Loading...
MEDIA
Penulis: Titi Yuliasih Kardjono 18:12 WIB | Selasa, 06 Desember 2016

Mantan Pemred Sinar Harapan Subagyo Pr Meninggal Dunia

Pelayat berdoa di samping peti jenazah Subagyo Pr. Jenazah hari Rabu (7/12) disemayamkan di GKJ Nehemia Jl. Raya Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wartawan senior yang selama 15 tahun pernah menjadi penanggung-jawab/pemimpin redaksi Sinar Harapan, Subayo Priyosudjono, meninggal dunia pada hari Selasa (6/12) di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Beliau berpulang dalam usia 86 tahun karena sakit.

Subagyo Pr, demikian nama populernya, lahir di Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, pada 30 April 1930. Ia bergabung dengan Sinar Harapan pada awal berdiri dan terbitnya koran sore itu. Sebagai karyawan pemula, ia bekerja di Sinar Harapan pada 27 April 1961, dengan nomor induk pegawai (NIP) 006.

Pada 24 Juli 1961, Subagyo Pr dipercaya menjadi anggota dewan redaksi dan sejak 30 Mei 1964 ia diangkat sebagai wakil II pemimpin redaksi. Di Sinar Harapan, ini dicatat sebagai awal langkah Subagyo Pr menuju tampuk pimpinan sebagai pemimpin redaksi.

Lima tahun kemudian, tepatnya pada 8 Oktober 1969, Subagyo Pr resmi menjadi penanggung jawab/pemimpin redaksi harian Sinar Harapan. Ia mengemudikan Sinar Harapan di posisi itu hingga 8 Oktober 1986, saat dihentikannya penerbitan Sinar Harapan oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.

Itu bukan pemberedelan pertama yang dirasakan Subagyo sepanjang sejarah Sinar Harapan. Pada tahun 1965, berselang dua hari setelah peristiwa gerakan 30 September meletus, Sinar Harapan ditutup bersama koran lainnya. Saat itu, hanya dua koran milik TNI (ketika itu disebut ABRI), Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata, yang diizinkan terbit. Namun, Sinar Harapan diizinkan terbit kembali lima hari berikutnya.

Pada tahun 1973, Sinar Harapan kembali diberedel. Penyebabnya, koran ini memberitakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang baru akan disampaikan Presiden Soeharto di depan DPR pada Agustus 1973.

Pada 1978, kembali Sinar Harapan diberedel. Ikut pula mengalami nasib yang sama  Kompas, Pelita, Merdeka, Pos Sore, Indonesia Times, dan Sinar Pagi. Alasan pemberedelan karena menyiarkan berita-berita yang memanaskan dan menajamkan suasana.  

Beredel keempat kalinya untuk Sinar Harapan adalah pada Oktober 1986, saat Subagyo menjabat pemimpin redaksi.Pemerintah Orde Baru kali ini lebih tajam dalam melakukan memutus nafas Sinar Harapan. Pemberedelan tak hanya penghentian terbit, tetapi juga pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) melalui SK Menpen Nomor 08/SK/Dirjen PPG/K/1986. SK ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal (Dirjen) PPG, Sukarno.

Beberapa waktu kemudian koran ini boleh terbit kembali namun dengan nama baru dan dengan syarat dua wartawan senior koran itu, Aristides dan Subagyo Pr tidak boleh terlibat sama sekali. Melalui perundingan yang alot, lahir lah Suara Pembaruan pada 4 Februari 1987.

Mantan Pemred Sinar Harapan, Subagyo Pr (Foto: buku Sinar Harapan Awal Perjuangan)

 

Subagyo Pr kemudian melanjutkan pekerjaan kewartawanannya di dwi mingguan Mutiara, hingga pada 1998, ketika media itu ditutup. Kendati berhenti dari kewartawanan formal, pikiran-pikirannya masih dapat terbaca lewat berbagai buku karyanya. Ia juga tetap menjadi pemerhati dunia pers hingga akhir hayatnya.

Empat Putri Enam Cucu

Subagyo Pr berangkat ke Jakarta pada awalnya bercita-cita menempuh pendidikan pada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Pendidikan itu ditempuhnya karena ingin melanjutkan karier ayahandanya yang menjadi seorang pendeta.

Namun, Subagyo yang kala itu juga aktif dalam organisasi kepemudaan Kristen Indonesia hanya bertahan dua tahun di perguruan tinggi tersebut. Ia lantas bekerja menjadi karyawan di Radio Republik Indonesia (RRI) sambil meneruskan kegiatannya di organisasi kepemudaan Kristen tersebut.

Ketika bekerja di RRI, banyak pengalaman menarik yang ia rasakan. Ketika itu ia menjadi wartawan junior yang selalu membantu  Darmo Sugondo, penyiar sekaligus reporter senior RRI, yang merupakan wartawan kesayangan Soekarno, ketika itu presiden RI. Keduanya sama-sama bertugas meliput di pos Sekretariat Negara, alias meliput kegiatan kepresidenan, baik di dalam maupun luar negeri.

Sebagai reporter RRI di Istana, ia sering 'dipantek' di ruang rapat Istama, merekam kegiatan Presiden Sukarno. Menurut pengakuannya, sebagaimana dituturkan oleh Roso Daras dalam blog pribadinya,  Subagyo dalam pekerjaannya tersebut banyak sekali mendengar bahkan merekam rahasia negara.

Menurut Roso Daras, sebagai staf RRI, Subagyo ketika itu memiliki pas khusus, sehingga tidak satu pun orang, pengawal, ajudan, bisa mengusir dia dari ruang rapat Presiden, sekalipun rapat itu benar-benar rapat terutup dan bersifat rahasia. Tugas Subagyo Pr adalah merekam semua yang terungkap dalam ruang rapat tadi, khususnya merekam semua 'petunjuk' Bung Karno.

Subagyo Pr mengakhiri masa lajangnya dengan menyunting Ami Purnomowati, seorang guru taman kanak-kanak, pada 7 Juli 1965. Mereka dikarunia empat putri serta enam cucu.

Jenazah beliau disemayamkan di gereja GKJ Nehemia, Lebak Bulus dan akan dimakamkan pada hari Kamis, 8 Desember, di San Diego Hills, Karawang. Ibadah pelepasan dilaksanakan pukul 09:00.

Penulis adalah Direktur Utama PT Sinar Kasih dan Pemimpin Umum satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home