Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:29 WIB | Selasa, 11 Agustus 2020

Pasca Ledakan, Rakyat Lebanon Bangkit Lagi Protes Pemerintah

Tim penyelamat membantu korban dari reruntuhan bangunan di Beirut akibat ledakan. (Foto: AFP)

BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Ribuan warga Lebanon pada hari Sabtu (8/8) menggelar protes besar-besaran terhadap pemimpin politik yang mereka salahkan atas ledakan besar yang menewaskan lebih dari 150 orang dan merusak ibu kota Beirut.

Dua hari setelah kunjungan penting oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron, aktivitas diplomatik diintensifkan di Beirut untuk mengatur dukungan internasional bagi negara yang dilanda bencana itu menjelang konferensi bantuan pada hari Minggu (9/8).

Kebakaran di pelabuhan Beirut pada hari Selasa (4/8) memicu ledakan besar oleh amonium nitrat dalam jumlah banyak yang guncangannya dirasakan di negara-negara tetangga dan menghancurkan seluruh lingkungan kota.

Video spektakuler dari bencana tersebut menunjukkan gelombang kejut berbentuk jamur yang mirip ledakan bom atom tahun 1945 di Jepang, sementara tim penyelamat asing membandingkan kehancuran dengan gempa besar.

Hari Sabtu bisa menjadi hari terakhir siapa pun yang terkubur di bawah reruntuhan untuk memiliki kesempatan ditemukan hidup-hidup, dan menurut kementerian kesehatan negara itu, lebih dari 60 orang masih hilang.

Solidaritas untuk para korban ledakan, dari dalam dan luar Lebanon, sangat mengesankan tetapi bencana ini adalah ulah manusia, dan penduduk ingin perubahan.

Hukum Mereka Yang Terlibat

Presiden dan Perdana Menteri Lebanon telah berjanji bahwa penyelidikan pemerintah akan menangkap para pelakunya, tetapi, lebih dari sekadar kasus kelalaian, banyak orang Lebanon melihat ledakan itu sebagai akibat langsung dari korupsi para pemimpin mereka.

"Setelah tiga hari membersihkan, membuang puing-puing dan memebrsihkan luka kami... sekarang saatnya untuk membiarkan kemarahan kami keluar dan menghukum mereka," kata Fares Halabi, seorang aktivis berusia 28 tahun yang berencana untuk mengikuti protes yang dijadwalkan pada sore hari.

Beberapa pengunjuk rasa mendirikan tiang gantungan tiruan untuk politisi top Lebanon di Martyr's Square, pusat gerakan protes yang sempat mengguncang kelas penguasa turun-temurun negara itu.

Kurangnya perubahan politik dan krisis ekonomi yang besar, serta pandemi virus corona semuanya meredam gerakan revolusioner hingga pekan ini. "Hari ini adalah demonstrasi pertama sejak ledakan, ledakan di mana salah satu dari kami bisa mati," kata Hayat Nazer, seorang aktivis yang berkontribusi pada inisiatif solidaritas bagi para korban ledakan.

"Ini peringatan terbesar bagi semua orang sekarang bahwa kami tidak akan rugi apa-apa lagi. Setiap orang harus turun ke jalan hari ini, semuanya," katanya dikutip AFP.

Namun beberapa pemimpin Lebanon tampaknya menganggap seruan solidaritas internasional sebagai peluang untuk memutus isolasi diplomatik pemerintah.

Dukungan Asing

Konferensi donor internasional virtual yang diluncurkan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan di mana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan para pemimpin puncak lainnya akan ambil bagian, dijadwalkan pada hari Minggu.

Lebanon gagal membayar utangnya awal tahun ini dan kepemimpinan sekarang sejauh ini secara konsisten gagal menangani keadaan darurat ekonomi dan menyetujui paket penyelamatan internasional meskipun ada tekanan kuat dari Barat.

Pada hari Jumat (7/8) malam, Presiden Michel Aoun mengatakan "ledakan telah menyebabkan pencabutan isolasi." Sementara pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengatakan bencana itu telah menciptakan "kesempatan" untuk membuat dunia bekerja dengan Lebanon lagi.

Tiga diplomat senior berada di Beirut pada Sabtu untuk menunjukkan solidaritas dengan kota yang dilanda bencana, di mana 300.000 orang kehilangan tempat tinggal akibat ledakan pelabuhan.

Yang pertama bertemu dengan pejabat tinggi adalah ketua Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit. Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, juga diperkirakan akan datang, seperti juga Presiden Dewan Eropa, Charles Michel.

Risiko Penyelidikan

Presiden Aoun menolak seruan yang didukung oleh Macron untuk penyelidikan internasional dan independen atas ledakan tersebut. Dan 21 orang telah ditahan sejauh ini, termasuk Badri Daher, direktur jenderal otoritas bea cukai Lebanon.

Tetapi sedikit orang Lebanon yang tampaknya memiliki kepercayaan bahwa kepemimpinan akan memberatkan dirinya sendiri dalam penyelidikan yang dipimpin oleh beberapa pejabat tinggi negara itu.

Analis Nasser Yassin dari Issam Fares Institute for Public Policy and International Affairs, mengatakan para pemimpin Lebanon yang dicerca jelas berusaha memanfaatkan situasi tersebut. "Ketakutannya adalah pihak berwenang akan mendapatkan keuntungan dari bencana besar ini dan dari perhatian internasional, serta dunia Arab yang mereka dapatkan," katanya.

Aktivis Hayat Nazer mengatakan krisis saat ini seharusnya tidak menjadi kesempatan bagi elite politik untuk mendapatkan kesempatan hidup baru, tetapi malah memberikan dorongan baru untuk perubahan. "Saya pikir itu panggilan bangun terakhir bagi orang-orang itu," katanya.

"Kami perlu menyelamatkan satu sama lain, kami perlu membersihkan negara kami, untuk membangunnya kembali, dan sepenuhnya mengabaikan bahwa kami memiliki politisi," kata Nazer. "Ini bukan hanya tentang protes di jalanan. Kami dapat membuat perubahan setiap hari, revolusi adalah bagian dari hidup kami, kami dapat menerapkannya setiap hari." (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home