Loading...
INSPIRASI
Penulis: Weinata Sairin 15:14 WIB | Sabtu, 16 Juli 2022

Menderita Karena Kristus, Tak Usah Malu

"Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat atau pengacau. Tetapi jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu." (1 Petrus 4:15-16)
Ilustrasi. Pixabay

SATUHARAPAN.COM - Penderitaan adalah bagian integral dari sejarah kehidupan umat manusia. Penderitaan dalam berbagai bentuk dan bobotnya senantiasa hadir mewarnai perjalanan kehidupan seorang manusia.

Bentuknya pun bermacam-macam, bisa dalam bentuk penyakit, kecelakaan, ketidakberuntungan, dan banyak lagi lainnya. Ada orang, yang dipengaruhi pandangan teologi tertentu, dapat dengan mudah dan simplisistis melihat penderitaan sebagai "akibat dosa”. Pola pikir ini bukanlah hal baru. 

Pada saat Tuhan Yesus bertemu dengan orang buta dalam perjalanan pelayanan-Nya, murid-murid yang masih memiliki skema berpikir seperti itu bertanya kepada Yesus, "siapa yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta?" Yesus yang memahami nuansa teologis pertanyaan itu sama sekali tidak memberi jawaban matematis dan definitif. Yesus menjawab dengan amat diplomatis saat itu, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” 

Yesus tentu amat piawai dalam merespons berbagai pertanyaan, apalagi sebuah pertanyaan yang patut diduga hanya untuk menjebak dan/atau 'mencobai' Yesus.

Ada beberapa kasus tatkala murid-murid bertanya kepadaYesus untuk mengetahui bagaimana sikap Yesus terhadap “burning issues” yang sedang menjadi wacana dalam masyarakat di zaman itu.

Dalam surat ini, Petrus dengan amat tegas memberi nasihat agar umat, yang berada di Asia Kecil sekitar tahun 64-66, jangan menderita sebagai pembunuh, pencuri, penjahat, atau pengacau. Kemungkinan besar dalam situasi politik yang tidak kondusif bagi umat kristiani di abad-abad pertama zaman itu, telah dikenal empat bentuk perbuatan kriminal sebagaimana disebut secara eksplisit dalam Surat 1 Petrus. Pada zaman itu, penistaan terhadap umat Kristen amat gencar. Fitnah dan pembunuhan karakter terjadi, bahkan umat Kristen dituduh telah membakar Kota Roma. Akibatnya, posisi umat mengalami keterguncangan hebat dalam masyarakat di zaman itu. 

Dalam konteks itu, Petrus memberikan penguatan pastoral agar umat jangan malu apabila mereka menderita karena kekristenan mereka. Jika hal itu terjadi, mereka justru harus memuliakan Allah dalam nama Kristus. 

Dalam pengalaman empirik, umat menderita bukan saja karena soal-soal sekuler, melainkan juga karena agama, karena kekristenan mereka. Mereka dihujat, dinista, dikriminalisasi, didiskriminasi, dihambat kariernya, tidak naik pangkat. Bahkan, pernah ada kasus seorang karyawan dibatalkan peng-angkatannya pada menit terakhir hanya karena ia beragama Kristen. 

Kondisi seperti ini terjadi di ibu kota negara dan merata di berbagai wilayah negeri ini. Rekrutmen pemimpin dan pegawai dengan basis primordial dan SARA acap kali menjadikan warga Gereja sebagai korban.

Gereja- gereja memiliki pengalaman yang amat banyak dan beragam dalam konteks itu. Utamanya Gereja-gereja yang berada diluar wilayah Indonesia Timur. Mereka dihujat, dipersekusi dan bentuk-bentuk aniaya yang lain.

Saudaraku, andai kita menderita dan mengalami sengsara karena kekristenan kita, tak usah malu tetapi haruslah kita memuliakan Allah dalam nama Kristus. Yesus Kristus telah lebih dulu meneguk anggur dari cawan penderitaan dan telah mengalami kemenangan dari kuasa maut.

Mari terus bersyukur dan memuliakan nama-Nya dalam kekinian sejarah tanpa takut dan gentar!

Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless Us.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home