Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 13:26 WIB | Senin, 31 Oktober 2016

Melihat Kegiatan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala

Melihat Kegiatan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala
Salah satu aktivitas olahraga di Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala, Jl. Inerbang, Jakarta Timur. Siswa-siswi masuk ke dalam semacam selang seukuran tubuh mereka dengan bantuan guru pembimbing mereka. (Foto-foto: Prasasta Widiadi)
Melihat Kegiatan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala
Siswa-siswi Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala yang menunggu giliran untuk dipanggil guru pembimbingnya.
Melihat Kegiatan Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala
Siswa-siswi Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala dibimbing gurunya untuk memasukkan beberapa benda menyerupai bangun ruang yang terbuat dari balok kayu yang memiliki ketebalan hampir serupa dengan uang koin lima ratus rupiah atau seribu rupiah yang disatukan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Apa yang ada dalam benak kita saat mendapati kata disabilitas? Kata itu lekat dengan aktivitas yang terbatas yang dilakukan manusia. Namun, mari kita mencoba melihat hal tersebut di Yayasan Pendidikan Dwituna (YPD) Rawinala.

Pada hari Jumat (28/10), halaman depan dari kompleks yayasan yang beralamat di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur tersebut yang biasanya sepi, mendadak ramai. Terlihat banyak mobil berbagai merk diparkir di depan kompleks YPD Rawinala.

Halaman yang luas menghampar menyambut pengunjung yang baru kali pertama masuk ke dalam yayasan yang beralamat di Jl Inerbang Jakarta Timur tersebut.

Sebelum lebih lanjut masuk ke bagian dalam tempat aktivitas siswa-siswi yayasan tersebut, terdapat pintu gerbang berwarna hitam menjulang tinggi yang mengingatkan pada bambu runcing yang dahulu digunakan pejuang kemerdekaan Indonesia. Pintu gerbang itu memisahkan halaman depan dan halaman tengah.

Masuk lebih dalam, terlihat bagian dinding dari kompleks yayasan tersebut dilengkapi pipa pegangan, yang terbentang dari depan setiap ruang kelas.

Dari kejauhan terlihat siswa-siswi berbagai usia berjalan dengan perlahan-lahan dan merambat di dinding sembari berpegangan ke pipa berwarna merah marun yang terdapat di setiap dinding tersebut. Tidak semua siswa-siswi berjalan dengan merambat di dinding. Ada juga yang dituntun guru pembimbing. 

Pukul delapan pagi, siswa-siswi yayasan tersebut belum masuk ke ruang kelas. Hari itu, Jumat (28/10), siswa-siswi mengenakan kaus berwarna biru bertuliskan dan berlogo YPD Rawinala.

Ada yang hendak baris-berbaris dan posisi barisan diatur sejumlah guru pembimbing. Pada sisi lain ada siswa-siswi yang tampak berbicara satu sama lain.

Beberapa saat kemudian sejumlah guru pembimbing mendekati siswa siswi tuna ganda tersebut, salah satu pengajar mengambil mikrofon dan mulai mengarahkan setiap anak.   

Salah satu guru YPD Rawinala, Martini, mengatakan hari Jumat memang hari untuk olahraga. Tidak setiap hari siswa mengikuti pelajaran olahraga. “Hari Jumat memang jadwal mereka olahraga,” kata Martini kepada satuharapan.com.

Martini mengatakan KBM (Kegiatan Belajar-Mengajar) di YPD Rawinala berlangsung mulai Senin hingga Jumat setiap pekan. “Hari Rabu biasanya ada Pramuka, kalau Jumat ada olahraga,” katanya.

Martini menambahkan membutuhkan kesabaran lebih bagi seorang pengajar sekolah luar biasa seperti YPD Rawinala.

Saat berolahraga terlihat dari kejauhan ada kemiripan sekaligus perbedaan dengan pelajaran olahraga di sekolah pada umumnya. Menyerupai kegiatan di kamp militer, mereka bergerak merayap di tanah seperti dilakukan prajurit Tentara Nasional Indonesia. Namun, yang membedakan, siswa-siswi yayasan tersebut menyusup bergerak masuk ke selang berukuran raksasa buatan dengan tuntunan guru-guru pembimbing.

