Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 08:49 WIB | Sabtu, 12 Maret 2016

Media Australia Sebut Thomas Lembong Rasul Pembebasan Ekonomi RI

Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong saat memberikan keterangan pers di kantornya, Senin 18 Januari 2016 (Foto:Eben E. Siadari)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM -  Rencana kunjungan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, ke Australia pekan depan mendapat sambutan positif dari berbagai media di Australia. Ia diharapkan dapat membuka hubungan ekonomi yang lebih bersahabat antara kedua negara, setelah beberapa tahun belakangan ini sempat tegang. Isu-isu hukuman mati, spionase dan pengungsi, sempat membuat hubungan kedua negara terganggu.

Media Australia umumnya memberi ulasan positif tentang rencana kunjungan Lembong. Lembong, menteri yang cukup banyak menghabiskan karier di luar negeri dan terkesan memberi ruang lebih luas kepada media asing dalam kesempatan wawancara, dipandang dapat memperbaiki hubungan dengan Australia.

Greg Sheridan, redaktur luar negeri The Australian, yang mengunjungi Indonesia atas sponsor Australia-Indonesia Institute, menggambarkan Thomas Lembong sebagai sosok pembawa perubahan dramatis dalam kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia. Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo tahun lalu, dipandang sebagai titik balik wajah baru kabinet, khususnya di bidang ekonomi. Dan, Lembong dipandang sebagai salah satu sosok yang memberi warna.

Menurut Sheridan, Lembong, yang keluarganya bermukim di Singapura, adalah apostel (rasul) pembebasan (liberalisasi) ekonomi, membuka perekonomian Indonesia, mengidolakan pertumbuhan dan mengambil pendekatan baru.

Dalam kunjungannya ke Australia pekan depan untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan, Steve Ciobo, dan Utusan Khusus PM Australia di Bidang Perdagangan, Andrew Robb, Lembong akan mendorong langkah pertama untuk mengupayakan perjanjian perdagangan bebas antara Australia dan Indonesia. Dia bersama dengan Ciobo diharapkan akan mengumumkan langkah awal negosiasi formal perjanjian kemitraan ekonomi yang lebih dekat.

Diakui oleh Sheridan bahwa platform ekonomi Jokowi saat kampanye adalah nasionalisme ekonomi dan bahkan proteksionisme ringan. Tapi Indonesia kini beralih ke era liberalisasi.

Dalam percakapannya dengan Lembong yang kemudian ia tuangkan dalam laporan berjudul  Tom Lembong, Aphostle of Liberalisation, Unshackles Indonesia,  Sheridan mengutip pernyataan Lembong yang mengatakan bahwa Jokowi bagaimana pun adalah seorang pengusaha, sangat praktis dan memahami apa yang perlu dilakukan.

"Seperti perekonomian lain yang tergantung pada komoditas, kami tidak cukup siap menghadapi penurunan harga komoditas, yang bertepatan dengan hadirnya pemerintahan baru (Jokowi). Daftar yang harus dilakukan sangat panjang, "kata Lembong.

"Hal pertama yang dilakukan presiden adalah memangkas subsidi BBM. Ini memangkas subsidi sebesar US$ 15 miliar per tahun dan menggebrak program infrastruktur. Ada KTT infrastruktur besar di bawah Susilo Bambang Yudhoyono tapi tidak banyak yang terealisasi. Kali ini itu akan dibangun," kata Lembong.

"Gelombang besar berikutnya adalah deregulasi. Banyak infrastruktur kami dimiliki oleh perusahaan negara - bandara, perusahaan telekomunikasi, perusahaan listrik. Secara teori, Anda melakukan deregulasi dengan goresan pena, tetapi dalam praktiknya itu sangat kompleks," lanjut dia.

"Kemudian kami merevisi daftar negatif investasi. Ini adalah pembukaan terbesar dalam bertahun-tahun tapi kami masih yang paling ketat di ASEAN. Tapi pemerintah ini akan menjadi paling reformis dalam 15 tahun," kata dia.

"Masih panjang perjalanan. Saya kira kami baru mengerjakan 3-5 persen. Kami sedang berusaha untuk membongkar proteksi. Kami selama 15 tahun berada dalam proteksi dan nasionalisme dangkal. Booming arus masuk modal di masa lalu menyebabkan kami sangat picik dan inward looking."

"Sekarang kami harus mengejar ketinggalan dengan kelompok negara-negara yang tidak memiliki komoditas, negara-negara seperti Vietnam dan Filipina. Saya harus mengikuti contoh yang diberikan presiden, menjelaskan sesuatu dengan cara yang paling sederhana. Kami ingin orang lain membuka pasar mereka untuk kami, kami harus membuka pasar kami untuk mereka."

Perdagangan antara Australia dan Indonesia dewasa ini hanya US$ 15 miliar per tahun. Profil ekspor kedua negara didominasi oleh komoditas, tetapi sektor jasa semakin meningkat.

Sektor jasa menyumbang 70 persen ekonomi Australia dan setengah dari perekonomian Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan Indonesia, kelas menengahnya berkembang sangat cepat dan permintaan terhadap jasa pun meningat pesat. Lalu lintas internet melesat di Indonesia dan didominasi oleh gaya hidup, kesehatan, kebugaran dan properti.

"Kami beruntung, di Australia terjadi perubahan pemerintahan. Perdana Menteri Turnbull singgah di Jakarta. Dia punya chemistry yang besar dengan presiden. Saya juga cukup klik dengan perdana menteri. Ada begitu banyak lagi yang kami dapat lakukan satu sama lain. Seseorang, saya pikir itu Andrew Robb, mengatakan, mengapa kita tidak melakukan Free Trade Area? Presiden Jokowi bersedia untuk semua itu. Itu sebabnya saya akan Canberra pekan depan," kata Lembong.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home