Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 12:08 WIB | Jumat, 05 Agustus 2016

Mesir Akan Dirikan Akademi Latih Pengkotbah di Masjid

Imam Besar Al-Azhar, lembaga tertinggi Islam Sunni di Mesir, Sheikh Ahmed Al-Tayeb, dan Menteri Wakaf dan Agama Mesir, Mohamed Mokhtar Gomaa. (Foto: dok)

KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Mesir akan mendirikan akademi yang khusus untuk melatih ulama yang bertkhotbah pada hari Jumat di masjid. Kemungkinan hanya lulusan dari akademi itu yang diizinkan untuk kotbah Jumat.

Pada hari Rabu (3/8), seperti dilaporkan media Mesir, Al Ahram, para ulama Muslim tingkat tinggi di Mesir menyepakati untuk mendirikan sebuah akademi khusus yang melatih pengkhotbah. Hal ini sebagai bagian kampanye pemerintah melawan ekstremisme agama.

Kesepakatan itu tampaknya sebagai kompromi atas rencana pemerintah yang membakukan isi kotbah Jumat di masjid dengan mewajibkan pengkhotbah menggunakan naskah yang disediakan. Hal ini telah menimbulkan perdebatan di Mesir.

Keputusan menirikan lembaga keagamaan baru diambil dalam pertemuan antara Imam Al-Azhar Mesir dan Menteri Wakaf dan Agama, Mohamed Mokhtar Gomaa, serta sejumlah ulama mesir. Mereka membahas cara "memperbaharui wacana keagamaan" yang berulang kali disebut oleh Presiden Mesir, Abdel-Fattah El-Sisi.

Pada hari itu, juga ada pembicaraan antara El-Sisi dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed El-Tayeb.

Jalan Tengah Mengatasi Radikalisme

Sebelumnya, keputusan yang dikeluarkan Kementerian Wakaf dan Agama menuntut ulama untuk membaca naskah pada khotbah Jumat sebagai upaya mencegah penyebaran gagasan radikal dalam agama. Keputusan itu menjadi sumber perdebatan antara kementerian itu dan Al-Azhar, dua lembaga keagamaan tertinggi di negara itu.

Al-Azhar, yang di bawah konstitusi Mesir bertanggung jawab dalam bidang dawah dan khotbah, menentang keputusan tersebut. Alasannya, hal itu akan menghambat pengembangan wacana keagamaan dan membuat dangkal pemikiran tentang agama.

Beberapa intelektual di Al-Azhar mengatakan bahwa keputusan tersebut berada di luar yurisdiksi Kementerian Wakaf dan Agama, yang hanya bertanggung jawab untuk mengelola masjid dan pusat Islam.

Pertemuan pada hari Rabu tampaknya membantu mencapai jalan tengah. Dan para ulama sepakat  membentuk sebuah akademi untuk dakwah, satu-satunya yang lulusan akan berwenang untuk berkhotbah, menjadi imam atau memberikan fatwa.

Akademi baru itu akan memberikan pelatihan untuk meningkatkan "kompetensi" ulama, kata para pejabat.

Mencegah Radikalisme di Masjid

Mohy El-Din Afify, Kepala Akademi Riset Islam, Al-Azhar, yang juga menghadiri pertemuan hari Rabu itu, menyarankan bahwa mengikuti standar terbaru dalam khotbah Jumat tidak diwajibkan.

"Opini Al-Azhar adalah fundamental, namun tidak dengan mengorbankan (Kementerian Wakaf dan Agama) atau Dar Al-Ifta (lembaga yang mengeluarkan fatwa agama)," kata Afify dalam komentar televisi pada hari Kamis.

"Negosiasi kini dilakukan untuk mencapai visi dan tujuan yang sesuai dengan mereka yang bekerja di bidang dakwah dan wacana agama," tambahnya.

Kementerian Wakaf dan Agama sejak 2014 telah menetapkan topik untuk khotbah mingguan disampaikan pada shalat Jumat di seluruh negeri, tapi keputusan baru-baru mewajibkan isi khotbah sesuai naskah yang disediakan. Hal itu dinilai membatasi pengkhotbah pada lebih dari 100.000 masjid di Mesir, karena membaca teks yang sama.

Hal tersebut bagian dari upaya pemerintah untuk mengakhiri penggunaan masjid untuk kepentingan politik dan untuk menanamkan "pandangan ekstremis," yang disebarkan oleh pengkhotbah yang mendukung kelompok Ikhwanul Muslimin sekarang dilarang dan dinilai bersekutu dengan kelompok ultrakonservatif.

El-Sisi berkali-kali mempersalahkan "wacana keagamaan yang usang" yang menghambat reformasi Mesir dan menyerukan dilakukan reformasi. Dia mengatakan bahwa pemikiran radikal telah menjadi sumber kehancuran di seluruh dunia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home