Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 11:23 WIB | Sabtu, 06 Oktober 2018

Lebih Akurat dari Buoy, BPPT Siapkan Alat Deteksi Tsunami Berbasis Kabel Laut

Ilustrasi. Mekanik dari Badan Administrasi Oseanografi dan Atmosfer AS menurunkan alat deteksi tsunami dari kapal kargo di Jakarta, sebelum menyerahkannya ke BPPT, Juni 2008. (Foto: bbc.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Berkaca pada kesekian kali kerentanan kawasan pesisir Indonesia dalam menghadapi bencana khususnya tsunami, jelas butuh solusi teknologi. Skema pemodelan ataupun simulasi kedatangan tsunami, rasanya tidak cukup akurat untuk menanggung puluhan, ratusan, bahkan ribuan korban nyawa.

Deputi BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dr Hammam Riza, mengatakan butuh infrastruktur yang mampu memberi peringatan dini akan datangnya gelombang tsunami.

“BPPT punya pengalaman dalam membuat buoy pendeteksi tsunami. Dan siap jika ditunjuk untuk membuatnya lagi,” katanya dalam acara Pemaparan Teknologi Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami yang digelar di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018, seperti dilansir Humas BPPT dalam situs resmi bppt.go.id.

Deputi TPSA menuturkan peran buoy sangat penting dalam hal memberi data akurat, ketika gelombang berpotensi tsunami muncul. Hal itu tentu akan menunjang dan menguatkan data pemodelan yang dilakukan sebelumnya.

Hammam mengungkapkan, BPPT sempat memimpin tim pembangunan dan operasionalisasi Buoy Tsunami Indonesia. Perekayasa dan peneliti di BPPT mampu membuatnya kala itu.

Saat ini untuk program pengembangan buoy deteksi tsunami, BPPT melakukan inovasi dengan teknologi cable based tsunameter (CBT). CBT ini telah dikembangkan di beberapa negara dan dimanfaatkan antara lain oleh Kanada, Jepang, Oman, dan Amerika Serikat. Dalam forum komunikasi antarperekayasa CBT di seluruh dunia disepakati CBT menjadi pilihan sebagai alternatif terhadap permasalahan yang dihadapi oleh buoy, yakni vandalisme dan mahalnya buoy.

Draft resolusi pemanfaatan CBT juga telah diajukan dalam pertemuan Sidang Executive Council (EC) World Meteorological Organization (WMO) EC-70 pada 20-29 Juli di Jenewa dan Dewan Eksekutif Intergovernmental Oceanographic Commission atau Komisi Kelautan Antar Pemerintah (IOC) ke-51, Juli lalu di Paris dan telah disetujui menjadi afirmasi internasional. Implementasi resolusi WMO dan IOC/UNESCO dalam pemanfaatan CBT juga perlu melibatkan International Telecommunication Union (ITU).

Intinya, BPPT menilai pentingnya penguasaan teknologi yang optimal untuk kesiapsiagaan bencana. Teknologi peringatan dini atau early warning system, dalam hal ini buoy, mutlak diperlukan untuk langkah mitigasi awal, serta menghindarkan potensi korban nyawa yang besar.

“Kesiapsiagaan bencana harus diawali dengan adanya langkah mitigasi, sangat penting agar masyarakat di wilayah yang berpotensi bencana, memiliki waktu evakuasi yang cukup. Untuk itu dibutuhkan teknologi yang mampu mendeteksi dini atau early warning system, baik untuk tsunami maupun untuk bencana lain,” katanya.

Lebih lanjut diungkapkan, saat ini BPPT tengah mengembangkan teknologi kabel laut untuk sensor gempa dan tsunami. Hammam berharap BPPT diberikan kesempatan untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam merekayasa teknologi untuk kesiapsiagaan dan mitigasi bencana.

“Sistem peringatan dini tsunami berbasis kabel laut ini nantinya akan lebih efisien dalam konteks biaya operasionalnya. BPPT mampu berbuat lebih untuk membuat produk inovasi dalam rangka mitigasi bencana. Saya ingatkan, kita tidak bisa menghentikan bencana. Namun, dengan pengetahuan dan teknologi, kita bisa membuat alat deteksi tsunami untuk mengurangi korban,” ujarnya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home