Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:06 WIB | Selasa, 11 Juli 2017

LIPI Tegaskan Etika Penelitian Penting

Ilustrasi: Persiapan penelitian GMT dari peneliti NASA, di lapangan Pendopo Jikomobon, Maba, Halmahera Timur, Senin (7/3). (Foto: Antara/Rosa Panggabean)

BANDAACEH, SATUHARAPAN.COM –  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengenalkan dan menegaskan betapa penting etika penelitian pada murid dan guru peserta Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) 2017 dari 28 provinsi agar daerah tidak kecolongan sumber daya oleh asing.

LIPI menggelar aktivitas ilmiah di lapangan terbuka dengan orientasi penelitian ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan teknik (teknik rekayasa).

Wakil Kepala LIPI, Bambang Subiyanto, di Aceh, Senin (10/7), mengatakan, peserta tidak hanya mengenal soal metodologi penelitian secara lengkap, tetapi juga etika penelitian.

"Adik-adik akan belajar metodologi penelitiannya dari awal hingga akhir sehingga diharapkan ini akan membantu mereka nanti ketika menyelesaikan tugas akhirnya," katanya.

Etika penelitian juga penting diajarkan, contohnya meminta izin saat hendak meneliti objek ataupun subjek yang diteliti. Terlebih lagi untuk penelitian ilmu pengetahuan sosial yang berhubungan dengan masyarakat adat atau masyarakat dari suku tertentu.

Ia mengatakan  pemahaman tentang clearance ethic juga perlu ditanamkan pada remaja-remaja, yang merupakan calon-calon peneliti di pusat maupun di provinsi dan kota/kabupaten. Contoh kerja sama penelitian dengan pihak asing harus selalu jelas dan diberikan penegasan hanya untuk penelitian saja.

Jika nanti ada nilai komersial dihasilkan dari paten hasil penelitian bersama di satu daerah maka, harus ada bagian yang diperoleh pihak Indonesia karena ini bentuk Material Transfer Agreement yang sudah disepakati dan diratifikasi dari Protokol Nagoya.

Protokol Nagoya mengatur akses pada sumber daya genetika dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatannya atas Konvensi Keragaman Hayati, Indonesia telah meratifikasi Protokol Nagoya pada 8 Mei 2013 dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013, dan menjadi negara ke-26 yang telah meratifikasi.

"Ini yang tidak disadari di daerah-daerah, padahal untuk mikroba kadang dari yang berasal dari tanah yang menempel di sepatu dapat dibiakkan dan ada yang ternyata bisa menjadi obat," katanya. (Antaranews.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home