Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 10:46 WIB | Senin, 30 November 2015

Paus Fransiskus Kunjungi Daerah Konflik di Afrika Tengah

Paus Francis mengunjungi sebuah kamp pengungsi di Bangui, Republik Afrika Tengah. (Foto: Gianluigi Guercia)

AFRIKA TENGAH, SATUHARAPAN.COM – Paus Fransiskus menjadi paus pertama dalam sejarah yang mengunjungi zona perang ketika ia tiba di Republik Afrika Tengah (CAR), hari Minggu (29/11). Selain mengadakan misa di stadion olahraga, paus dari Argentina itu juga mengunjungi masjid.

Paus mendeklarasikan dirinya sebagai peziarah perdamaian dan rasul pengharapan.

Selama kunjungan 24 jam ke ibu kota, Bangui, Fransiskus didampingi oleh petugas keamanan Vatikan dengan jaket antipeluru dan pasukan penjaga perdamaian PBB bersenjata. Mobil tank PBB berpatroli di jalan-jalan.

CAR telah terlibat dalam perang saudara antara minoritas Muslim dan mayoritas Kristen sejak Maret 2013. Ribuan orang telah tewas, sekitar satu juta orang mengungsi, properti dijarah dan dihancurkan, dan telah terjadi berbagai pelanggaran HAM seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan kekerasan seksual.

Kunjungan Paus ke Bangui telah dikaji oleh petugas keamanan Vatikan di tengah kekhawatiran atas keamanan Paus. Jadwalnya meliputi kunjungan ke masjid pada Senin pagi bertemu tokoh masyarakat dari lingkungan yang sangat berbahaya yang dikenal dengan PK5.

PBB, yang memiliki sekitar 12.000 tentara penjaga perdamaian bersama kontingen tentara kecil Prancis, berusaha untuk meyakinkan Vatikan tentang keselamatan Paus.

Parfait Onanga-Anyanga, Kepala Operasi PBB, mengatakan kepada Radio Vatikan: "tentu saja, kemungkinan akan adanya pengganggu yang mencoba merusak ketenangan tidak bisa dimungkiri, tetapi kami siap untuk mencegah dengan cara yang seefisien mungkin.”

Menteri keamanan publik CAR, Chrysostome Sambia, mengatakan: "semuanya telah dilakukan untuk menjamin keamanan Paus, tidak ada ancaman."

Setiap malam di Bangui sering terjadi perang senjata antara milisi saingan, tetapi kota ini telah relatif tenang dalam jangka waktu kunjungan Paus, meskipun setidaknya 100 orang telah tewas dalam bentrokan sektarian selama dua bulan terakhir.

Ketika ia tiba di Bangui, Fransiskus mengatakan: "ini adalah keinginan kuat saya, bahwa berbagai konsultasi nasional yang akan diadakan di minggu-minggu mendatang akan memungkinkan negara untuk memulai perdamaian dan membuat babak baru dalam sejarah."

Presiden CAR, Catherine Samba-Panza, menyambut pesan perdamaian Paus. "Atas nama pemerintah negara ini, juga atas nama semua orang yang telah membuat kebobrokan di negara ini, saya memohon meminta pengampunan dari hati saya yang paling dalam.”

Catherine berharap kunjungan Paus dapat menghilangkan berbagai macam kejahatan dan kebencian, dapat membuka mata hati masyarakat untuk dapat kembali ke jalan Tuhan yang penuh dengan toleransi, kasih, dan saling menghargai satu sama lain.

Paus kemudian mengunjungi kamp Saint Sauveur—pengungsi di Ibu Kota. Warga bernyanyi dan menari untuk Paus dan menyatakan harapan bahwa ia akan bertindak sebagai mediator untuk memadamkan konflik sejak Presiden Francois Bozize digulingkan dalam kudeta.

"Paus adalah utusan Allah," kata Urbain, seorang pemuda berumur 20 tahun. "Para penjahat tidak mendengarkan politisi, tetapi mereka akan mendengarkan dia."

Fransiskus disambut dan berjabat tangan dengan banyak orang, termasuk banyak anak-anak muda. Tentara PBB, polisi, dan kesatuan keamanan terus berpatroli di sekelilingnya. Sebuah helikopter PBB juga terus berjaga dan terbang di atas kerumunan.

"Saya berharap Anda semua di Afrika Tengah memiliki perdamaian, apa pun etnis, agama, dan status sosial anda," kata Fransiskus dalam kerumunan. Paus kemudian memimpin mereka dalam nyanyian yang berjudul "Kita Semua adalah Saudara".

Populasi di kamp itu hanya sekitar 75 orang beberapa bulan yang lalu, tetapi telah meningkat menjadi sekitar 3.700 sejak ledakan kekerasan pada akhir bulan September. Leah Feldman, seorang perawat yang bekerja dengan Médecins Sans Frontières, mengatakan, ada malaria dengan tingkat tinggi dan kondisi kebersihan mengerikan di kamp.

Sementara itu, sebagian besar penduduk Muslim yang tersisa di kota tidak dapat meninggalkan lingkungan PK5 karena pejuang milisi Kristen bersenjata berjaga-jaga. Sebagian besar penduduk Muslim Bangui telah dipaksa untuk melarikan diri, meninggalkan sekitar 15.000 dari 122.000 orang di kota, menurut Lembaga Hak Asasi Manusia. (feb/theguardian.com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home