Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 16:16 WIB | Sabtu, 16 November 2019

Lai alias Pampaken, Durian Kalimantan Tanpa Aroma

Pampaken atau papakin atau durian lai. (Durio kutejensis (Hassk.) Becc.). (Foto: Year ot the Durian)

SATUHARAPAN.COM – Durian lai Kalimantan, siapa tak kenal? Durian tanpa aroma ini jadi pilihan bagi seseorang yang ingin mencicip durian namun tidak kuat dengan aromanya yang menyengat.

Warga setempat menyebut durian tanpa aroma ini dengan nama pampaken. Ada juga yang menyebutnya papakin.

Wikipedia bahasa Banjar menyebutkan buah ini bahkan memiliki nama lokal lain selain yang sudah disebutkan, seperti papakén, pempakén, durian kuning, durian tinggang, durian pulu, nyekak, ruas, sekawi, pekawai, dan lain-lain.

Durian tanpa aroma ini, mengutip dari balitbu.litbang.pertanian.go.id, merupakan tanaman endemik Kalimantan. Di habitat aslinya, durian ini memiliki tiga varietas yang berbeda, yaitu lai kuning, lai putih, dan lai merah (lai leko).

Laporan di Tribunnews.com edisi 24 Januari 2016 menyebutkan buah ini banyak dijumpai di hutan di wilayah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Di musim panen, buah ini dipasarkan hingga ke luar kabupaten, hingga ke Banjarmasin, seperti ditemui di tepi Jalan Ahmad Yani dari kilometer 4 hingga kilometer 5. Harganya berkisar Rp5.000 – Rp50.000.

Selain Kalimantan Selatan, durian jenis ini juga dapat ditemui di Kalimantan Barat, di Pontianak. Namun, selain warnanya yang lebih pucat, pampaken Kalimantan Barat tidak semanis pampaken Tabalong.

Walaupun endemik dari Kalimantan, tanaman ini memiliki daya adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam di wilayah lain di luar Kalimantan.

Identifikasi Botani

Sama-sama bernama durian, namun sebetulnya ada beberapa jenis yang kita kenal selama ini. Mengutip dari laman balitbu.litbang.pertanian.go.id, jenis-jenis durian tersebut adalah Durio zibethinus, Durio kutejensis, Durio oxleyanus, Durio dulcis, Durio graveolens.

Buah durian yang selama ini kita kenal dengan aromanya yang menyengat, adalah Durio zibethinus. Durio dulcis, yang juga endemik Kalimantan, dikenal dengan nama lokal durian lahung.

Pampaken atau durian lai memiliki nama imliah Durio kutejensis (Hassk.) Becc. Tinggi pohonnya hampir sama dengan durian zibethinus, dapat mencapai 50 m.

Ada beberapa perbedaan antara Durio kutejensis dan Durio zibethinus. Sri Satya Antarlina, dalam penelitiannya di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) pada tahun 2003, menyebutkan tekstur daging buah kutejensis berwarna kuning tua hingga jingga, kering, tidak lembek, tebal, manis, dan tidak memiliki aroma. Rasa buahnya manis, tidak beralkohol. Warna bijinya cokelat tua.

“Enak. Rasanya sangat khas, aromanya spesifik, tidak sama dengan durian biasa. Daging buah pampaken lebih padat dan tidak berair, atau keset dalam bahasa Jawa,” kata Antarlina yang kemudian pindah bekerja di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Kementerian Pertanian, dalam perbincangan melalui media sosial dengan satuharapan.com, Sabtu (16/11/2019).

Bentuk buah pampaken lonjong atau agak bulat dengan warna kulit buah hijau kekuningan, lebih kuning daripada durian zibethinus. Duri pada kulit buahnya lebih rapat, kecil, runcing, kurang tajam (agak lunak).

Perbedaan lain, ukuran daun Durio kutejensis lebih besar dan panjang dibandingkan dengan Durio zibethinus. Mengutip dari studi Raihani Wahdah dan kawan-kawan dari Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2002, warna daun kutejensis juga lebih hijau, dan pada bagian bawah daun berwarna kuning cokelat keemasan yang lebih cerah, mengkilap.

Selain buah dan daun, warna bunga Durio kutejensis dan Durio zibethinus, juga berbeda. Bunga Durio kutejensis berwana pink dan Durio zibethinus berwarna krem, sehingga bunga Durio kutejensis (lai) lebih mirip tanaman hias daripada tanaman buah-buahan.

Kekhasan rasa dan tanpa aroma menyengat itu, menurut Antarlina, yang membuat orang asing juga lebih menyukai pampaken dibandingkan dengan buah durian biasa.

