Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 23:15 WIB | Kamis, 16 November 2017

Ngayogjazz 2017, Wani Ngejazz Luhur Wekasane


Jumpa pers Ngayogjazz 2017 di Innside hotel, Kamis (16/11) menghadirkan (dari kiri-kanan) Direktur IFI-LIP. (Foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dukuh Kledokan Desa Selomartani, Kalasan-Sleman menjadi tempat perhelatan Ngayogjazz 2017. Sebanyak 25 musisi/grup musik serta 10 komunitas/club jazz dari berbagai kota akan meramaikan lima panggung musik dimainkan secara serentak pada Sabtu (18/11).

Dengan mengangkat tema Wani Ngejazz Luhur Wekasane mengadopsi paribasan Wani Ngalah Luhur Wekasane, pada gelaran Ngayogjazz kali ini mencoba menyentil mereka yang saat ini lebih mengedepankan ego-nya untuk menang sendiri dengan segala cara apapun demi keuntungan dan tujuan pribadi atau kelompoknya.

Lima panggung tersebut adalah Doorstoot, Gerilya, Markas, Serbu, dan  Merdeka. Kelima panggung tersebut menjadi salah satu representasi Kledokan pada masa lalu menjadi salah satu area perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebuah monumen Taruna Plataran menjadi saksi dan penanda bagi sebuah pertempurn pada agresi militer kedua.

Dalam jumpa pers yang diselenggarakan di Innside hotel, Kamis (16/11) menghadirkan nara sumber Bambang Paningron (salah satu inisiator Ngayogjazz), sutradara Garin Nugroho, kepala dukuh Kledokan, serta direktur IFI-LIP.

Dalam penjelasannya Kepala Dukus Kledokan menyebutkan 3-G menjadi penyemangat warga dalam membangun kampungnya. Ketiga G tersebut adalah guyub, greget, gayeng menjadi salah satu pertimbangan Kledokan dijadikan tempat penyelenggaraan Ngayogjazz 2017.

Jika pada Ngayogjazz tahun lalu dalam perupa Agung Leak menekankan bahwa pentingnya peran ruang publik bagi masyarakat dimana saat ini Yogyakarta seolah lapar ruang publik dan menjadi perebutan. Garin Nugroho menyoroti bahwa kota perlu vaksin ruang-ruang produktif-kreatif untuk melawan konsumerisme (dalam bentuk) mall dimana-mana, minimnya ruang publik, maupun kurangnya "ruang manggung" bagi seniman-pelaku seni-masyarakat.

Pada Ngayogjazz 2017 ada beberapa hal baru yang ditawarkan: musisi muda, beragam eksperimen musik, serta mengakomodasi musik blues sebagai salah satu saudara dekat jazz pada beberapa panggung. 

Mantra Disi sebuah eksperimen tembang macapat dengan aransemen musik modern, JatiRaga yang menggabungkan musik modern dalam berbagai genre dengan instrumen-lirik tradisi, grup blues Brightsize Trio yang diwarnai dengan drummer ballad-gitaris blues-bassist jazz, ataupun JB Blues dengan permainan instrumen tiup dalam aliran blues yang sangat jazzy, ataupun grup musik Remi Panossian Trio (Prancis), serta beragam musik dan seni pertunjukan lainnya yang seolah membawa semangat Wani Ngejazz Luhur Wekasane itu sendiri. Dengan beragam konten, Ngayogjazz 2017 layak dihadiri oleh penikmat musik.

"Jazz itu bukan sekedar bermain (musik) di panggung, tapi sebagai sebuah kehidupan. (Dengan penyelenggaraan Ngayogjazz yang selalu dihelat di desa-desa) di situlah kita (bisa) belajar tentang kearifan lokal dari desa: guyub, greget, gayeng." kata salah satu penggagas Djaduk Ferianto saat jumpa pers.

 

BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home