Loading...
OLAHRAGA
Penulis: Prasasta Widiadi 11:16 WIB | Jumat, 19 Februari 2016

Legenda Sepak Bola: Kartu Merah untuk Rasisme

Ilustrasi: John Banres saat masih berusia muda dan masih memperkuat Liverpool. (Foto: dailymail.co.uk).

WIRRAL, SATUHARAPAN.COM – Pesepak bola legendaris Inggris, John Barnes, mengunjungi sebuah sekolah dasar di Wirral, Inggris untuk berkampanye “Beri Kartu Merah pada Rasisme."

Seperti diberitakan Wirral Globe, hari Kamis (18/2) Banres menceritakan pengalaman perlakuan rasisme saat menjadi pemain sepak bola profesional, dan bagaimana dia menyikapinya.

“Rasisme jangan dibiarkan. Kita melawannya dengan cara lain, namun kita tetap menjadi bagian tim,” kata dia di hadapan para siswa-siswi beberapa sekolah dasar di Wirral, Inggris, antara lain sekolah dasar St.Michael dan sekolah dasar Katolik All Angels.

Setelah sesi tanya jawab, Barnes mengunjungi setiap kelas di sekolah itu, dan memberi tanda tangan dan menjawab lebih banyak pertanyaan.

Guru St Michaels, Richard Hinds, dan Kepala Sekolah All Angels, Susan Ralph, mengatakan bahwa pesan utama yang pada sesi tanya jawab adalah kita sekarang harus disiplin, komitmen, antusias dan berdedikasi dalam segala bidang yang kita tekuni tanpa perlu mempedulikan diskriminasi warna kulit.

"Barnes menjawab dengan inspiratif, dan menunjukkan murid cara bersikap benar, karena sesungguhnya para murid dapat mencontoh bagaimana mengatasi kesulitan apa pun bentuknya,” kata Ralph.

Ralph mengemukakan beruntung memiliki Hinds sebagai guru. “Dia (Hinds, red) mengilhami kita setiap hari dan telah mendirikan banyak inisiatif di sekolah kita untuk membantu kita tetap sehat dan menikmati olahraga,” kata dia.

Konselor St Michaels, Tony Smith, mengatakan bahwa sekolah di Wirral, Inggris memastikan banyak generasi muda yang diberi pendidikan untuk menangkal rasisme dan bentuk diskriminasi lainnya.

Rasisme di Kalangan Pelatih

Beberapa waktu lalu–seperti diberitakan Mirror medio Maret 2015–John Barnes mengatakan bahwa rasisme dalam sepak bola tidak hanya terjadi pada pemain namun juga pelatih. Barnes– yang pernah melatih Glasgow Celtic (klub Liga Primer Skotlandia), tim nasional Jamaika dan Tranmere Rovers (klub Liga Championship Inggris)– kmudian berhenti bekerja sebagai pelatih pada 2009. Barnes mengakui kala itu dia ingin melatih klub sepak bola, namun terkadang dia merasa langkahnya dibatasi oleh kurangnya kesempatan bagi etnis minoritas.

“Seorang pelatih sepak bola berkulit putih kehilangan pekerjaannya dan mendapatkan pekerjaan lain, begitu seterusnya,” kata Barnes.

“Sangat sedikit pelatih berkulit hitam saat kehilangan pekerjaan akan mudah mendapatkan pekerjaan lain,” kata Barnes menambahkan.

Barnes menyesalkan situasi yang terjadi di masyarakat, walaupun banyak orang kulit hitam di parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat). “Kita bisa bicara tentang rasisme di jurnalisme, kita bisa bicara tentang politik. Jadi mengapa sepak bola harus berbeda ?” kata dia.  (wirralglobe.co.uk/ mirror.co.uk).

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home