Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 09:48 WIB | Minggu, 12 Oktober 2014

Memandirikan Penderita Skizofrenia, Tanggung Jawab Kita Bersama

Memandirikan Penderita Skizofrenia, Tanggung Jawab Kita Bersama
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi saat memberikan sambutannya dalam puncak peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2014. (Foto-foto: Kartika Virgianti)
Memandirikan Penderita Skizofrenia, Tanggung Jawab Kita Bersama
Aksi simpatik melalui spanduk yang dibuat salah satu mitra swasta bertuliskan dukungan pada orang dengan skizofrenia saat berkampanye di Monumen Selamat Datang Bundaran HI dalam puncak acara peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Jumat malam, 10 Oktober 2014.

JAKARTA, SATUHARAPANCOM – Tahun 2014 World Federation for Mental Health atau Federasi Kesehatan Jiwa Dunia menetapkan tema Hari Kesehatan Jiwa yakni “Living with Schizophrenia” atau hidup bersama penderita skizofrenia, dan Indonesia mengambil sub-tema “Kepedulian Keluarga dan Masyarakat dalam Pemberdayaan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)”.  

Tema ini bertujuan menghormati hak-hak ODGJ atau orang dengan skizofrenia (ODS) dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan psikososial yang memadai, melindungi dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan mendorong masyarakat untuk dapat hidup berdampingan dengan ODGJ. Kepedulian masyarakat terhadap penderita ODGJ harus dimulai hari ini, dengan menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODGJ.

Gagasan tersebut sebagaimana dikampanyekan seribuan lebih orang-orang dari berbagai elemen masyarakat yang berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Jumat malam (10/10), dalam merayakan puncak peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau HKJS 2014.

Peserta yang hadir mencapai seribu orang yang terdiri dari beberapa komponen masyarakat yakni pemerintah, organisasi keagamaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi, akademisi, LSM, pers, dan yang tidak kalah penting adalah orang dengan gangguan jiwa beserta keluarganya, serta masyarakat umum yang peduli terhadap kesehatan jiwa.

Kegiatan ini dihadiri pula oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dari Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Agama RI, Pemprov DKI Jakarta, PT Johnson & Johnson Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (Arsawakoi), dan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI).

Menteri Kesehatan RI, Nafsiam Mboi yang membuka acara di Ballroom Kempinski Hotel Indonesia, dalam sambutannya sedikit menjelaskan gejala awal skizofrenia atau gangguan jiwa adalah ada perubahan perilaku (misal marah atau teriak-teriak tanpa penyebab), menarik diri dari kehidupan sosial, sampai mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu hal yang bagi orang normal tidak ada, atau pun ketidakmampuan membedakan khayalan dengan realitas.

Jadi jika keluarga menemukan gejala awal itu, alih-alih mengatai si penderita berbohong, sebaiknya tindakan pertama adalah datang ke psikiater. Nafsiah pun mengumpamakan skizofrenia dengan penderita malaria, bahwa semakin cepat gejala penyakit itu terlihat, maka pengobatan dini akan membuat harapan kesembuhan itu lebih besar.

Dalam kesempatan tersebut, Menkes yang akrab disapa Ibu Naf itu turut mengajak peserta menyampaikan simpatinya. Seorang praktisi kesehatan jiwa, mengatakan kepada Nafsiah di dalam forum tersebut, bahwa masyarakat Indonesia ternyata masih banyak orang yang peduli dan mau mendukung penderita gangguan jiwa, terbukti dengan kehadiran ribuan orang di HKJS 2014 ini. Menurut dia, normal atau tidaknya seseorang itu tergantung dari norma masyarakat itu sendiri, dengan kata lain seseorang disebut gila adalah akibat dari aturan yang dibuat masyarakat.

Sementara itu, keluarga dari penderita skizofrenia secara sukarela membagikan pengalamannya dalam merawat kakaknya yang menderita skizofrenia, dan ia pun telah bergabung dalam KPSI. Awalnya dia menyangka penyakit kakaknya itu akibat santet, atau hanya stres biasa. Tetapi atas dukungan keluarga yang terus mencari kesembuhan dan berusaha ikhlas, serta tidak perlu malu meski terkadang ada saja orang yang membicarakan miring. Akhirnya kakaknya tersebut  dapat kembali ke masyarakat bahkan hadir dalam kesempatan HKJS 2014 tersebut.

Oleh karena itulah dapat disimpulkan bahwa penderita skizofrenia tidak mungkin diterima kembali oleh masyarakat, jika tanpa dukungan keluarganya.

Edukasi Masyarakat Lewat Media

Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, Eka Viora mengatakan semua rangkaian hari kesehatan jiwa ini terselenggara atas kerjasama Direktur Jenderal Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, serta mitra swasta.

Dikatakan Eka Viora, dalam rangka mengedukasi masyarakat, Kemenkes sebelumnya telah mengadakan sejumlah acara seperti workshop, sampai kompetisi jurnalistik, mengingat peran media yang begitu besar, karena mampu menjangkau berbagai kalangan. Gagasan yang sama tentang peran media juga disampaikan sebelumnya oleh Menkes, Nafsiah Mboi.

Kemenkes juga telah melakukan beberapa bakti sosial di beberapa panti yang ada di Jakarta dan sekitarnya.  Selain itu, pada 27-29 November 2014 mendatang, akan diselenggarakan jambore dan pekan olah raga dan seni dari seluruh rumah sakit jiwa (RSJ) di Indonesia, dan tahun ini akan diadakan di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Sementara itu, President Director PT Johnson & Johnson, Mr. Vishnu Kalra menjelaskan pada kesempatan peringatan ke-10 Hari Kesehatan Jiwa  Sedunia 2014 itu, dunia berkomitmen untuk terus mendukung orang dengan skizofrenia.

“Kegiatan ini untuk mengingatkan kita semua bahwa ODS juga bisa hidup bahagia, aktif, dan produktif, mandiri, dan bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat, apabila mereka mendapat dukungan dari keluarga, masyarakat, komunitas, pengobatan dini, dan pengobatan yang tepat guna,” ucap Kalra dalam sambutannya.

Jika semua kebutuhan itu didapatkan penderita skizofrenia, bukan tidak mungkin ODS bisa kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat selayaknya orang normal, dan sekali lagi, hidup bahagia dan produktif. “Menurut saya, ini adalah tanggung jawab kita semua untuk membuat penderita bisa kembali hidup bermasyarakat,” Kalra menambahkan.  

Skizofrenia terjadi pada 1% populasi manusia, tidak ada perbedaan jumlah persentase penderita antara negara satu dengan yang lainnya di seluruh dunia. Sebanyak 10 persen penderita skizofrenia berakhir dengan bunuh diri. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 menunjukkan penderita gangguan jiwa berat di Indonesia ada 0,46%, dengan daerah terbanyak terdapat di DKI Jakarta, Aceh, Sumatera Barat, dan Jawa Barat.

 

Baca juga:

  •  
  • Skizofrenia Bukan Gila
  • Studi: Faktor Genetik Skizofrenia Beragam
  • Film Layar Jiwa: Peduli Penderita Masalah Kesehatan Jiwa
  • Awas Niat Bunuh Diri Pada Anak, Segera Atasi!

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home