La Nina Terdeteksi, Waspadai Banjir dan Longsor
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), telah mendeteksi munculnya fenomena La Nina meskipun masih lemah pada akhir Agustus 2016. Diprediksi La Nina bertahan hingga awal 2017. Bersamaan dengan La Nina, terjadi fenomena Dipole Mode negatif sejak Mei 2016, yang diprediksi bertahan hingga November 2016, dan kondisi anomali suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia. Kondisi demikian, seperti dikemukakan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, yang dikutip dari situs bnpb.go.id, akan menyebabkan tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat.
Ia menambahkan, BMKG juga, memperkirakan musim “kemarau basah” akan berlangsung sampai dengan September di sebagian besar wilayah Indonesia. Pulau Jawa, Sulawesi bagian timur, Papua bagian tengah, dan Kalimantan, serta Sumatera bagian selatan diprediksi akan mengalami kenaikan curah hujan hingga 200 persen.
Kombinasi antara La Nina, Dipole Mode, dan anomali suhu muka air laut yang hangat, telah memberikan dampak signifikan meningkatnya bencana di Indonesia saat ini.
Pada periode ini dari 1/1/2016 hingga 1/9/2016, terdapat 1.495 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 257 orang meninggal dunia, 2,86 juta orang menderita dan mengungsi, dan ribuan rumah rusak. Lebih dari 95 persen dari bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh cuaca.
Longsor adalah jenis bencana yang paling mematikan saat ini. Hingga 1/9/2016 terdapat 323 kejadian longsor yang menyebabkan 126 orang meninggal dan 18.655 jiwa menderita dan mengungsi. Sedangkan banjir terdapat 535 kejadian dengan dampak 70 orang meninggal dan 1,94 juta jiwa menderita dan mengungsi akibat banjir.
Hal ini juga terjadi pada periode La Nina sebelumnya, seperti tahun 2010 dan 2011. Indonesia mengalami curah hujan di atas normal, terutama di Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi, Sumatera bagian selatan, Kalimantan dan Papua yang menyebabkan hujan lebat dan lebih tinggi daripada curah hujan normal sehingga meningkatkan risiko bencana banjir dan longsor. Selama periode La Nina dengan intensitas sedang tersebut bencana banjir dan longsor meningkat.
Dibandingkan dengan kejadian bencana pada tahun 2015, jumlah korban meninggal dan hilang pada tahun 2016 mengalami peningkatan 54 persen dari 167 (2015) menjadi 257 (2016). Secara keseluruhan jumlah kerusakan 2016 mengalami peningkatan dibandingkan 2015. Diprediksi dampak bencana 2016 akan terus meningkat hingga akhir tahun nanti.
Menurut Sutopo, sebaliknya meningkatnya curah hujan memberikan dampak positif yaitu menurunnya jumlah kebakaran hutan dan lahan, dan kekeringan. Daerah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera bagian Selatan dan sebagian Kalimantan yang biasanya kekeringan, saat ini intensitas kekeringan sangat kecil. Tidak banyak lahan pertanian yang puso. Masyarakat yang mengalami kekeringan dan krisis air tidak banyak. Hanya terjadi di beberapa daerah yang memang endemik kekeringan karena faktor geologis dan hidrometeorologis.
Begitu juga kebakaran hutan dan lahan. Meningkatnya curah hujan selama musim kemarau dan upaya pemerintah yang lebih baik dibandingkan sebelumnya dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan luas kebakaran hutan dan lahan menurun, baik jumlahnya mapun sebarannya. Jumlah hotspot dari satelit Modis terdapat penurunan 61 persen hingga periode akhir Agustus.
Masyarakat diminta untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaannya dari ancaman banjir dan longsor terkait adanya peningkatan curah hujan.
Sutopo mengatakan, berdasarkan laporan BMKG, prakiraan awal musim hujan 2016/17 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada Agustus – November 2016 (92,7 persen), dengan sifat hujan pada periode musim hujan 2016/2017 secara umum diprakirakan 51 persen normal, 48 persen di atas normal, dan hanya 1 persen di bawah normal.
Editor : Sotyati
Tanda-tanda Kelelahan dan Stres di Tempat Kerja
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Stres berkepanjangan sering kali didapati di tempat kerja yang menyebabka...