Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 13:01 WIB | Senin, 23 Januari 2017

Menkominfo: Pajak Google Belum Selesai

Ilustrasi. Kantor Google. (Foto: theunlockr.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengatakan kerja sama Pemerintah Indonesia dengan perusahaan multinasional Amerika Serikat, Google Inc berjalan dengan baik.

Rudiantara mengaku, Google kooperatif terhadap pengembangan startup lokal asal Indonesia. Namun terkait masalah perpajakan, Google belum menyelesaikannya.

“Kalau yang untuk aplikasi pengembangan startup itu sih kooperatif. Pajak kan belum selesai itu saja,” kata Rudiantara kepada satuharapan.com di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, hari Senin (23/1).

Menkominfo meminta agar persoalan mengenai pajak Google ditanyakan langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani supaya mendapatkan informasi lebih jelas dan lengkap.

“Pajak Google tanya sama menteri keuanganlah,” katanya.

Persoalan Etika

Sementara itu sebelumnya Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, menegaskan masalah pajak Google adalah persoalan keadilan dan etika karena pengenaan pajak penghasilan sangat lazim dilakukan dalam kegiatan bisnis.

"Ini persoalan keadilan dan etika. Jadi, dalam berbisnis di dunia ini dikenal aturan etika. Entitas dari luar negeri yang berbisnis di negara lain kalau hanya ingin peroleh penghasilan tanpa bayar pajak, kan tidak etis," kata Haniv di Jakarta, seperti dikutip dari Antara hari Kamis (19/1).

Haniv memastikan Pemerintah berhak memungut pajak dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Google di Indonesia meski perusahaan teknologi informasi asal AS itu mengaku tidak memiliki kantor cabang secara resmi di Nusantara.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa Pemerintah tidak akan berhenti melakukan upaya ekstra agar Google mau melaksanakan kewajiban perpajakan di Indonesia, apalagi seluruh dunia saat ini sedang berupaya melakukan pemeriksaan pajak terhadap Google.

"Kita pakai prinsip keadilan. Bahwa kalau suatu entitas memperoleh penghasilan sangat besar dari Indonesia, tanpa ada pembayaran pajak sedikit pun, tanpa ada bentuk usaha tetap (BUT), ya, tidak adil," ujar Haniv.

Haniv mengatakan bahwa saat ini DJP belum menentukan besaran pajak dari Google karena sedang menunggu file elektronik berupa data pendukung penghasilan yang diperoleh perusahaan tersebut, terutama dari iklan.

"Kita tetap tunggu data. Yang jelas kita tidak bisa paksakan. Ada banyak data yang kita minta, mereka sudah menyanggupi. Kita tinggal menanti janji karena mereka bilang mendapatkan penghasilan sekian miliar dolar," ujarnya.

Ia juga memastikan agenda pertemuan untuk klarifikasi data tersebut antara Direktur Jenderal Pajak dan perwakilan Google yang direncanakan pada hari ini , ditunda dan sedang dijadwalkan ulang.

"Dirjen ingin tahu secara jelas apa masalahnya karena data terlalu lama diberikan. Kita akan lakukan pemanggilan sekali lagi terhadap Google, dan tim yang datang harus lengkap. Ini bukan pemeriksaan," katanya.

Haniv mengharapkan adanya kejelasan segera dari Google karena persoalan pajak terhadap bisnis dagang maupun iklan melalui jaringan (online) sedang menjadi perhatian dunia meski diakui prosesnya tidak bisa berlangsung dengan cepat.

DJP mempertanyakan keengganan Google yang tidak mau ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), padahal perusahaan teknologi informasi asal AS ini memiliki server pendukung yang beroperasi di Indonesia.

"Mereka ini punya server di Indonesia. Itu merupakan bukti fisik, karena definisi BUT mengharuskan adanya kehadiran fisik. Kita masih menggunakan ketentuan yang lama terkait hal itu," kata Haniv.

Menurut catatan DJP, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte Ltd. di Singapura.

Dengan demikian, menurut Pasal 2 Ayat (5) Huruf N Undang-Undang Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak penghasilan.

Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, padahal pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home