Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 11:09 WIB | Selasa, 24 Mei 2016

Ombudsman: Potret Lembaga Pengadilan Kita Sudah Busuk

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Agung. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM –  Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) La Ode Ida mengatakan, bahw tertangkap tangannya Kepala Pengadilan Negeri Kapahiang Bengkulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Senin (24/5) kian perpanjangan barisan oknum hakim dan penegak hukum yang krisis integritas, korupsi, dan tamak.

“Darurat integritas Hakim. Situasi ini sudah sangat gawat. Lembaga pengadilan sudah tak bisa diharapkan lagi untuk menegakkan hukum demi keadilan,” kata La Ode di Jakarta, hari Selasa (24/5).

Menurut mantan wakil ketua DPD RI ini, bahwa para oknum sudah kian membuktikan diri mentransaksikan kasus-kasus yang ditangani.

“Perilaku jahat seperti itu, bagi saya, tak bisa lagi dianggap kasuistik saja, melainkan sudah jadi bagian dari kultur pamrih bagi insan yang tergabung dalam korps penegak keadilan di negeri ini," kata dia.

Menurut La Ode dengan terindikasinya Sekjen MA, Nurhadi, dalam kasus suap dengan harta yang melimpah, atau tertangkap tangannya Andri Setiawan (Kasudit Pranata Perdata di MA), sudah tak bisa diragukan lagi kalau bagian kepala lembaga peradilan itu sudah berbau busuk.

“Bagaikan ikan, kalau bagian kepalanya sudah busuk, maka otomatis seluruh badannya juga pasti rusak. Itulah bagian dari potret lembaga pengadilan kita, sudah berbau busuk,” kata dia.

Menurut La Ode kondisi kian parah ketika mitranya, jajaran kejaksaan dan kepolisian, juga memiliki kultur yang sama, yakni transaksional. Karena, jika jujur diakui, banyak kasus kejahatan korupsi dan sejenisnya, mengendap di lembaga-lembaga itu, dengan alasan pembenaran yang dibuat-buat di tengah penangannya yang tertutup.

“Istilahnya, kasus-kasus kejahatan itu diproyekkan atau ditransaksikan. Maka tak heran jika KPK juga akhirnya yang turun tangkap kasus-kasus korupsi di daerah termasuk menangkap penegak hukumnya. Padahal kasus-kasus kejahatan itu ada di depan mata mereka,” kata dia.

“Barangkali saja mereka diamkan lantaran sudah kebagian dari "proyek kejahatan" itu.

Andai saja KPK tak ada atau tak aktif hingga ke daerah-daerah, maka negeri ini sdah kian sah disebut sebagai negara kleptokrasi," dia menambahkan.

Kondisi seperti, kata La Ode seharunya menjadikan presiden Joko Widodo segera mengambil langkah, mewujudkan gerakan revolusi untuk membabat habis para pejabat penegak hukum yang proyekkan kejahatan korupsi itu.

“Tidak cukup hanya kampanye revolusi mental di tengah masih terus dibiarkannya para oknum pejabat korupsi,” kata dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home