan a quo terdakwa melakukan perbuatan karena untuk kepentingan diri sendiri yaitu memperoleh pinjaman dana dari Robert Tantular dan penyelamatan YKKBI sehingga persetujuan pemberian penetapan FPJP oleh terdakwa dilakukan dengan itikad tidak baik sehingga tidak sesuai dengan pasal 45 UU Bank Indonesia," jelas Aviantara.

Atas perbuatan tersebut, Budi Mulya menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp 689,39 miliar, penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan senilai Rp 6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 triliun pada Desember 2013. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home