Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 14:56 WIB | Jumat, 03 Juni 2016

KPK: Doddy Suap Lebih dari Satu Orang

Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman berada di dalam kendaraan mobilnya, mencoba menghindar dari kejaran awak media yang ingin bertanya seputar proses pemeriksaan KPK dalam kasus dugaan suap yang melibatkan panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pemberian suap dalam pengajuan peninjauan kembali (PK) dua perusahaan yang berpekara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak hanya kepada satu orang.

Kasus yang hingga kini belum diketahui pemberi suapnya itu telah menetapkan Edy Nasution, Panitera Sekretaris PN Jakpus, sebagai tersangka penerima suap dari tersangka perantara pemberi suap (yang merupakan pihak swasta) Doddy Ariyanto Supeno, (pada operasi tangkap tangan/OTT pada tanggal 20 April 2016).

Penyidik KPK mengamankan uang suap dari kedua tersangka berjumlah Rp 50 juta dalam bentuk pecahan uang Rp 100.000. Namun, sebelumnya, pada bulan Desember 2015, telah ada pemberian pertama sebesar Rp 100 juta dari total komitmen pemberian suap sebesar Rp 500 juta.

“Penyidik menduga pemberian uang yang berkaitan dengan pengurusan perkara yang dilakukan Doddy Ariyanto Supeno tidak hanya kepada satu orang,” kata Priharsa Nugraha, Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, saat dikonfirmasi satuharapan.com melalui pesan pendek, hari Jumat (3/6).

Karena itu, penyidik KPK memanggil Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung (MA), untuk menjadi saksi atas tersangka Doddy.

“Hari ini Nurhadi menjadi saksi untuk tersangka Doddy dan dikonfirmasi mengenai sejumlah dokumen dan uang yang ditemukan saat dilakukan penggeledahan di rumahnya beberapa waktu lalu,” ujar Priharsa.

Dalam pemeriksaan ketiganya ini, Nurhadi tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 08.00 WIB dengan mengenakan kemeja batik panjang berwarna cokelat. Hingga pukul 12.35 WIB, Nurhadi belum keluar, karena masih diperiksa di dalam gedung antirasuah.

Dalam pengembangan awal kasus ini, KPK telah mencekal dua orang, yakni Nurhadi dan Eddy Sindoro. Nurhadi dicekal per tanggal 21 April 2016, sedangkan Eddy Sindoro per tanggal 28 April. Keduanya dicekal selama enam bulan ke depan agar saat penyidik membutuhkan keterangan, yang bersangkutan tidak berada di luar negeri.

Eddy Sindoro saat ini tengah menjabat sebagai Chairman PT Paramount Enterprise International. PT Paramount merupakan anak perusahaan Grup Lippo. Ia juga diketahui masih menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Lippo Land Development Tbk, dan Presiden Direktur PT Siloam Health Care Tbk.

Sementara itu, dalam Prospektus PT Lippo Karawaci Tbk Tahun 2004, Doddy tercatat sebagai Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga. PT Kreasi Dunia Keluarga adalah perusahaan yang bergerak di bidang properti dan didirikan berdasarkan Akta Notaris Nomer 2 Tahun 1993.

Sebelumnya, PT Paramount Enterprise International yang terletak di Gading Serpong Boulevard telah digeledah tim penyidik KPK usai melakukan OTT. Selain itu, kantor PN Jakpus, rumah Nurhadi yang beralamat di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, dan ruangan kantor Nurhadi di gedung MA, juga telah digeledah KPK.

Dari hasil penggeledahan di rumah Nurhadi penyidik KPK menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang terdiri atas US$ (USD) 37.603 atau Rp 496 juta; Sin$ (SGD) 85.800 atau Rp 837 juta; 170 ribu yen atau Rp 20,244 juta; 7.501 riyal atau Rp 26,433 juta; 1.335 euro atau Rp 19,9 juta; dan Rp 354,3 juta. Dari tiga lokasi lainnya penyidik KPK menyita dokumen dan sejumlah uang.

Pada tanggal 2 Juni 2016, istri Nurhadi, Tin Zuraida, turut diperiksa KPK.

Penyidik KPK memeriksa Tin sebagai saksi selama 11 jam terkait hasil penggeledahan KPK di rumah Nurhadi. Seusai diperiksa, Tin Zuraida tidak memberikan komentar dan langsung masuk ke mobil bernomor polisi B 1125 SJP dengan mendapat pengawalan dari tiga ajudannya.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home