Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:59 WIB | Jumat, 31 Juli 2015

KPU Kaji Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Pemilu

Mesin e-voting yang digunakan di Brasil. (Foto: Doksatuharapan.com/wikipedia.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya sedang mengkaji penggunaan teknologi informasi dalam pemilihan umum di Indonesia.

"Kami sedang melakukan kajian komprehensif mengenai penggunaan teknologi informasi dalam pemilu. Pada bulan November 2015 diharapkan bisa selesai dan disosialisasikan kepada semua pihak yang terlibat," kata Husni dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPU dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan

Tinggi terkait verifikasi ijazah para calon kepala daerah dalam pilkada serentak, di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (30/7).

Menurut Husni, KPU sudah membentuk tim khusus terkait hal tersebut. Beberapa hal yang masuk dalam kajian itu di antaranya mengenai jenis teknologi apa yang akan dipakai, bagaimana cara memakainya, landasan hukum serta bagaimana penerimaan publik terhadap kebijakan tersebut.

"Ini sudah saya bicarakan dengan Menristekdikti Muhammad Nasir. Jadi saya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Menristekdikti Muhammad Nasir pun menyambut baik usaha KPU tersebut. Dia mengatakan penggunaan teknologi informasi dalam pemilu bisa menghemat 60-70 persen keuangan negara.

Hal tersebut karena, lanjutnya, pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembuatan undangan dan surat suara.

"Tinggal menggunakan KTP, lalu cetak sidik jari (`finger print`) lalu memilih dengan meng-klik. Semua serba otomatis," kata Nasir.

Selain itu, lanjut dia, dengan menggunakan teknologi informasi, hasil pemilu bisa diketahui dengan cepat, yaitu hanya satu hari.

Nasir pun menyatakan Indonesia siap jika hal ini jadi dilakukan. "Indonesia sudah siap secara teknologi yang bisa dikerjakan oleh BPPT," katanya.

Namun dia mengatakan penggunaan teknologi informasi tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat karena terkendala undang-undang dan peraturan.

"Harusnya memang ada revisi undang-undang. Kita lihat saja bagaimana hasil kajian dari KPU yang akan diusulkan ke DPR," kata Nasir.

Permudah Syarat Calon Kepala Daerah Perseorangan

Sementar itu,  Politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, solusi calon kepala daerah tunggal dalam pilkada serentak adalah dengan mempermudah persyaratan calon perseorangan.

"Jalan keluar yang bisa ditempuh atas calon tunggal bukanlah dengan mengizinkan pilkada berlangsung dengan hanya satu calon, akan tetapi mempermudah persyaratan calon perseorangan," kata Agun dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (30/7).

Agun yang juga mantan Ketua Komisi II DPR RI itu mengingatkan, aturan yang menyebut harus ada minimal dua calon dalam pilkada, bermula dari maraknya potensi dukungan suara atau kursi partai politik yang disalahgunakan.

Penyalahgunaan itu dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, diantaranya "bandar" pemegang dana besar, dengan jalan memborong semua kursi lebih dari 50 persen, sehingga hanya ada satu calon.

"Sehingga calon tunggal itu dapat melanggengkan diri tanpa keluar biaya kampanye, alat peraga, sosialisasi dan sebagainya, dan ini kurang baik untuk pendidikan politik," kata Agun.

Namun di sisi lain setelah aturan yang melarang calon tunggal ditetapkan, sejumlah oknum memanfaatkannya untuk menghalangi berlangsungnya pemilihan kepala daerah. (Ant)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home