Pakar PBB: 14 Kapal Masuk Daftar Hitam, karena Langgar Sanksi terhadap Korut
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Pakar PBB telah merekomendasikan daftar hitam bgi 14 kapal, karena melanggar sanksi terhadap Korea Utara. Hal itu disampaikan dalam sebuah laporan yang menuduh Korut meningkatkan ekspor batu bara ilegal, impor produk minyak bumi dan melanjutkan serangan cyber terhadap lembaga keuangan, dan pertukaran mata uang kripto untuk mendapatkan pendapatan ilegal.
Laporan setebal 267 halaman itu, yang diperoleh pada Sabtu (18/4) oleh The Associated Press, juga menuduh Korut mengimpor kendaraan mewah, arloji dan minuman keras, dan barang-barang yang terkena sanksi lainnya termasuk mesin robot, dan terus mengakses secara ilegal saluran perbankan internasional "terutama dengan menggunakan perantara pihak ketiga."
Dewan Keamanan PBB telah memberlakukan sanksi yang semakin keras terhadap Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), nama resmi negara itu, termasuk melarang sebagian besar ekspornya dan sangat membatasi impor, untuk menekan Pyongyang untuk meninggalkan program rudal nuklir dan peluru kendali balistiknya.
Laporan panel ahli yang memantau sanksi memberikan rincian lebih lanjut, termasuk foto-foto peluncur rudal balistik, situs nuklir dan kapal yang direkomendasikan untuk dimasukkan daftar hitam. Panel membuat 39 rekomendasi kepada Dewan Keamanan, termasuk daftar hitam 14 kapal.
Dikatakan satu kapal terdaftar di Sierra Leone dan enam kapal sebelumnya terdaftar di negara Afrika Barat. Dua berbendera Korea Utara, satu China, satu Vietnam, satu sebelumnya terdaftar di Togo. Satu kapal sebelumnya terdaftar di St. Kitts dan Nevis, dan satu lagi benderanya tidak diketahui.
Kapal China
China adalah tetangga dan mitra dagang terbesar Korut dan telah dianggap kritis untuk menegakkan sanksi AS. Panel mengatakan kapal Yun Hong 8 yang berbendera China direkomendasikan untuk sanksi, karena membuat setidaknya 10 panggilan pelabuhan antara Februari dan Oktober 2019 di pelabuhan Nampo, Korut dan mengirimkan minyak bumi yang disuling. Juga diamati selama periode itu menerima minyak sulingan dari kapal-kapal berbendera asing lainnya, yang menurut negara anggota PBB tidak resmi, dan kemungkinan akan dikirim ke Korut, kata para ahli.
China menanggapi pertanyaan panel tentang kapal dan menyebutkan "kurangnya akurasi informasi yang relevan."
Sebuah foto dalam laporan yang diberikan oleh negara anggota PBB yang tidak disebutkan namanya menunjukkan beberapa kapal berbendera DPRK yang sarat batu bara buang jangkar dekat Lianyungang, China. Panel mengatakan hal itu digunakan untuk transfer batu bara dari kapal ke kapal. Panel juga sedang menyelidiki sebuah kapal berbendera Vietnam, Phuong Linh 269, yang dicurigai mengirimkan batu bara yang berasal dari Korea Utara ke pelabuhan Qisha, China dalam beberapa kesempatan.
Ekspor Batu Bara
Meskipun ada larangan PBB, panel itu mengatakan ekspor batu bara Korut meningkat pada tahun 2019. Disebutkan, DPRK mengekspor 3,7 juta ton batu bara antara Januari dan Agustus 2019, dengan nilai perkiraan US$ 370 juta. Dewan Keamanan juga melarang ekspor tanah dan batu, termasuk pasir.
Panel mengatakan negara anggota melaporkan bahwa operasi ekspor pasir besar-besaran dari DPRK ke China telah dilakukan sejak Mei 2019 dengan lebih dari 100 pengiriman ilegal melibatkan setidaknya satu juta ton pasir senilai setidaknya US$ 22 juta.
"China menjawab bahwa mereka sangat mementingkan petunjuk yang diberikan oleh panel sehubungan dengan penyelundupan pasir yang berasal dari Republik Rakyat Demokratik Korea," tetapi tidak dapat mengkonfirmasi bahwa pasir telah diangkut ke pelabuhan-pelabuhan China, kata laporan itu.
Tentang impor produk minyak sulingan, yang dibatasi 500.000 barel per tahun, panel mengatakan penambahan kapal tanker berbendera asing yang lebih besar ke DPRK telah memperluas impor ilegal. Dikatakan negara anggota menghitung bahwa dalam 10 bulan pertama tahun 2019, "tanker berbendera asing saja telah melakukan total 64 pengiriman, dengan jumlah antara 560.000 dan 1.531 juta barel produk minyak sulingan."
Panel itu mengatakan Korut juga terus mentransfer hak penangkapan ikan yang melanggar sanksi, yang menghasilkan US$ 120 juta bagi negara itu pada 2018, menurut negara anggota yang tidak disebutkan namanya.
Pekerja ii Luar Negeri
Di bawah resolusi sanksi 2017, semua warga negara DPRK yang bekerja di luar negeri akan dipulangkan pada 22 Desember 2019. Namun di China, Rusia dan di tempat lain, ada permintaan kuat untuk pekerja Korut yang murah. Departemen Luar Negeri AS sebelumnya memperkirakan ada sekitar 100.000 pekerja Korut di seluruh dunia, dan para ahli sipil mengatakan para pekerja itu membawa sekitar US$ 200 juta hingga US$ 500 juta dalam pendapatan setahun.
Laporan itu mengatakan "dalam banyak kasus, pekerja tidak dipulangkan ke Republik Rakyat Demokratik Korea tetapi pindah ke negara ketiga." Panel mengatakan negara anggota yang tidak disebutkan namanya menuduh bahwa 2.000 warga Korut "baru-baru ini memasuki China dengan visa pengunjung untuk tujuan mendapatkan penghasilan."
Tentang serangan cyber, panel mengatakan Korut menjadi "semakin canggih" dalam menargetkan lembaga keuangan dan pertukaran mata uang kripto, yang berurusan dengan uang virtual seperti bitcoin, Ethereum dan Ripple. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...