PBB Desak Aljazair Hentikan Pengusiran Migran
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Kantor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pemerintah Aljazair untuk menghentikan pengusiran ribuan migran, terutama dari sub-sahara Afrika, dan mengutuk praktik ini sebagai pelanggaran hukum hak asasi internasional.
Kantor HAM PBB melaporkan antara tanggal 8 Maret hingga 19 April, para pejabat Aljazair telah melakukan setidaknya enam penangkapan massal migran sub-Sahara Afrika di Oran, Duira dan Boufarik.
Juru bicara Ravina Shamdasani mengatakan penangkapan itu dilakukan di beberapa lokasi konstruksi, di pemukiman-pemukiman dimana para migran tinggal, dan sebagian bahkan ditangkap di jalan-jalan. Ravina mengatakan kepada VOA, tidak ada pengkajian perorangan untuk membedakan orang-orang yang ditangkap dalam operasi itu.
“Kami diberitahu bahwa seringkali orang-orang ditangkap dan ditahan tanpa diperiksa dokumennya. Dari 25 orang yang ditanyai rekan-rekan saya di Niger, hanya satu orang yang mengatakan paspornya diperiksa dan mereka umumnya diminta memberikan sidik jari di atas dokumen dalam bahasa Arab. Sementara, mereka pada umumnya tidak bisa membaca tulisan dalam bahasa Arab,” kata Ravina.
Ravina Shamdasani mengatakan banyak migran tidak diperkenankan membawa barang-barang mereka sebelum diusir dan harus meninggalkan semua. Ditambahkan, sebagian migran dengan cepat dipindahkan ke Niger. Lainnya, ujar Ravina, ditahan di pangkalan-pangkalan militer dalam kondisi yang dilaporkan tidak manusiawi.
“Warga Niger dipindahkan dengan bis ke Agadez di Niger, sementara lainnya dijejalkan berdesakan dalam truk-truk besar untuk dibawa ke perbatasan Niger dimana mereka ditinggalkan dan dibiarkan berjalan berjam-jam di gurun yang panas, untuk melewati perbatasan menuju Niger. Kami mendengar kesaksian yang menunjukkan bahwa migran yang masih berada di Aljazair kini sangat ketakutan, hal yang bisa dimengerti,” katanya.
Ravina mengatakan tim pemantau PBB telah menyampaikan kekecewaan mereka tentang pengusiran masal ini kepada pemerintah Aljazair. Ia tidak menjelaskan tanggapan mereka, tetapi mencatat banyak negara menggunakan apa yang disebut sebagai alasan keamanan, untuk melakukan deportasi.
Berdasarkan hukum hak asasi internasional, migran seharusnya tidak menjadi sasaran penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, atau dirampas dokumen atau barang miliknya. Ravina mengatakan repatriasi harus dilakukan dalam kondisi yang aman dan bermartabat. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Hamas dan Fatah Hampir Sepakat Siapa Akan Mengawasi Gaza Pas...
KAIRO, SATUHARAPAN.COM-Para pejabat Palestina mengatakan kelompok Palestina Fatah dan Hamas hampir m...