Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 13:51 WIB | Kamis, 13 November 2014

Museum Pusaka Nias Berjuang Pelihara Budaya Lokal

Museum Pusaka Nias Berjuang Pelihara Budaya Lokal
Artefak megalitik langsung menyambut tamu begitu tiba di Museum Pusaka Nias di Gunungsitoli. (Foto-foto: Bayu Probo)
Museum Pusaka Nias Berjuang Pelihara Budaya Lokal
Omo Zebua, salah satu rumah adat Nias.
Museum Pusaka Nias Berjuang Pelihara Budaya Lokal
Pemandangan laut dari Museum Pusaka Nias.
Museum Pusaka Nias Berjuang Pelihara Budaya Lokal
Kancil adalah salah satu peliharaan di Kebun Binatang Mini Museum Pusaka Nias.

GUNUNGSITOLI, SATUHARAPAN.COM – Dengan pengeluaran Rp 150 juta/bulan dan pemasukan Rp 60 juta/bulan, Museum Pusaka Nias berjuang menjadi Cagar Budaya Nias.

Museum yang terletak di Jl Yos Sudarso 34 A, dekat pelabuhan Gunungsitoli itu, pada Rabu (12/11), berumur 19 tahun. Museum itu tidak hanya menyimpan artefak kuno, tetapi juga terdapat taman rekreasi dan tempat mandi di pinggir laut.

Ada juga kebun binatang mini yang memelihara binatang-binatang yang terdapat di Nias. Misalnya, kancil (disebut laosi dalam bahasa setempat), kelelawar (bögi), biawak (boroe), dan kura-kura (bo’ole). Sebagai cagar budaya, museum itu juga memelihara konstruksi rumah-rumah adat khas Nias.

Selain itu, museum itu juga membudidayakan obat tradisional. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, mengadakan lokakarya pengobatan tradisional. Museum juga mengadakan ekskavasi pertama di Pulau Nias di Tögi Ndrawa dan menjadi mitra Balai Arkeologi Medan. Museum Pusaka Nias melakukan rehabilitasi situs-situs megalitik. Dan, memelihara musik-musik tradisional dengan merekam lagu-lagu Hoho (lagu rakyat).

Museum itu didirikan oleh Pastor John M Hämmerle OFMCap, tetapi tidak didanai oleh gereja—khususnya Gereja Katolik Keusukupan Sibolga. Dana diperoleh dari donatur-donatur, misalnya melalui seorang ibu dari Jerman, yang memberi warisan melalui Ordo Kapusin. Selain itu ada bantuan dari Pemerintah Jerman, Rp 75 juta untuk tahun 2013, yang cair pada 2014 ini. Pastor John menghitung pemasukan kira-kira Rp 60 juta per bulan.

Dalam lokakarya di Museum pada Rabu—dihadiri Wali Kota Gunungsitoli Martinus Lase, Bupati Nias Utara Edward Zega, Bupati Nias Barat Adrianus Aroziduhu Gulo, Bupati Nias Sökhi'atulö Laoli, anggota DPR dari PDIP Marinus Gea, politikus PDIP Firman Jaya Daeli, dan staf khusus KSAD Christian Zebua—pastor John mendorong supaya museum itu dicarikan jalan keluar untuk memperoleh dana untuk mendukung operasional yang sebesar Rp 150 juta per bulan. Para pejabat tersebut membentuk forum kepala daerah (Forkada) Nias yang perannya mendorong bangkitnya kembali budaya Nias di antara masyarakat Nias. Selain itu, juga mengusahakan supaya Museum Pusaka Nias mendapat dukungan dana.

Jadi Destinasi Wisata Setelah Bali

Pada pertengahan Juni lalu, Kementerian Pariwisata menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pengembangan pariwisata. Dalam MoU tersebut ditekankan  kerja sama sinergis di bidang kepariwisataan yang terintegrasi antarkabupaten dan kota di Kepulauan Nias. Juga, kerja sama pembangunan kepariwisataan meliputi aspek perencanaan, destinasi, daya tarik wisata, pengembangan sumber daya manusia dan promosi pariwisata Kepulauan Nias.

Kerja sama pembangunan kepariwisataan Kepulauan Nias secara teknis dituangkan dalam rencana aksi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari nota kesepahaman yang dalam pelaksanaannya difasilitasi Forkada Kepulauan Nias. Dalam MoU tersebut juga mendorong Kepulauan Nias menjadi kawasan strategis pariwisata nasional dan tumbuhnya destinasi tujuan wisata nasional.

Forkada juga mendorong terlaksananya penyelenggaraan agenda internasional dan agenda lokal secara periodik di Kepulauan Nias yang dimulai pada 2015.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home