Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:28 WIB | Selasa, 23 Oktober 2018

Mengenal Lebih Dekat Ubur-Ubur, Si Jeli Hidup yang Elegan

Ilustrasi. Phyllorhyza sp., atau Spotted Jelly, adalah ubur-ubur yang terlihat di perairan pantai Ancol. (Foto: lipi.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kemunculan ubur-ubur di pantai Ancol, Jakarta Utara beberapa waktu lalu, mengundang perhatian masyarakat.

Spesies laut ini mempunyai bentuk tubuh unik seperti jelly dan melayang-layang dalam arus air laut. “Kemunculan ubur-ubur di pantai Ancol sebetulnya adalah hal yang menarik untuk mempelajari kekayaan laut Indonesia,” kata peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arief Rachman, di Jakarta pada Sabtu (20/10) lalu.

Menurut Arief, ada sekitar 1.700 jenis ubur-ubur di dunia dengan ukuran tubuh mulai berdiameter 1 milimeter sampai 1,5 meter. “Ubur-ubur adalah salah satu spesies laut tertua yang sudah melayang-layang di lautan sejak 500 juta tahun lalu,” katanya.

Meski terlihat cantik, ubur-ubur punya sel penyengat yang berada di tentakel. “Ubur-ubur memiliki mekanisme pertahanan tubuh dan alat berburu makanan berupa nematocyst yang berbentuk busur panah dengan ukuran sangat kecil,” katanya.

Menurut Arief, sel penyengat ini aktif dengan sentuhan dan tetap aktif meski ubur-ubur sudah mati. “Jangan menyentuh ubur-ubur yang mati. Jika melihat ubur-ubur laporkan ke penjaga pantai untuk ditangani lebih lanjut.”

Ubur-ubur di Perairan Ancol

Sejauh ini dari temuan sementara LIPI, ada dua jenis ubur-ubur yang terlihat di perairan pantai Ancol. Kedua jenis itu adalah Phyllorhyza sp., atau spotted jelly dan Catostylus sp., atau jelly blubber. “Dua jenis ini masuk kategori mild stinger dengan efek sengatan lemah dan umumnya tidak menimbulkan efek samping selain kulit merah dan gatal,” kata Arief.

Selain dua jenis tersebut, Arief menyebut masih ada dua jenis ubur-ubur lain yang berada di Teluk Jakarta, yakni Aurelia aurita (moon jellyfish) dan Chrysaora sp (sea nettle).

Menurut Arief, Aurelia aurita, memiliki efek sengatan ringan sementara Chrysaora tergolong high stinger, yang memilki efek sengatan sangat menyakitkan, diikuti sensasi seperti terbakar, bengkak dan merah pada bagian yang tersengat.

“Kedua jenis tersebut keberadaannya masih jauh di luar tembok pemecah ombak Ancol namun masyarakat harus waspada. Pada kasus langka, jika seseorang memiliki alergi berat atau hipersensivitas terhadap racun dari ubur-ubur, sengatannya berpotensi menyebabkan kram, sesak napas, atau kehilangan kesadaran,” kata Arief.

Pihaknya, sampai saat ini masih melakukan analisis untuk mengetahui kemunculan ubur-ubur di pantai Ancol. “Analisis masih terus dilakukan dengan melihat simulasi dari sampel dengan citra satelit pergerakan arus di laut Jawa dari NASA dan NOAA agar hasilnya valid,” kata  Arief.

Pertolongan Pertama

Terkait penanganan sengatan ubur-ubur, Tri Maharani, dokter spesialis biomedik, mengungkapkan prosedur penting yang harus diketahui dalam penanganan sengatan ubur-ubur, “Sengatan hewan akan menimbulkan inflamasi atau peradangan karena ada proses masuknya protein asing ke tubuh."

Tri mengatakan, pemberian cuka adalah langkah penting penanganan awal. “Tuangkan cuka makan yang sudah diencerkan dengan air pada area tersengat, dan biarkan selama 30 detik," kata Tri. Setelah itu, kata dia, baru lepaskan tentakel yang menempel pada kulit lalu segera bawa ke instalasi darurat.

Menurut Tri, kesalahan penanganan menimbulkan akibat yang lebih fatal. Ia meminta masyarakat agar tidak  bertindak sembrono. "Jangan cuci dengan air tawar, jangan berikan salep, jangan digosok dengan tanah atau batu, dan jangan tuangkan alkohol atau urin,” katanya. (lipi.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home