Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 13:02 WIB | Selasa, 22 Mei 2018

Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"

Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"
Pameran seni "Dogmatic Desire" di Galeri 1 basement Langgeng art foundation Jalan Suryodiningratan No 37 Yogyakarta berlangsung 3 Mei - 4 Juni 2018. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"
A Lady - paper hand cut, wood, ink, digital print - 100 cm x 60 cm x 7 cm - Mujahidin Nurrahman - 2018.
Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"
Karya instalasi Mujahidin Nurrahman berbentuk lampu gantung.
Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"
Tiga lukisan abstrak karya Putu Bonuz Sudiana pada pameran "NU Abstract" di ruang display Langgeng Art Foundation.
Langgeng Art Gallery Gelar Pameran "3 On 3"
Dua lukisan karya Jabbar Muhammad pada pameran " Painting after the Age of Technology Reproduction" di Galeri 2 LAF.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menempati tiga ruang berbeda tiga pameran serentak digelar Langgeng art foundation (LAF). Pameran bertajuk "3 On 3" dibuka pada Kamis (3/5) malam.

Dari tajuk besar "3 On 3" masing-masing ruang pamer memamerkan karya seniman dengan tema yang berbeda. Di ruang pamer (display) LAF dipamerkan lukisan abstrak dengan tema "NU Abstract", galeri 2 LAF bertema "Painting after the Age of Technology Reproduction", sementara di galeri 1 yang berada di basement LAF digelar pameran tunggal Mujahidin Nurrahman bertema "Dogmatic Desire".

Abstrak Figuratif NU Abstract

Empat seniman-perupa asal Bali yang tergabung dalam NU-Abstract memamerkan karya lukisan abstrak di ruang display LAF. Gede Mahendra Yasa, Kemalezedine, Ketut Moniarta, dan Putu Bonuz Sudiana. menghadirkan gagasan mengenai konsep abstrak dalam seni lukis.

Respon keempat seniman-perupa atas gagasan abstrak adalah abstrak sebagai konteks rasional yang merujuk pada konsep abstrak dalam seni rupa modern.  NU Abstract menghindari abstrak menjadi sebuah akidah atau abstrak yang berdasarkan anti figuratif. Gagasan ini muncul dan memantapkan pendekatan kelompok NU Abstract untuk cenderung membongkar formalisme. Mereka mewujudkan abstrak sebagai gerakan kesadaran anti ikonoklasme.

Gagasan ini terinspirasi dari gerakan generasi 80-an di New York  mengenai “kembali ke lukisan,” jembatan antara abstraksi radikal, dan investegasi ulang atas sejarah lukisan yang lebih besar dan pendekatan yang lebih subyektif dan berpihak pada minoritas. Dalam hal ini NU-ABSTRACT membebaskan untuk mengeksplorasi isyarat, bentuk improvisasi, komposisi relasional, kiasan figur dan lanskap, kiasan sejarah dan budaya.

Secara umum (karya) seni rupa abstrak adalah bahasa ungkap visual menggunakan elemen garis, warna, tekstur, bidang/ruang volume (jika tiga dimensi) tanpa tendensi apa-apa selain penyampaian rasa yang mewakili seorang seniman berikut kemampuan estetis, etik, juga pengetahuan (epistemologis) yang dimilikinya. Ada tiga hal penting dalam seni abstrak yaitu impresi, improvisasi dan ekspresi.

Pelukis Rusia Wassily Kandinsky menganalogikan lukisan abstrak dengan kemiripan pada musik. Memahami lukisan abstrak bisa diibaratkan mendengarkan musik instrumentalia. Kita bisa merasakan keindahan nada-nada musik itu tanpa harus dibebani dengan muatan-muatan verbal.

Dogmatic Desire, Kematian adalah Estetika 

Karya-karya hand cut paper seniman-perupa Mujahidin Nurrahman di Galeri 1 yang berada di basement LAF. Karya hand cut paper menjadi dasar pameran Mujahidin yang mengambil tema "Dogmatic Desire". Dalam teme tersebut Mujahidin seolah membuat kamuflase dengan menggunakan bentuk-bentuk ornamen arabesque yang berasal dari olahan imaji dari senapan AK 47 dan peluru menjadi motif arabesque.

