Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 11:13 WIB | Jumat, 30 Maret 2018

Musrary #10: Senandung Sombanusa untuk Petani Kulonprogo

Penampilan Bimbim Sombanusa dalam Musrary#10 di Rumah IVAA Kota Yogyakarta, Kamis (29/3) malam. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Musrary, sebuah program rintisan IVAA sejak Maret 2017 yang mewadahi pertemuan pegiat musisi, setiap event menampilkan satu musisi baik group atau solois dalam menampilkan komposisinya selama satu jam di Rumah IVAA. Acara yang menempati ruang perpustakaan dan ambitheater IVAA dikemas dalam presentasi karya serta bincang-bincang dengan musisi terlibat.

Dalam perhelatannya yang kesepuluh menampilkan project musik Sombanusa dari musisi solo Asy'ari yang biasa dipanggil Bimbim. Musisi yang mengawali kariernya dengan jenis musik hip-hop, Kamis (29/3) malam tampil di Musrary#10 membawakan lima lagu dalam iringan gitar. Keseluruhan lagu bergenre blues ballad.

Mengawali penampilan, Bimbim membawakan lagu berjudul Menyulam Renjana dilanjutkan Hikayat Nelayan. Dua lagu dalam tempo yang agak lambat sebagaimana lirik lagu yang lebih banyak dalam komposisi bertutur seperti lirik lagu pertama: kita panik, bingung, lupa cara berdoa.

"Saya lahir di Ambon dan besar di Pulau Buru. Hari-hari ini di Pulau Buru seolah telah terjadi pergeseran budaya. Entah anak muda, entah orang tua sudah mengikuti trend yang ada. Adat-budaya perlahan-lahan dilupakan. Misalnya, orang tua di sana malu ketika mengakui saya adalah nelayan. Dulu memancing dengan suka-cita, dengan kebahagiaan, tanpa ada beban karena hasilnya untuk makan (dan aktivitas tersebut adalah untuk melanjutkan hidup)." kata Bimbim saat memberikan penjelasan tentang lagu Hikayat Nelayan.

Lagu ketiga dengan lirik lagu yang diciptakan oleh kawannya, Bimbim membuat komposisi yang cukup dinamis dengan petikan gitar khas lagu-lagu blues balad. Jika pada dua lagu pertama di kalangan aktivis pergerakan akan dibawa pada warna-warna lagu yang kerap dimainkan oleh Sisir Tanah ataupun Iksan Scooter, pada lagu ketiga yang cukup riang mengingatkan pada lagu-lagu dari kelompok musik Kepal (Yogyakarta) ataupun Marjinal (Jakarta). Bedanya Bimbim membawakan lagunya secara solo gitar serta cengkok-lengkingan suara khasnya.

Bimbim menjadi salah satu dari sekian relawan yang turut memberikan dukungan pada perjuangan masyarakat sekitar rencana tapak Bandara Internasional Yogyakarta (New Yogyakarta International Airport) yang digusur dari rumah-tanahnya. Lagu keempat berjudul "Gadis dan Telaga" didedikasikan Bimbim untuk perjuangan kaum petani di Temon, Kulonprogo yang tergusur dari rumah dan lahan pertaniannya karena digunakan untuk pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (New Yogyakarta International Airport). 

Hingga saat ini pengembangan kawasan industri terpadu meliputi rencana penambangan dan pembangunan pabrik pengolahan biji besi dan pembangunan bandara internasional, serta beroperasinya pelabuhan Tanjung Adikarta  di Kecamatan Temon, Panjatan dan sekitarnya masih menyisakan permasalahan dan sengketa dengan masyarakat setempat.

Selama perhelatan Musrary#10 di Rumah IVAA Jalan Ireda, Gang Hiperkes 188 A-B Dipowinatan Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Kamis (29/3) malam, diselingi dengan bincang-bincang seputar karya Sombanusa, voluntary yang dilakukan Sombanusa di Kulonprogo, serta perjumpaan dengan banyak aktivis pergerakan diantaranya Andre Anti-Tank, Sisir Tanah, dan lain-lain yang sedikit banyak memberikan inspirasi pada karya-karya perlawanan Sombanusa.

 

BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home