Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 18:05 WIB | Jumat, 13 Januari 2017

Mark Mobius Tak Hiraukan Perselisihan Sri Mulyani vs JPMorgan

Investor global, Mark Mobous, tidak mengacuhkan perselisihan Kemenkeu RI dengan JPMorgan. Ia tetap berinvestasi di Indonesia (Foto:Razan Alzayani/Bloomberg)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Keputusan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menghentikan kerjasama dengan bank investasi global, JPMorgan Chase, telah menjadi pembicaraan hangat dalam dua pekan terakhir. Banyak analis terkejut dan menyebut langkah itu berlebihan. JPMorgan 'didepak' dari seluruh kerjasama dengan pemerintah Indonesia, menyusul riset lembaga tersebut pada 13 November yang dinilai memicu instabilitas ekonomi Indonesia.

Keputusan itu telah menyulut kritik dari sebagian analis domestik maupun internasional. Indonesia dinilai bereaksi berlebihan dan dapat membuat lembaga riset tidak merasa nyaman mengumumkan hasil kajiannya. Majalah Euromoney termasuk yang mengingatkan hal itu dalam sebuah tulisan yang disiapkan editornya, pekan ini.

Namun, investor global yang banyak menjadi acuan para pelaku pasar, Mark Mobius, mengaku tidak terpengaruh atas hebohnya perselisihan Sri Mulyani dengan JPMorgan. Ketua Eksekutif Templeton Emerging Markets Group itu justru melakukan pembelian saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar yang di Bursa Efek Indonesia, meliputi perusahaan-perusahaan yang menyasar konsumen kelas menengah, serta perusahaan pertambangan dan perkebunan.

Prospek ekonomi Indonesia yang positif ikut menjadikan investor global tidak menghiraukan konflik tersebut. Aberdeen Asset Management Plc, sebuah perusahaan investasi yang mengelola aset senilai US$ 420 juta, mengaakan inflasi yang melemah dan pulihnya perdagangan menjadi alasan mereka untuk melirik investasi di Indonesia.

Lebih jauh, Mobius berpendapat adanya perselisihan Sri Mulyani dan JPMorgan justru menjadi peringatan untuk mengerjakan pekerjaan rumah dalam mengambil keputusan berdasarkan kajian mereka sendiri. Kemenkeu mengakhiri hubungan komersial dengan JPMorgan Chase & Co mulai 1 Januari ini setelah perusahaan itu dalam risetnya menurunkan peringkat ekuitas Indonesia menjadi underweight dari overweight. Keputusan itu disusul dengan langkah Kemenkeu memperkenalkan aturan baru yang menghukum dealer utama obligasi negara jika mereka tidak mendukung kepentingan pemerintah.

Bagi Mobius, perselisihan semacam ini biasa saja. "Kami telah melihat perkembangan semacam ini di negara-negara lain dan dengan demikian kami selalu perlu untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan analisis dan fakta-fakta kami sendiri," kata Mobius.

Menurut Bloomberg, investor asing telah menambah kepemilikan sekitar U$ 300 juta di saham dan obligasi Indonesia tahun ini, menunjukkan bahwa optimisme bukan hanya ditunjukkan oleh Mobius dan Aberdeen. Rupiah merupakan mata uang berkinerja terbaik mata di Asia tahun ini, sementara yield surat utang pemerintah telah membaik,  turun  23 basis poin. Indeks Harga Saham Gabungan juga hanya sedikit berubah.

Kemenangan Trump menjadi salah satu alasan JPMorgan menurunkan rating Indonesia. Baik Mobius maupun Bharat Joshi dari Aberdeen, mengakui Trump memang salah satu faktor ketidakpastian di masa mendatang. Kemenangannya telah memicu naiknya nilai tukar dolar AS dan arus balik modal dari negara-negara sedang berkembang. Indonesia juga  terbeban dengan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed lebih jauh.

Namun, kendati ada ketidakpastian, peluang negara sedang berkembang untuk menikmati kucuran investasi masih terbuka. Mobius mengatakan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih cepat akan menyebabkan dana investasi  untuk pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, masih tersedia.

Optimisme juga diungkapkan Federico Parenti, fund manager di Sempione Sim Spa yang berbasis di Milan. Ia mengatakan, dikutip dari Bloomberg,  pihaknya telah meningkatkan kepemilikannya pada beberapa saham Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Perselisihan antara pemerintah RI dan JPMorgan tidak menyebabkan masalah apapun untuknya.

"Berita ini tidak mengubah titik pandang positif saya tentang Indonesia. Uang bisa masuk dan keluar sangat, sangat cepat dari hampir semua aset," kata Parenti. "Pemerintah Indonesia harus memperlakukan hal-hal seperti dengan hati-hati agar mereka tidak menakut-nakuti investor."


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home