Loading...
RELIGI
Penulis: Melki Pangaribuan 15:43 WIB | Selasa, 11 Februari 2020

NU ke-94: Ngaji Kitab Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamah

NU ke-94: Ngaji Kitab Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamah
Dua ribu santri, pengasuh Pondok Pesantren Modern Nurul Huda, pengurus PCNU Bekasi, Pagarnusa, dan LBM PWNU DKI Jakarta mengikuti Pengajian dan Khataman kitab “Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah” karya Hadratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada hari Sabtu, 8 Februari 2020 dalam rangka Hari Lahir Nahdlatul Ulama Ke-94. (Foto: Dok. PWNU DKI Jakarta)
NU ke-94: Ngaji Kitab Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamah

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pondok Pesantren Modern Nurul Huda Setu Bekasi menyelenggarakan Pengajian dan Khataman kitab “Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah” karya Hadratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada hari Sabtu, 8 Februari 2020 dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-94 Nahdlatul Ulama.

Hadir dalam kegiatan ini KH Mukti Ali Qusyairi, MA. yang didapuk sebagai pembaca kitab tersebut. Kegiatan yang berlangsung selama 11 jam ini, dari pukul 09.30-22.30, dihadiri lebih dari dua ribu santri, pengasuh Pondok Pesantren Modern Nurul Huda, pengurus PCNU Bekasi, Pagarnusa, dan LBM PWNU DKI Jakarta.

Dalam keterangan tertulis kepada satuharapan.com, hari Selasa (11/2), KH Atok Romli Musthafa, pengasuh Pesantren Nurul Huda, menyatakan bahwa tujuan diadakannya pengajian kitab ini untuk mengisi HUT ke-94 NU, menumbuhkan kecintaan para santri dan masyarakat Muslim secara umum kepada literasi, mengenalkan kitab karya pendiri NU, dan mensosialisasikan paham Ahlissunnah Wal Jama’ah langsung dari kitab pendiri NU sebagai ulama gara depan Ahlissunnah Wal Jama’ah.

“Cara membaca kitab dengan makna berbaris diterjemah kata-perkata dan diberi penjelasan jika ada keterangan yang penting sampai khatam seharian, selama 11 jam diselangi shalat, istirahat, dan makan siang, sedangkan waktu efektif digunakan untuk mengaji selama 8 jam, masih jarang atau bahkan langka.

Boleh dikatakan bahwa pengajian kitab seharian khatam ini merupakan acara yang spektakuler. Pengampu kitab, yaitu KH Mukti Ali Qusyairi (Ketua LBM PWNU DKI Jakarta) dan para peserta pengajian bersemangat dari awal hingga selesai pengajian,” kata KH Atok Romli Musthafa.

Sementara itu KH Mukti Ali Qusyairi sebagai pengampu kitab menyatakan bahwa, transmisi (sanad) keilmuan dirinya nyambung ke Hadratus Sykeh KH Hasyim Asy’ari (biasa dipanggil Mbah Hasyim) dari beberapa jalur, yaitu dirinya sebagai alumni Pesantren Lirboyo Kediri yang didirikan oleh Mbah Manap atau dikenal dengan nama KH Abdul Karim salah satu sahabat Hadratus Syekh sewaktu bersama-sama mesantren di Pesantren Syaechona Cholil Bangkalan Madura.

Ia juga murid dari KH Rosichun Zakariya (Magelang) dan KH Ali Musthafa (Nganjuk) yang notabene murid KH Muhammad Ishom Adzhiq pengasuh Pesantren Tebuireng dan cucu Mbah Hasyim yang berjasa mengumpulkan, menulis ulang dan mengedit (tahqiq) sehingga karya Mbah Hasyim dapat dibaca oleh para pembaca budiman.

Di dalam kata pengantar kitab, KH Muhammad Isham Hadziq selaku muhaqqiq (penyunting) kitab Mhab Hasyim, pengatakan bahwa, kitab ini sangat dibutuhkan dan oleh umat Islam pada pengokohkan akidah dan bergabung/kumpul dengan al-firqah al-najiyah (golongan yang selamat) yaitu golongan Ahlisunnah Wal Jama’ah.

Karya ulama yang memiliki kapasitas ilmu yang mendalam, alim, dan kompeten, sekaliber Mbah Hasyim harus dicetak dan dibaca serta diambil padangan-pandangannya oleh umat Islam, agar umat Islam tidak mengambil fatwa dan pendapat seseorang yang tidak memiliki kapasitas keilmuan yang memadai.

Kitab “Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah” menjelaskan tentang sunnah dan bid’ah, pentingnya berpegang teguh pada golongan Ahlisunnah Wal Jama’ah, keharusan bagi umat Islam awam untuk bermadzhab dan mengambil padangan ulama salaf as-shalih, penjelasan perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan dan golongan yang selamat adalah golongan Ahlisunnah Wal Jama’ah, tentang kematian dan ziarah kubur, tanda-tanda kiamat, dan nasihat-nasihat yang baik.

Mbah Hasyim menjelaskan bahwa umat Islam di tanah Nusantara sejak dulu mayoritas bermadzhab as-Syafi’i, dalam masalah tauhid mengikuti madzhab al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam Al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadziliy. Lalu Mbah Hasyim menjelaskan bahwa ada dua golongan, yaitu golongan salafiyyun (Salafisme) dan golongan Wahabi.

Salafiyyun adalah golongan yang berpegang pada madzhab tertentu atau bermadzhab, perpegang pada rujukan kitab kuning karya ulama salaf as-shalih yang mu’tabarah (diakui dan gredibel), cinta dan tabarukan (mengambil keberkahan) terhadap Ahlul Bait Nabi, para shahabat, para wali, dan orang-orang shalih, ziarah kubur, mentalqin mayit, sedekah dan doa yang pahalanya untuk orang yang sudah wafat, tawashul, dan meyakini adanya syafa’at dan ini adalah karakter Nahdhiyyin.

Sedangkan muncul golongan belakangan, yaitu pengikut Muhammad bin Abdul Wahab. Disebut golongan Wahabi. Golongan inilah yang sejatinya ahli bid’ah. Sebab mereka mengharamkan sesuatu yang telah disepakati kesunahannya oleh ulama dan umat Islam, seperti ziarah kubur Nabi, mengharamkan taqlid (mengikut) pendapat ulama salaf as-shalih dengan alasan bahwa ulama tidak ma’shum (terjaga dan bersih dari dosa), melakukan kerusakan yang diatasnamakan amar ma’ruf nahi munkar dan mempermainkan agama, menjatuhkan permusuhan dan perpecahan serta ujaran kebencian.

Karena itu, Mbah Hasyim mengibaratkan golongan Wahabi ini bagaikan anggota tubuh yang rusak yang jika tidak diamputasi akan menjalar dan menular ke anggota tubuh yang lain. Dan Mbah Hasyim juga mengibaratkan golongan Wahabi seperti penyakit kusta, yang setiap manusia harus lari dan menghindarinya. (PR)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home