Potensi Buah

Buah pampaken umumnya lebih kecil daripada durian. Penelitian Antarlina menyebutkan bobot buah pampaken 739-1.055 g, dengan panjang 12,8-15,3 cm, dan diameter 12,8-14,2 cm. Kulit buah sedikit lebih tebal daripada durian, yaitu 1,1 cm. Bagian buah yang dapat dimakan 20 persen.

Daging buah pampaken lebih kecil daripada daging buah durian, tetapi kadar protein (2,9 persen) dan patinya (12,2 persen) tinggi.

Hasil penelitian yang dilansir Buletin Plasma Nutfah Vol 15 No 2 Th 2009 berikut ini menunjukkan komposisi kimia pampaken dibandingkan dengan durian, dalam persen berat basah (%bb):  kadar air 58,75 (durian 59,95), kadar abu 1,69 (durian 1,05), kadar protein 2,92 (durian 2,56), kadar lemak 1,95 (durian 2,25), kadar pati 12,24 (durian 17,27), kadar serat kasar 0,41 (durian 5,44), kadar total gula  4,59 (durian 20,54), kadar vitamin C 0,03 (durian 0,002), karbohidrat  34,69 (durian 35,24), kadar total asam (mg KOH/g) 4,68 (durian 4,95), dan kalori (kal/100 g) 78,19 (durian 108,49).

Komponen buah seperti kadar air dan karbohidrat yang terdiri atas pati dan serat mempengaruhi tekstur daging pampaken. Nilai komponen tersebut pada daging buah pampaken lebih rendah daripada buah durian, sehingga tekstur buah pampaken lebih kering, keset, dan lembut (tidak berserat). Namun, karena kadar gula buah pampaken lebih rendah, rasanya kurang manis dibandingkan dengan buah durian.

Salah satu keunggulan dari buah pampaken adalah kadar vitamin A yang tinggi, hal ini tampak pada warna daging buah yang sangat kuning (jingga).

Daging buah mengandung karoten yang merupakan provitamin A, berkorelasi positif dengan kandungan vitamin A. Menurut penelitian Wahdah dan kawan-kawan dari Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2003, kadar vitamin A buah pampaken 3.420 SI, sedangkan buah durian hanya 603 SI. “Warna daging pampaken yang jingga kemerahan itu menunjukkan lebih kaya antioksidan, yang merupakan penangkal radikal bebas yang berfungsi positif,” kata Antarlina.

Dalam studinya, Sri Satya Antarlina mengemukakan banyak tanaman buah di Kalimantan yang prospektif dikembangkan, baik untuk konsumsi segar maupun produk olahan seperti jus, selai/jem, jelly, dan sirup. Pampaken misalnya, termasuk sepuluh buah unggulan Kalimantan Selatan bersama jeruk, langsat, durian, kueni, kasturi, nanas, rambutan, cempedak, dan semangka.

“Perlu dipertimbangkan nilai ekonominya dan dilakukan perbaikan teknologi budi daya. Bibit sambung mungkin dapat mempercepat tanaman berbuah dan mengurangi tinggi tanaman,” ia merekomendasikan.

Antarlina mendasari argumentasi tersebut lewat penelitiannya atas delapan jenis buah-buahan lokal Kalimantan yang ia identifikasi di Laboratorium Balittra pada tahun 2003. Ia melakukan karakterisasi terhadap sifat fisik, komposisi kimia, dan daya tahan simpan buah. Buah diamati pada kondisi masak optimal. Hasil karakterisasi masing-masing buah berupa deskripsi berdasarkan penampakan, ukuran, rasa, dan komposisi kimia.

Selama penyimpanan pada suhu kamar, berdasarkan penelitiannya, buah mengalami susut bobot dan penurunan kualitas dengan daya tahan simpan 5-11 hari.  

Penyelamatan durian kutejensis memang sudah dilakukan. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, contohnya, sejak tahun 1988 telah mengkoleksi. Tanaman berasal dari hasil sambungan sehingga tinggi tanaman hanya lebih kurang 5 meter. Jenis yang ditanam adalah durian lai kuning yang cukup rajin berbuah.

Tentu bukan hanya pampaken dan tanaman buah lain yang direkomendasikan Antarlina yang perlu dilestarikan secara terencana di kebun plasma nutfah. Tanaman buah ekstotik lain, terutama tanaman endemik Kalimantan, perlu dilestarikan, mengingat laju deforestasi yang sangat tinggi. Tanpa upaya kelestarian, kita akan kehilangan kekayaan sumber daya hayati. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home