Mesir Siapkan UU Permudah Pendirian Gereja
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Mesir sedang menyiapkan rancangan undang undang yang sudah lama ditunggu umat kristen terkait kecepatan pengeluaran izin dan kemudahan lain dalam mendirikan gedung gereja.
Umat kristen Mesir diperkirakan sekitar 10 persen dari 90 juta populasi telah lama berjuang untuk mendapatkan izin resmi mendirikan gedung gereja, yang selama ini prosesnya sangat lama hingga bertahun-tahun.
Gereja Koptik Mesir berharap undang undang baru ini nantinya mampu menghilangkan diskriminasi pendirian rumah ibadah Muslim dan Kristen.
Dalam draft RUU yang diperoleh kantor berita Al-Ahram Arab pada hari Kamis (11/8), disebutkan bahwa pemerintah menjamin proses pengajuan izin mendirikan gereja-gereja baru atau merenovasi gereja maksimum selama empat bulan dari tanggal pengajuan.
Rancangan UU itu juga akan mempertimbangkan "gedung gereja apapun akan diberi izin".
Menurut seorang pendeta kristen Mesir, hampir setengah dari gereja-gereja di Mesir tidak memiliki izin mendirikan bangunan karena syarat sulit dipenuhi. Menurut statistik resmi tahun 2011, di Mesir terdapat 2.869 gereja dan lebih dari 108.000 masjid.
Undang Undang baru ini termasuk mewajibkan ukuran luas gedung gereja 'harus sebanding dengan jumlah umat Kristen di lingkungannya.
Paus Tawadros II dari Gereja Koptik Ortodoks mengatakan bahwa pemerintah terus menerus memberlakukan peraturan yang berlaku sejak 1934 yang pada praktiknya "melumpuhkan" pembangunan gedung gereja. Dia berharap peraturan baru akan merampingkan proses dan memangkas birokrasi.
Menteri Mesir urusan parlemen mengatakan kabinet akan membahas RUU tersebut minggu depan kemudian mengirimkannya ke Dewan Negara, sebuah badan penasehat hukum, untuk diperiksa. kemudian akan dirujuk ke parlemen untuk persetujuan akhir.
Puluhan gereja dibakar selama kekacauan politik tahun 2013 saat presiden Islamis Mohamed Morsi digulingkan. Gereja-gereja yang dirusak itu kini sedang direnovasi oleh angkatan bersenjata Mesir.
Beberapa pekan terakhir, serangkaian insiden sektarian mematikan terjadi di beberapa provinsi selatan Mesir, terutama di Gubernuran Minya, yang komunitas kristennya paling besar.
Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah laporan 2015 kebebasan beragama internasional, dirilis hari Rabu (10/8), mencatat bahwa orang kristen Mesir dan minoritas agama lainnya masih menghadapi tantangan besar, termasuk kekerasan sektarian dan ketegangan.
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...