Seni memotong kertas (hand cut paper) muncul pada abad keempat saat dinasti Han berkuasa ketika Cai Lun (China) menemukan kertas. Karya seni hand cut paper tertua dengan bentuk-bentuk simetris ditemukan pada abad keenam di Xinjiang. Dalam perkembangannya berlanjut hingga dinasti Tang.

Seni potong kertas mulai merambah benua Eropa pada abad ketiga belas saat kertas mulai dikenal di sana.

Dalam bentuk motif tersebut Mujahidin menjadikan karya-karyanya (hand cut paper, instalasi, videografi) sebagai presentasi wacana politik kekerasan dalam konflik-konflik agama-agama dalam sejarah manusia sejak awal hingga saat ini. Sebuah tanda yang lahir dari peperangan.

Dalam karya hand cut paper berjudul "Proud", Mujahidin membuat sebuah peti mati lengkap dengan tulang tengkorak. Peti mati berkaca tembus pandang yang dihiasi dengan ornamen-ornamen simetris yang dibentuk dari mesiu secara berulang-ulang. Hal yang sama dilakukan oleh Mujahidin pada karya hand cut paper dengan figur manusia mengenakan cadar berjudul "A Lady". Di antara kedua karya tersebut Mujahidin membuat tulisan "kematian adalah estetika". 

Sebuah karya instalasi besar berbentuk lampu gantung dipajang pada sebuah ruangan. Lagi-lagi Mujahidin membuat lubang pada kap lampu dengan ornamen-ornamen simetris yang dibentuk dari mesiu secara berulang-ulang. Sekilas dari jauh nampak indah, namun saat diamati  lebih teliti pendaran cahaya indah yang keluar dari kap lampu ataupun sinar yang keluar dan tertangkap di dinding ruangan adalah bentuk mesiu. Sebuah drama kematian yang indah? 

Sementara sebuah karya instalasi terpajang di dinding basement LAF, sebanyak lima puluh mesiu (replika) AK 47 dengan beberapa carik kertas dengan nama-nama orrang tergantung pada mesiu tersebut. Ada berapa juta nyawa dan drama kehidupan tergantung pada mesiu-mesiu tersebut?

Mujahidin memilih subyek yang lebih mendasar atau insting dasar yang ada didalam tiap manusia. Dalam pandangan Mujahidin, selalu ada keinginan di diri manusia untuk merusak dan membunuh sesamanya. Dalam catatan peradaban manusia, akibat rasa iri-dengki Habil menjadi manusia pertama yang terbunuh oleh saudaranya sendiri Qabil. Sejak itu manusia saling membunuh untuk berbagai kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya. Ironisnya, ketika berbagai agama langit diturunkan ke bumi untuk mengatur kehidupan manusia agar lebih beradab justru menjadikan membunuh itu seakan lazim.

Naluri atau insting adalah suatu pola perilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang tidak dipelajari tetapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik). Hasrat Alami atau Natural Desire dalam pemahaman Roland Barthes sebagai nilai yang secara kultural terus–menerus terkonstruksi, bahkan diselewengkan kedalam kehidupan suatu masyarakat, sepanjang peradaban atau budaya manusia dimanapun. Bagi Barthes , tak ada yang benar-benar alami tetapi semua terjadi secara kultural, terkonstruksi oleh suatu nilai kuasa perorangan, kelompok dan golongan, secara sengaja maupun tidak.

Hari-hari ini penghinaan nilai-nilai kemanusiaan, perundungan, peperangan, teror, yang berujung pada drama kematian dengan mengatasnamakan agama seolah menjadi rutinitas yang biasa dan semakin menjadi-jadi. Pada titik inilah Mujahidin menangkap hasrat alami manusia yang "terdogma" dalam insting manusia dalam karyanya, dan kematian seolah adalah estetika.

Melengkapi pameran "3 On 3", di Galeri 2 yang berada di lantai atas LAF digelar pameran lukisan dengan tema "Painting after the Age of Technology Reproduction" oleh seniman-perupa asal Bandung. Pameran "3 On 3" akan berlangsung hingga tanggal 4 Juni 2018 di Langgeng art foundation Jalan Suryodiningratan No 37 Yogyakarta.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home