Loading...
BUDAYA
Penulis: Francisca Christy Rosana 19:07 WIB | Kamis, 15 Januari 2015

Orang Ketiga Dihadirkan dalam Konstelasi Karakter ‘Filosofi Kopi’

Julie Estelle menjadi pemeran tokoh El dalam film Filosofi Kopi. (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Cerita pendek (cerpen) fiksi Filosofi Kopi karya penulis Dewi Lestari atau yang akrab disapa Dee baru-baru ini telah diproduksi menjadi sebuah film. Uniknya, film yang digarap sutradara muda Angga Dwimas Sasongko itu menghadirkan tokoh yang sebelumnya tidak ada di cerpen, yakni tokoh El, yang akan diperankan Julie Estelle.

Hadirnya orang ketiga dalam konstelasi karakter film ini menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk para netizen penggemar cerpen Filosofi Kopi.

“Dari awal saya sudah mengusulkan adanya ‘orang ketiga’ dalam Filosofi Kopi. Tujuannya sih supaya cerita bisa berkembang lebih kaya dan dramatis. Ini memang tipikal kalau film diadaptasi dari cerpen, biasanya terjadi pengembangan,” kata Dee saat dihubungi satuharapan.com pada Kamis (15/1) pagi.

Berbeda dengan produksi film yang diadaptasi dari novel dan biasanya terjadi pengurangan, film ini justru mengalami penambahan karena diadaptasi dari cerpen.  

“Kebetulan, Angga dan Jenny (penulis skenario, Red) juga berpikir sejalan. Jadi, dari masih tahap sinopsis, tokoh ini sudah kita putuskan bakal ada. Tentu, masuknya tokoh El harus punya tujuan kuat untuk membangun cerita, jadi nggak hanya pemanis,” ujar Dee.

Sementara itu, peran Dee di Filosofi Kopi diakuinya sebagai semacam produser konsultan. Dari mulai pembangunan cerita awal, supervisi skenario, hingga proses reading, Dee sengaja ikut terjun langsung.

Angga sebagai sutradara menurutnya sangat membuka diri dan menginginkan Dee terlibat dalam proses penggarapan cerita.

“Saya tidak ikut di produksi yang sifatnya teknis, jadi fokus di penceritaan saja,” kata dia.

Reaksi ‘Mainstream’

Film yang diadaptasi dari karya tertulis seperti novel dan cerpen tak jarang mendapat reaksi mainstream karena tak dapat melampaui ekspektasi pembaca.

“Itu sepertinya sudah rutinitas yang harus dijalani, sih. Film itu pasti ada yang suka dan tidak. Terlepas itu diangkat dari buku atau bukan. Jadi, film dari buku pun sama saja pada dasarnya, bakal ada yang suka dan enggak, cuma ada variasi komentar “lebih bagus” atau “lebih jelek” atau “mirip” sama bukunya,” kata Dee saat ditanya seputar reaksi yang akan timbul dari pembaca dan penonton.

Menurutnya, fenomena komparasi itu sudah menjadi hal yang wajar.

“Itu memang sudah nasibnya film hasil adaptasi. Saya nggak terlalu khawatir mirip atau enggak dengan buku sih, lebih khawatir kalau filmnya jelek,” ujar Dee.

Sinopsis ‘Filosofi Kopi’

Filosofi Kopi mengisahkan seorang barista andal bernama Ben yang selalu memberikan sebuah deskripsi singkat dalam ramuan kopi yang disuguhkan di kedai kopi miliknya. Kedai tersebut menjadi sangat ramai dan penuh pengunjung.

Suatu hari, seorang pria kaya menantang Ben untuk membuat sebuah ramuan kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas. Ramuan kopi tersebut akhirnya jadi, dan dinamai Ben's Perfecto. Ramuan kopi tersebut menjadi minuman terenak. Namun suatu hari, seorang pria datang dan mengatakan bahwa rasa kopi tersebut hanya "lumayan enak" dibandingkan kopi yang pernah dicicipinya di suatu lokasi di Jawa Tengah.

Ben dan Jody (sahabatnya) yang penasaran, langsung menuju lokasi tersebut. Mereka menemukan secangkir kopi tiwus yang disuguhkan oleh pemilik warung reot di daerah tersebut. Ben dan Jody yang meminum kopi tersebut terhenyak akan kenikmatan kopinya. Mereka hanya meneguk serta menerima tuangan kopi yang disuguhkan oleh pemilik warung sederhana itu. Kopi tersebut memiliki rasa yang sempurna. Ben yang merasa gagal akhirnya kembali ke Jakarta dan putus asa.

Untuk mencari tahu cara menghibur temannya, Jody kembali menemui pemilik warung di Jawa Tengah tersebut. Sepulang dari sana, dia menghidangkan Ben segelas Kopi Tiwus. Bersamaan dengan kopi tersebut, dia memberikan sebuah kartu bertuliskan "Kopi yang Anda minum hari ini adalah: Kopi Tiwus. Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya".

Pada akhirnya Ben sadar bahwa dia selama ini mengambil jalan hidup yang salah. Ben sadar hidup ini tidak ada yang sempurna. Dengan demikian, Ben kembali melanjutkan perjuangan serta hobinya di kedai filosofi kopi.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home