Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 15:57 WIB | Kamis, 07 April 2016

Panja Haji DPR: Tim Katering Kemenag Tak Profesional

Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Saleh Partaonan Daulay. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) komisi VIII DPR RI kecewa dengan mekanisme kerja tim katering Kementerian Agama (Kementerian Agama).

Hal itu dikatakan Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Saleh Partaonan Daulay—dari hasil kunjungan dan penjelasan yang diperoleh dari tim yang ada—penyediaan katering masih jauh dari aspek profesionalitas.

Menurut dia penentuan perusahaan katering dinilai masih dominan faktor subjektivitas. Wajar saja bila tahun lalu banyak jemaah yang mengeluhkan kualitas katering yang disajikan bagi jemaah haji.

“Dalam rapat dengan tim katering, panja BPIH meminta untuk menjelaskan mekanisme kerja tim. Dari sistem skoring yang dilakukan, ternyata subjektivitas tim paling dominan. Skor 70 persen bagi negosiasi dengan perusahaan,” kata Saleh di Jakarta, hari Kamis (7/4).

Menurut ketua tim kunker panja BPIH, ini menilai, tim katering itu bekerja setidaknya memperhatikan empat hal yaitu; cita rasa, aroma, gizi, dan penampilan penyajian. Persoalan cita rasa mendapat sorotan sebab jemaah haji Indonesia akan tinggal di Saudi selama 40 hari. Jika makanan yang ada tidak sesuai selera Indonesia, dipastikan jemaah haji Indonesia akan cepat bosan. Akibatnya, ada yang berusaha mencari alternatif makanan lain. Itu tentu bisa menambah living cost mereka selama di Saudi.

Selain itu, panja BPIH juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan katering yang ada belum memiliki koki yang mampu memasak masakan Indonesia. Sehingga ketika mereka melakukan verifikasi, tim tidak mencoba masakan dari perusahaan katering tersebut. Ini sangat riskan sebab tidak ada jaminan kalau perusahaan itu akan menemukan koki yang tepat pada saat musim haji nanti.

“Katanya, koki khusus masakan Indonesia akan disiapkan oleh perusahaan ketika mereka sudah tanda tangan kontrak. Tapi, koki tersebut bukan berasal dari Indonesia. Lebih banyak berasal dari orang Indonesia yang menetap di Saudi (muqimin),” kata dia.

Karena itu, kata Saleh panja BPIH meminta kementerian agama agar mensyaratkan penyediaan koki asli dari Indonesia. Setidaknya, perusahaan-perusahaan Saudi itu diwajibkan untuk mempekerjakan koki profesional dari tanah air.

“Saya kira tidak sulit mencari koki Indonesia. Yang penting, ada niat baik peningkatan kualitas pelayanan,” kata dia.

Terkait dengan hasil kerja tim, sejauh ini tim katering baru mengidentifikasi 6 perusahaan yang akan diajak kerja sama kembali (repeat order) di Madinah. Sementara di Mekkah ada 11 perusahaan. Dari jumlah itu, kemampuan pelayanan jemaahnya masih sekitar 50 persen. Dengan begitu, mereka masih membutuhkan kerja keras lainnya. Selain kecepatan, kehatihatian juga sangat diperlukan. Dengan begitu, jemaah haji Indonesia dipastikan terlayani dengan baik.

Editor: Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home