Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 19:52 WIB | Jumat, 11 November 2016

Mendag Enggar Jelaskan Hubungan RI-AS, Trump hingga TPP

Mendag Enggar (ketiga dari kanan) saat konferensi pers di pressroom Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Jumat (11/11) siang. (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM -  Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menjelaskan sejumlah hal mengenai hubungan perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS hingga mengenai kesepakatan perdagangan bebas Trans-Pacific Partnership (TPP). Mendag Enggar memberikan penjelasan dalam konferensi pers di pressroom Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Jumat (11/11) siang.

Trump dan Hubungan Dagang dengan AS

Menurut Enggar,  antar negara dalam dunia dewasa ini selalu memiliki keterkaitan, tidak mungkin berdiri sendiri. Oleh karena itu, dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump, kata Enggar, ia berharap hubungan kerjasama yang telah terjalin akan terus berlangsung bahkan meningkat.

"Apalagi kalau kita lihat latar belakang dari Presiden AS adalah sebagai pengusaha, yang latar belakang saya juga sama sebagai pengusaha, sama-sama pula property, tentu kita berpikir berbagai hal dari kacamata ekonomi, dari kacamata usaha," kata Enggar.

"Jadi kita lebih banyak tentu melihat bagaimana perkembangan berikutnya, yang juga kita akan  tunggu adalah kabinet ekonominya. Siapa yang akan duduk di dalam menteri-menteri ekonomi mereka, di Amerika. Di situ akan juga lebih bisa kelihatan warnanya." kata Enggar.

Berkembangnya Proteksionisme

Terkait dengan kemungkinan AS akan menjadi negara proteksionistis di bawah Trump,  Enggar mengatakan, ekonomi global dewasa ini memang berkecenderungan untuk melakukan proteksi. "Jadi bukan hanya berlaku di Amerika tetapi siapapun, dan itu sangat sangat wajar, dan itulah yang kita akan hadapi di dalam perjalanan waktu ke depan," kata dia.

Enggar menunjuk contoh Republik Rakyat Tiongkok (RRT)  dengan pertumbuhan ekonomi yang turun, maka negara itu sudah melakukan berbagai langkah yang bisa terkesan sebagai langkah proteksionisme.

"Saya pun dihubungi oleh berbagai negara lain yang melihat bahwa kebijakan yang kami ambil itu juga kecenderungannya proteksionis. Sebenarnya dalam bahasa yang lebih baik lagi ini adalah bagaimana kita memanage market," kata dia.

"Posisi Indonesia atau posisi AS di kacamata Indonesia itu sebagai mitra dagang yang sangat besar sekali. Kita mengetahui total ekspor Indonesia US$ 16,2 miliar dan itu tentu besar sekali artinya. Namun,  sejak dari awal, sejak dari beberapa waktu yang lalu, Bapak Presiden (Joko Widodo) menyampaikan ada dua hal yang harus kami lakukan: mempertahankan pasar. Kedua, mencari alternatif produk-produk lain yang bisa diekspor."

Menurut Enggar, kebijakan ini bukan semata-mata  soal outward looking tapi juga inward looking dalam arti menjaga pasar dalam negeri.

"Jadi sekali lagi menjaga pasar domestik oleh semua negara termasuk Indonesia, itu sesuatu yang akan terjadi. Menghadapi persaingan, menghadapi kondisi yang seperti ini maka yang harus kita lakukan adalah kita harus lebih efisien, kita harus lebih kompetitif, baik dari sisi harga, sisi kualitas produk, dan berbagai hal yang lainnya. Yang kedua, dan dalam persaingan kita harus lebih cerdas apa saja," kata Enggar.

Trans Pacific Partnership (TPP)

Tentang pakta perdagangan Trans Pacific Partnership (TPP), Enggar mengakui banyak menerima pertanyaan. Apalagi Donald Trump dalam kampanyenya menyatakan tidak akan melanjutkan TPP. "Harus dicatat, sebenarnya Hillary Clinton pun dalam statementnya (menyatakan) akan merenegosiasi," kata Enggar.

Menurut Enggar, sampai saat ini pihak Kemendag memang sedang mempelajari hal ini.

"Tidak ada satu pun negara yang berani mengambil sikap mengenai TPP, bahkan AS sendiri. Jadi memang di dalam proses perjanjian-perjanjian yang seperti itu, itu memakan waktu dan negosiasinya sangat ketat," kata Enggar.

Menurut Enggar, Indonesia kemungkinan akan lebih fokus pada perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dibandingkan dengan TPP.

"Saya mengikuti perundingan  Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) itu, kebetulan beliau (Iman Pambagyo, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional) dipercaya oleh 16 negara untuk memimpin tim negosiasi, itu ketat sekali dan macam-macam warnanya. Poinnya adalah RCEP akan menjadi lebih strategis ke depan dengan kondisi TPP yang pasti akan minimal delayed (tertunda). Posisi kita, kita akan lihat, kita akan mengikuti secara intens perkembangan yang terjadi apa, bagaimana. Tetapi RCEP akan sesuai dengan jadwalnya tahun 2017.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home