Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 16:29 WIB | Senin, 13 Juni 2016

Lasarus, Wakil Ketua Komisi V DPR, Jadi Saksi Kasus Korupsi Amran

Kepala Balai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Amran HI Mustary, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, hari Selasa (26/1). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI-P, Lasarus, hari Senin (13/6), dijadwalkan menjadi saksi untuk tersangka Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary, dalam kasus suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) periode tahun 2016.

Selain Lasarus, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menjadwalkan mantan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN, Andi Taufan Tiro, yang merupakan tersangka penerima suap; dan lima Anggota DPR RI yang terdiri dari A Bakrie HM dari Fraksi PAN; Mohammad Toha dari Fraksi PKB; Musa Zainudin dari Fraksi PKB; Fathan dari Fraksi PKB; dan Alamudin Dimyati Rois dari Fraksi PKB.

Tersangka Andi dan Amran diduga menerima suap dari tersangka Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (PT WTU).

“Hari ini dijadwalkan sebanyak tujuh saksi dari Komisi V DPR RI untuk tersangka Amran Hi Mustary, salah satunya Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus,” kata Plh Kabiro Humas, Yuyuk Andriati Iskak, di Jakarta, hari Senin (13/6).

Tersangka Andi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sementara, tersangka Amran disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. jo. 65 ayat (1) KUH Pidana.

Sebelumnya, dalam kasus ini KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, diantaranya dua Anggota Komisi V DPR RI, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto; Abdul; dan dua staf pribadi Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini.

Damayanti didakwa menerima suap senilai miliaran rupiah dari Abdul dalam dalam sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, hari Rabu (9/6) lalu.

Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Iskandar Marwanto, mengatakan hadiah atau janji tersebut diketahui atau patut diduga diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait jabatan Damayanti.

Politisi PDI Perjuangan tersebut didakwa melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan dua orang stafnya, Dessy dan Julia; serta Budi.

Sidang Damayanti akan dilanjutkan pada hari Rabu (15/6) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dibalik Kasus Suap Damayanti cs

Pemberian uang suap dari Abdul adalah terkait usulan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, sekaligus menggerakkan Budi untuk mengusulkan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku.

Kedua proyek diharapkan dapat masuk dalam RAPBN Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Proyek pembangunan jalan yang diusulkan Damayanti (pelebaran Jalan Tehoru-Laimu) senilai Rp 41 miliar. Sementara, proyek yang diusulkan Budi (rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu) senilai Rp 50 miliar.

Usulan proyek diinisiasi oleh Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary.

Amran menyatakan adanya komisi sebesar enam persen dari nilai besaran program pembangunan yang akan diberikan kepada masing-masing anggota DPR yang mengusulkan program tersebut sebagai program aspirasi.

Damayanti didakwa menerima hadiah berupa uang sejumlah SGD 328.000 (setara Rp 3,1 miliar), Rp 1 miliar dalam dolar Amerika Serikat, dan SGD 404.000 (setara Rp 4 miliar) dari Abdul yang diberikan secara terpisah.

Berdasarkan surat dakwaan, pada 25 November 2015, Abdul Khoir memerintahkan stafnya untuk menyiapkan uang senilai SGD 328.000. Selanjutnya, Abdul Khoir menyerahkan uang tersebut kepada Damayanti, Dessy, dan Julia di Restoran Meradelima, Kebayoran, Jakarta Selatan.

Uang tersebut kemudian dibagi-bagi dengan rincian SGD 245.700 (Rp 2,4 miliar) untuk Damayanti serta untuk Julia dan Dessy masing-masing sebesar SGD 41.150 (Rp 404 juta).

Selanjutnya, Abdul Khoir memerintahkan stafnya memberikan Rp 1 miliar kepada Damayanti untuk memenuhi permintaan uang dalam rangka keperluan pemilu kepala daerah di Jawa Tengah.

Pihak yang terlibat antara lain Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk Pilkada Kota Semarang dan pasangan calon bupati Kendal Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi untuk Pilkada Kabupaten Kendal.

Kemudian pada tanggal 7 Januari 2016, di Foodcourt Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, Abdul Khoir menyerahkan uang sebesar SGD 404.000 (Rp 3,9 miliar) kepada Dessy dan Julia sebagai upah komitmen program aspirasi milik Budi Supriyanto.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home