Loading...
HAM
Penulis: Bayu Probo 12:43 WIB | Rabu, 09 Desember 2015

Para Pakar AS Sebut Kristen Timteng Korban Genosida

Orang Kristen dari Mosul yang terusir setelah ISIS menguasai kota kaya minyak ini. Ia beribadah di gereja di pengungsian. (Foto: AFP)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Genosida orang Kristen sedang berlangsung di Timur Tengah, menurut para ahli di Washington.

Pekan lalu, sebuah panel yang diselenggarakan oleh The Heritage Foundation membahas martir Kristen modern. Para akademisi, tokoh agama, dan media membahas penganiayaan kepada orang Kristen Timur Tengah. Mereka juga mencatat kurangnya perhatian untuk masalah ini di antara negara-negara maju termasuk Amerika Serikat.

“Saya selalu terganggu mengetahui betapa para Patriark dan pemimpin gereja di Timur Tengah yang diabaikan. Betapa mereka hidup dengan bayang-bayang penganiayaan setiap hari ... betapa mereka merasa diabaikan oleh Barat, dan khususnya Amerika Serikat,” kata Kathryn Jean Lopez, peneliti di National Review Institute.

Menurut perkiraan terakhir, populasi Kristen di Irak telah menurun menjadi sekitar 260.000, turun dari 1,5 juta satu dekade lalu.

Anjloknya jumlah orang Kristen di Timur Tengah ini mungkin mencerminkan pengusiran paksa yang terus terjadi atas orang Kristen dari Irak utara dan Suriah, serta penculikan dan pembunuhan oleh para pemimpin ekstremis. Terutama kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS). Mereka pada awal tahun ini menyatakan bahwa koeksistensi Muslim dengan Yahudi dan Kristen tidak mungkin sesuai dengan Alquran.

“Mengusir penduduk dari tanah mereka adalah salah satu dari lima tes untuk genosida,” kata Patrick E. Kelly, direktur Eksekutif dari Gereja Katolik St. John Paul II National Shrine dan anggota dari Knights of Columbus. Kelly mengacu pada lima prinsip karakteristik kualifikasi yang merupakan Pasal II dari definisi Konvensi 1948 PBB tentang Genosida.

Karakteristik kualifikasi termasuk pembunuhan, menyebabkan bahaya serius, mengusahakan kehancuran kondisi kehidupan, mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak ke luar kelompok nasional, etnis, ras, atau agama tertentu.

“Saya pikir kami memiliki kecenderungan untuk berpikir pemerintah selalu tahu apa yang terjadi di lapangan,” lanjut Kelly. “Padahal, mereka tidak selalu memiliki informasi terbaik. Tapi, gereja sering punya, karena ada di akar rumput, dengan jemaat-jemaat, paroki-paroki, dan pelayanan-pelayanan. Jika pemerintah mengatakan mereka tidak memiliki bukti, mereka dapat berbuat lebih banyak untuk mendapatkan bukti, tetapi mereka harus mendengarkan komunitas agama juga.”

Pada pekan ini, menurut sumber, Departemen Luar Negeri tidak berencana untuk memasukkan orang-orang Kristen dalam sebuah pernyataan yang akan dirilis pada status korban ISIS sebagai korban genosida di wilayah tersebut. Pernyataan itu akan mencakup Yazidi, minoritas agama Kurdi.

Ahli Washington menekankan bahwa setiap pernyataan atau tanggapan luas harus termasuk semua agama.

“Gereja dan semua orang Kristen harus bekerja untuk kebebasan beragama dari semua orang, karena kebebasan berakar pada martabat pribadi manusia,” Timothy Samuel Shah, Direktur Proyek Kebebasan Beragama di Georgetown University Berkley Center for Religion, Peace, and World Affairs, mengatakan pada Panel Heritage Foundation.

“Apa yang kita perjuangkan bukan untuk suku kita sendiri, bukan kelompok kita sendiri. Kita berjuang untuk kebebasan beragama bagi semua orang,” ia menambahkan.

Pada Senin (7/12), Knights of Columbus mengumumkan mereka telah menulis surat kepada Menteri Luar Negeri John Kerry mendesak masuknya orang Kristen dalam catatan Departemen Luar Negeri AS terkait genosida Timur Tengah.

“Kami menulis sebagai warga Amerika yang prihatin tentang Kristen dan minoritas Yazidi di Irak dan Suriah yang menjadi sasaran untuk pemberantasan di tanah air kuno mereka semata-mata karena keyakinan agama mereka,” surat itu dimulai.

Surat itu melanjutkan dengan meminta pertemuan dengan “delegasi kecil” untuk berdiskusi dengan Kerry terkait krisis yang dihadapi umat Kristen termasuk pemaksaan pindah agama menjadi Islam, pembunuhan massal, perbudakan, pemerkosaan, perusakan gereja, dan pencurian tanah dan kekayaan, menambahkan bahwa Paus Fransiskus pun menggunakan kata “genosida” untuk menggambarkan penganiayaan tersebut.

“Semua agama berada di bawah serangan ketika satu kelompok agama berusaha membunuh orang lain karena mereka tidak seiman dengan mereka,” kata Roger Severino, Direktur Pusat DeVos untuk Agama dan Masyarakat Sipil  The Heritage Foundation, di Panel pekan lalu. “Ini adalah yang sederhana seperti itu.” (TheDailySignal)

Baca juga:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home