Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 19:12 WIB | Rabu, 16 Agustus 2017

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Yang dijunjung itu kepentingan bersama, kepentingan negara, kepentingan Indonesia.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Pekik ”Merdeka! Merdeka! Merdeka!” sedang bergaung di setiap sudut Bumi Pertiwi. Kata merdeka menjadi tradisi saban Agustus tiba. Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir sejak momentum Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tahun ini Indonesia memasuki usia 72 tahun, boleh dikategorikan adiyuswa kalau itu manusia. Sebagaimana ilmu padi, makin tua makin berisi, bilakah Ibu kita kian berisi hari demi hari?

Indonesia merdeka menurut definisi terpenuhinya 4 unsur terbentuknya negara: memiliki wilayah, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan berdaulat, diakui negara lain. Plus satu lagi: bebas dari penjajahan bangsa asing. Setelah merdeka, ngapain?

PR besar bangsa kita pada awal kemerdekaan adalah menegakkan harga diri bangsa di hadapan eks penjajah yang masih tidak terima Indonesia berdikari. Next, setelah situasi aman terkendali, bangsa kita giat membangun. Bersolek secara fisik dan mental, itulah yang masih kita kerjakan sampai sekarang.

Sayangnya, masing-masing kepala penduduk negeri ini memaknai kemerdekaan dengan caranya sendiri. Demokrasi yang kita hirup ini memang mengizinkan adanya perbedaan pendapat, termasuk cara melihat kemerdekaan.  Ada yang dapat menggali makna filosofis, ada yang memahami definisi praktis, ada yang semau-maunya memaknai kemerdekaan. Celakalah yang paling akhir itu.

Mentang-mentang sudah merdeka, lalu semena-mena bertindak di muka umum? Apa saja contohnya? Banyak! Buang sampah sembarangan, merusak fasilitas umum, ugal-ugalan di jalan raya, main hakim sendiri, mengungkit isu sara di hadapan publik, korupsi kecil-kecilan, menciptakan polutan, memprovokasi masyarakat, menyalahgunakan kewenangan.

Itu sih bukan merdeka namanya. Itu egois. Merdeka bukan bebas tanpa syarat. Merdeka ada aturan mainnya. Para founding fathers telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi ”bintang timur” Indonesia. Dalam Pancasila tidak ada yang diistimewakan, tidak ada yang dikhususkan apalagi diizinkan bertindak egois. Pancasila untuk semua, begitu pun NKRI milik bersama.

Tidak semua orang punya niat buruk merusak kesatuan bangsa, tetapi yang seperti itu tetap saja membahayakan. Demokrasi penting, tetapi kesatuan bangsa dan kedaulatan negara mestinya yang jadi prioritas. Yang dijunjung itu kepentingan bersama, kepentingan negara, kepentingan Indonesia.  

Sudahkah kita bertindak selaras dengan visi Negara Indonesia? Jangan sampai kita berkoar-koar  “Merdeka! Merdeka! Merdeka!”, tetapi kita tidak masih mementingkan ego pribadi. Itu membuat sakit hati Bung Karno yang pernah menegaskan: ”Kita hendak mendirikan suatu Negara buat semua. Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik semua.”

So, mari jaga Ibu Pertiwi biar merdekanya tetap lestari.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home