Parlemen Tonga Kritik Pemerintahnya Bawa Isu Papua ke PBB
NUKU'ALOFA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Parlemen Kerajaan Tonga mengecam langkah Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva, yang ketika berpidato di Majelis Umum ke-71 PBB akhir September lalu mengangkat isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.
Wakil Ketua DPR Tonga, Lord Tu'i'afitu, mengingatkan bahwa terdapat hubungan bilateral Indonesia dan Tonga dan pidato PM Tonga dianggapnya mengganggu hubungan itu.
Ia mempertanyakan apa yang akan terjadi jika Tonga dilaporkan kepada PBB karena telah mencederai hubungan luar negeri tersebut.
Media online Tonga, Matangi Tonga, mengutip pernyataan Tu'i'afitu yang mengingatkan bahwa Tonga dan Indonesia telah menjalin hubungan luar negeri bertahun-tahun dan Indonesia memberikan bantuan kepada Tonga.
Ia juga mengingatkan kembali sikap Indonesia yang tidak ingin Tonga mencampuri urusan dalam negerinya.
Diakui olehnya bahwa kabinet memang telah diyakinkan bahwa apa yang dilakukan oleh PM itu benar. Namun, ia sendiri meyakini hal itu melanggar konstitusi.
Oleh karena itu, Tu'i'afitu mengharapkan Ketua Mahkamah Agung Tonga dihadirkan untuk memberikan pandangan.
Kecaman tersebut muncul pada sidang parlemen yang membahas tentang laporan tahunan kementerian luar negeri Tonga 2015. Perdana Menteri Tonga adalah juga menteri luar negeri dan perdagangan.
Menjawab kecaman tersebut, Wakil Perdana Menteri Tonga, Siaosi Sovaleni, menengahi dengan mengatakan bahwa hubungan luar negeri Indonesia dan Tonga tetap hangat.
Anggota kabinet lainnya, Semisi Fakahau yang merupakan menteri perikanan Tonga, menambahkan bahwa adalah normal jika negara-negara anggota PBB berbeda pendapat atas berbagai kesepakatan.
Papua dan Yesus
Sementara itu seusai makan siang, PM Tonga berbicara kepada anggota parlemen dan mengklarifikasi isu tentang Papua.
Dia mengatakan bahwa keprihatinan para anggota parlemen adalah ia melanggar Protokol (diplomasi). Tetapi menurut dia, pelanggaran terhadap Protokol adalah perilaku umum di antara banyak pemimpin besar dunia.
Dia mengibaratkan apa yang dia lakukan yang dianggap melakukan pelanggaran Protokol itu juga dilakukan oleh oleh Raja George Tupou I, Abraham Lincoln, Martin Luther dan bahkan Yesus Kristus yang turun dari posisi mereka yang tinggi untuk membantu yang sakit dan miskin.
"Kepemimpinan tanpa moralitas akan gagal," kata dia dan menekankan bahwa ketika ia berpidato di PBB, ia tidak berbicara tentang kedaulatan. Ia berbicara tentang HAM.
Menjawab hal itu, anggota parlemen menyela dengan mengatakan bahwa PM telah menyebabkan friksi dalam hubungan dengan Indonesia. "Dan Indonesia telah bereaksi," kata Tu'i'afitu.
Laporan Kementerian Luar Negeri Tonga itu akhirnya diterima secara bulat oleh parlemen.
Editor : Eben E. Siadari
Vladimir Putin Menyetujui Anggaran Militer Rusia Tahun 2025-...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah menyetujui anggaran yang difokuskan pa...