Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 15:05 WIB | Jumat, 02 Desember 2016

Peluncuran Kampanye, Sekjen WCC Lakukan Tes HIV

Sekretaris Jenderal World Council of Churches, Olav Fykse Tveit saat melakukan tes HIV. (Foto: oikoumene.org)

OSLO, SATUHARAPAN.COM – “Saya sudah menjalani tes HIV (human immunodeficiency virus),” kata Sekretaris Jenderal World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja Dunia, Olav Fykse Tveit, yang melakukan tes HIV tersebut saat di Oslo, Norwegia.

Seperti diberitakan oikoumene.org, pada hari Kamis (1/12), tes tersebut dia lakukan sebagai bentuk dukungan kepada kampanye WCC “Leading by Example: Religious Leaders and HIV Testing” atau “Memimpin dengan Contoh: Tes HIV bagi Pemuka Agama”, yang diluncurkan pada hari Kamis di Jenewa,Swiss.

“Saya mengajak semua pemimpin agama untuk menjalani tes,” kata Tveit melalui pesan video.

“Anda memimpin gerakan ini dengan contoh,” kata Tveit. “Tunjukkan bahwa Anda menjalani tes tersebut dengan bertanggung jawab dan benar. Terlalu banyak orang takut melakukan pengujian HIV, karena merasa takut akan dihakimi,” kata Tveit.

Menurut Wikipedia, peringatan Hari AIDS se-dunia diperingati setiap 1 Desember. Perayaan ini telah diawali pada 1988 oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi kesehatan (World Health Organization/WHO).

Tveit mengimbau bahwa penting bagi setiap orang untuk mengetahui status HIV. Menurut dia, jika seseorang dinyatakan positif maka akan dapat mudah diketahui jenis pengobatan yang memungkinkan seseorang untuk hidup dalam usia yang lebih lama dan dalam keadaan sehat.

Dia mengatakan jika seseorang dinyatakan negatif dari HIV, maka individu tersebut harus terus mencari informasi tentang cara mengurangi kerentanan tubuh dari infeksi.

Pesan dari Tveit tersebut digunakan banyak gereja, organisasi dan individu untuk menginspirasi orang di seluruh dunia untuk melakukan pengujian.

Peningkatan jumlah orang yang melakukan tes HIV sangat penting dalam upaya mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030.

“Untuk semua orang, kita harus menunjukkan apakah Anda muda atau tua, pria atau wanita, kaya atau miskin, beragama atau tidak, penting untuk mengetahui dan membuat keputusan tentang kesehatan Anda,” kata Tveit.

“"HIV adalah virus. Stigma adalah masalah besar dan mempengaruhi banyak pihak, dan kita sebagai pemimpin agama dapat melakukan banyak hal untuk mengatasinya. Itu adalah tanggung jawab moral kita,” kata dia.

Para pemateri yang terdapat di Pusat Ekumenis menegaskan memberi contoh adalah sebuah hal yang penting, sama halnya dengan yang dilakukan banyak gereja yang memimpin anak buahnya dalam tes HIV.

Laporan terbaru organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berhubungan dengan AIDS (UNAIDS) yang berjudul “Get on the Fast Track: The Life Cycle Approach to HIV” dan dirilis pada 21 November, menunjukkan 18,2 juta orang memiliki akses kepada pengobatan HIV.

Sehubungan dengan itu, menurut koordinator WCC Ecumenical Advocacy Alliance atau Aliansi Advokasi Ekumenis Dewan Gereja Dunia, Francesca Merico, konsep “fast track” bekerja dengan optimal. “Saat ini bagi 19 juta orang, kesehatan fisik dan mental yang prima merupakan impian yang dapat dikerjakan, jika dikerjakan dengan benar,” kata Merico.

Merico mengatakan, dengan mengacu dari laporan UNAIDS, menunjukkan tidak ada pengurangan jumlah infeksi HIV secara global pada orang dewasa dalam lima tahun terakhir, dan saat ini masih terjadi peningkatan  jumlah infeksi baru di beberapa wilayah di dunia.  

Merico mengatakan saling bermitra merupakan kegiatan yang paling penting, jika seluruh dunia ingin terasa efektif dalam penanggulangan HIV global.

“Organisasi berbasis agama, gereja, dan tokoh agama merupakan pemain kunci tidak hanya dalam memberikan layanan yang terkait dengan pengobatan HIV tetapi juga dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi,” kata Merico.

Direktur eksekutif di kantor UNAIDS, Pradeep Kakkattil mengatakan, kami melihat semakin dini seseorang mengetahui status HIV, maka akan semakin cepat mendapatkan perawatan.

“Tapi kendala utama membuat orang mengetahui status mereka. Di tengah masyarakat terdapat berbagai stigma seputar tes HIV, saya percaya para pemimpin agama, yang hidup dan melayani banyak orang dapat membuat perbedaan besar karena dengan mempromosikan tes HIV pemuka agama dapat menjadi terang yang bersinar dalam kegelapan, memberikan kesempatan orang untuk hidup,” kata Kakkattil.

Koordinator pencegahan HIV dan pengujian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Rachel Baggaley mengatakan pihaknya bersemangat dalam kampanye pengujian HIV tersebut. “Kami percaya hal itu dapat menjadi alat yang penting dalam mengatasi hambatan kita. Komunitas agama tidak hanya dapat membantu mengurangi stigma, tetapi juga membantu memberikan informasi, perawatan, dan cinta yang dibutuhkan setiap hari untuk mendukung orang yang hidup dengan, dan yang terinfeksi  HIV,” kata Baggaley.

Sementara itu eksekutif program WCC untuk Kesehatan dan Penyembuhan, Mwai Makoka, mengandaikan di seluruh dunia membutuhkan kepemimpinan yang menginspirasi orang untuk meneladani. 

"Dan ini adalah komitmen kami, sebagai kepanjangan tangan gereja yang menyediakan layanan kesehatan,” kata Mwai Makoka.

Sementara itu direktur kantor sekretariat jenderal WCC, Stanley Noffsinger, mengatakan dengan mendengar Firman Tuhan dan memberi contoh terkait tes HIV, maka umat beragama dapat menemukan energi untuk menghilangkan HIV dan AIDS.

Kampanye “Leading by Example: Religious Leaders and HIV Testing” akan terus digelar di media sosial, dengan adanya tanda pagar (tagar)  #KnowYourStatus atau ‘ketahui statusmu’. (oikoumene.org)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home