Melawan COVID-19: Jaga Diri Dengan Menjaga Orang Lain
SATUHARAPAN.COM-Sejak munculnya di kota Wuhan, China, pada akhir Desember tahun lalu, COVID-19 terus membuat kekagetan secara global. Kekagetan itu dimulai ketika diketahui bahwa ini adalah virus baru, sehingga sejak awal dinamai sebagai virus corona baru.
Para ahli berjuang untuk menyembuhkan yang sakit dan mencegah penularan, bersamaan dengan perjuangan keras untuk mengenali virus itu. Dan ini jalan yang harus dilalui untuk kemudian mengembangkan obat dan vaksi untuk mencegahnya.
Para pakar kesehatan dan farmasi berlomba dengan waktu dalam mencari obat dan vaksi dengan penyebaran yang cepat. Apalagi dalam dua bulan Organisasi Kesehatan Dunia (HWO) telah menyebutnya sebagai pandemi.
Kekagetan kedua adalah penyebarannya yang cepat. Dalam dua setengah bulan, virus ini telah menyebar di 145 negara di dunia. Pusat penyebaran pertama di kota Wuhan, kemudian China secara nasional. Namun belakangan beberapa negara telah menjadi episentrum penularan baru, yaitu Korea Selatan, Jepang, Italia dan Iran. Bahkan kasus terinfeksi baru yang dikonfirmasi di China berasal dari luar China (impor).
Kekagetan lain adalah bahwa penularannya tidak hanya oleh orang yang sakit. Mereka yang terinfeksi namun tanpa gejala sakit juga telah berpotensi besar menularkan, sehingga penduduk dunia menghadapi musuh yang tidak kelihatan. Keremangan ini menjadi hentakan ketika diumumkan kasus baru yang angkanya mengagetkan.
Kaget Jadi Panik
Kekagetan itu juga melanda Indonesia, ketika kali pertama diumumkan dua orang di kota Depok positif terinfeksi COVID-19. Dan dari hari ke hari jumlah terinfeksi bertambah, bahkan juga ada menteri yang terinfeksi.
Kekagetan itu menimbulkan kepanikan publik, terutama pada kemungkinan penutupan dan isolasi (karantina). Dan kepanikan menimbulkan goncangan secara sosial dan ekonomi. Situasinya makin parah ketika ada saja orang yang menyebarkan informasi yang tidak benar, dan berita palsu. Bahkan ada yang sudah mulai menyerbu toko untuk memborong barang-barang kebutuhan harian, sebelum harga naik dan sebelum ada penutupan.
Jaga Diri dengan Menjaga Orang Lain
Dalam situasi seperti ini, masyarakat sebenarnya membutuhkan solidaritas, dan kesatuan langkah, karena virus yang menjadi musuh kita begitu terselubung. Setiap warga haruslah melindungi diri dari virus ini dengan cara dan secara bersamaan melindungi orang lain.
Sikap egoistis dan hanya mementingkan diri sendiri pada dasarnya tidak akan menjamin kita aman. Ketika kita mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain di sekitarnya berisiko tertular, pada dasarnya kita tidak pernah aman, karena virus akan terus mengancam untuk menular pada kita.
Sikap egoistis ini juga lebih berbahaya, karena sering memicu kepanikan. Bahayanya bahkan lebih besar daripada yang diakibatkan oleh virus itu yang tingkat mortalitasnya sekitar 3,4 persen. Bahkan 80 persen lebih yang terinfeksi hanya menderita sakit ringan.
Dampak sosial dan ekonomi dari pandemi telah diprediksi akan berat, bahkan lebih berat ketika penyebaran virus terus berlangsung cukup lama. Semakin cepat masyarakat dunia menghentikan penularan virus ini, semakin kecil dampak sosial ekonominya.
Tantangan Peradaban dan Kemanusiaan
Yang diperlukan adalah setiap dari kita harus menjaga diri untuk tidak tertular COVID-19, dan bersamaan dengan itu, juga menjaga orang lain untuk tidak tertular. Hal ini akan terwujud dengan solidaritas, kesadaran dan langkah bersama melawan pandemi. Memborong kebutuhan hidup harian, masker, dan cairan disinfektan, justru memperparah dampak pandemi.
Prioritaskan masker untuk petugas medis dan orang terinfeksi, disinfektan untuk membersihkan tempat-tempat publik. Biarkan terjadi keseimbangan pasokan dan permintaan agar harga kebutuhan terjangkau dan ketersediaan terjamin. Jangan memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan sendiri di tengah kesulitan bersama.
Mereka yang positif terinfeksi perlu kesadaran mengisolasi diri, menghindari sentuhan fisik dengan orang lain, dan tidak menyentuh barang-barang yang kemungkinan disentuh orang lain. Mereka yang baru datang dari tempat lain dengan “kemungkinan” terinfeksi, juga perlu untuk melakukan hal yang sama, sampai akhirnya mereka dinyatakan bebas dari virus corona.
Warga yang sejauh ini tidak terinfeksi perlu menjaga diri dengan kesehatan dan kebiasaan bersih. Taatilah aturan yang diberlakukan dalam situasi khusus ini. Penutupan dan isolasi tidak harus menjadi ketakutan, jika ada solidaritas warga, karena isolasi dan penutupan tidak berarti diasingkan. Hal ini justru yang diyakini para pakar kesehatan di WHO yang akan efektif memutus rantai penyebar virus.
Munculnya COVID-19 adalah tantangan dunia kesehatan dan farmasi untuk menemukan model terapi, obat dan vaksin. Tetapi pandemi ini juga tantangan bagi peradaban dan kemanusiaan kita, karena kemenangan atau kekalahan kita bergantung pada kesadaran dan solidaritas bersama sebagai umat manusia, dari komunitas terkecil hingga secara global.
Editor : Sabar Subekti
Sri Mulyani Klarifikasi Alasannya Kerap Bungkam dari Wartawa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan ter...