“Ayo gerak lagi, jangan menghalangi temannya,” kata salah satu guru pembimbing di ujung selang berukuran raksasa.

Satu demi satu siswa-siswi masuk ke dalam semacam selang yang dari kejauhan berukuran hampir sama dengan lebar badan anak-anak. Siswa-siswi tersebut masuk dengan memegang pundak temannya, sementara siswa atau siswi yang berada di barisan paling depan memegang pundak gurunya.

Bagian pinggir selang tersebut terbuat dari pinggir tampah yang biasanya digunakan ibu rumah tangga yang menampi beras. Sementara itu selang terbuat dari terpal berwarna biru seperti yang biasa digunakan orang berjualan di pinggir jalan raya agar terhindar dari hujan dan terik mentari. 

Di bagian lain ada satu pembimbing yang menuntun beberapa murid melakukan kegiatan lain, yakni menempatkan mainan-mainan yang terbuat dari balok kayu yang memiliki ketebalan hampir serupa dengan uang koin lima ratus rupiah atau seribu rupiah yang disatukan.

Mainan dari balok kayu tersebut terdiri atas bermacam-macam warna, ada yang berwarna putih, merah marun, merah muda, biru laut, biru langit, hijau daun, dan hijau rumput. Mainan tersebut dimasukkan setiap siswa-siswi yang mengantre satu per satu dari belakang ke dalam bidang yang berbentuk menyerupai tempat untuk menaruh tabung hasil uji percobaan di laboratorium biologi atau kimia.       

Martini mengatakan, selain olahraga dan pramuka, masih banyak kegiatan lain yang diikuti siswa-siswi di yayasan tersebut, antara lain musik. Martini mengatakan siswa-siswi YPD Rawinala sering diundang banyak komunitas untuk naik pentas di depan publik.

Salah satu pentas musik digelar saat acara peletakan batu bertama pembangunan training centre yayasan tersebut. hari Jumat (28/10).

Anak-anak yayasan tersebut masuk ke panggung dengan dituntun beberapa guru pembimbing. Dengan mengenakan batik yang memiliki motif berbeda, lima anak yayasan tersebut masuk menempati posisi masing-masing, ada dua orang yang berposisi sebagai vokalis, dua anak lain menempati posisi keyboard, dan satu drummer, satu posisi lainnya, gitaris ditempati salah satu pengajar Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala.

Mereka mendendangkan beberapa lagu, antara lain lagu yang biasa dipopulerkan Koes Plus Kolam Susu, dan lagu terkenal The Beatles, Obladi Oblada.

Dengan mengacu kepada brosur Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala yang diterima satuharapan.com, yayasan tersebut menitikberatkan empat hal penting yakni “to live” (hidup), “to work” (bekerja), “to play” (bermain), dan “to love”(mencintai).

Berdasar kepada brosur yayasan tersebut, setiap siswa dan siswi melalui empat tahapan berbeda dalam melalui pendidikan.  

Tahap yang pertama yakni Pelayanan Dini. Pelayanan tersebut adalah pendidkan bagi anak usia tiga hingga enam tahun. Pada tahap ini keseluruhan potensi anak mulai diobservasi dan digali untuk kemudian dikembangkan melalui program-program yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak.

Dengan mengacu kepada brosur yayasan tersebut terdapat penjelasan tentang Pendidikan Dasar. Tahap ini merupakan lanjutan dari pelayanan dini yang diperuntukkan bagi siswa-siswi usia tujuh hingga 13 tahun. Pada tahap ini, anak diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan didorong untuk melakukan eksplorasi kemampuan-kemampuan lain yang dapat menunjang proses kemandirian anak.

Tahap selanjutnya yakni pendidikan lanjut. Tahap ini disebut juga dengan Vocational Class, yakni pendidikan yang diberikan kepada anak yang berusia 14 – 18 tahun. Pada tahap ini anak dilatih mengembangkan keterampilan bekerja sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Tujuannya agar anak mampu melakukan berbagai pekerjaan sesuai potensinya.

Tahap selanjutnya yakni Sheltered Workshop tahap ini adalah program yang diperuntukkan bagi siswa-siswi yang menyelesaikan pendidikan lanjut. Anak-anak yang masuk dalam kategori mampu latih diajari keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya, dengan tujuan anak-anak tersebut dapat memperoleh penghasilan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home