Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:36 WIB | Kamis, 23 Januari 2020

Pembalakan Kayu Hutan Lindung Malang Selatan, Gambaran Pembiaran Perusakan Lingkungan

Kayu dari hutan lindung Sendiki di Malang selatan, yang sudah dipotong-potong dan siap diangkut menggunakan sepeda motor. (Foto: Voaindonesia.com/Petrus Riski)

MALANG, JAWA TIMUR, SATUHARAPAN.COM – Protection of Forest and Fauna (Profauna) Indonesia, menemukan bukti-bukti pembalakan ilegal dan pembukaan hutan, untuk dijadikan lahan pertanian di Hutan Lindung Sendiki, Malang Selatan. Pembalakan terjadi tepatnya di petak 68B wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Malang.

Juru Kampanye Profauna Indonesia wilayah Malang Selatan, Erik Yanuar mengatakan, perambahan kayu di Hutan Lindung Sendiki marak sejak akhir 2018 hingga kini. Beberapa jenis pohon yang menjadi sasaran pembalakan, dalam bahasa lokal, antara lain kayu abangan, jindong, laban, urisan, mahoni, beringin, dan bendo. Pohon-pohon tersebut ditebang dengan menggunakan gergaji mesin.

Selain ditebang langsung, cara pembalakan lainnya adalah membakar bagian bawah pohon dan memberi racun pada pohon, agar mati dan roboh dengan sendirinya. Erik tidak memberikan data berapa luasan di hutan lindung Sendiki yang hilang akibat praktik pembalakan. Namun, Erik mengatakan dari pengamatan sehari-hari, wilayah hutan dengan dengan pohon-pohon besar dan rimbun sudah banyak berkurang dan banyak lahan terbuka.

“Di Desa Tambakrejo ini tidak seperti ini, masih banyak pohon-pohon besar. November 2018 sudah mulai (Profauna masuk) di Malang selatan sini kan. Malam hari itu suara shenzo (gergaji mesin) itu masih terdengar. Beberapa hari kami menemukan beberapa orang mengangkut kayu hasil pembalakan sudah dalam bentuk balok dan dibonceng memakai sepeda motor,” kata Erik Yanuar, dilansir voaindonesia.com, pada Rabu (22/1).

Ditemui di lokasi Hutan Lindung Sendiki, Komandan Regu Polisi Hutan (Polhut) Mobile Perum Perhutani KPH Malang, Suryanto bersama rekan-rekannya membenarkan telah terjadi pembalakan ilegal di hutan lindung Sendiki. Meski mengaku telah meningkatkan frekuensi pengamanan di lokasi rawan pembalakan, Suryanto mengatakan tidak mengetahui dan belum dapat menangkap pelaku pembalakan di kawasan Hutan Lindung Sendiki.

“Kalau terjadinya saya juga kurang tahu juga ya. Saya kan juga baru di sini. Saya belum lama di sini. Ya tetaplah penjagaan dari teman-teman petugas ini kan sering juga patroli di sini. Hanya memang tidak menemukan saja orangnya,” kata Suryanto.

Ketua Profauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, berkurangnya tutupan hutan di hutan lindung Sendiki akibat pembalakan liar, adalah bentuk pembiaran oleh Perhutani sebagai penanggung jawab kawasan. Perusakan hutan yang terjadi, kata Rosek, dapat diduga akibat pembiaran oleh aparat. Pasalnya, ada bukti-bukti perambahan dan penjarahan yang mencolok di lapangan, tetapi tidak ada tindakan dari aparat berwenang.

“Nah, artinya pihak-pihak terkait, apakah itu pemerintah atau pun Perhutani saat ini sebagai pengelola, kenapa tidak melakukan sebuah tindakan-tindakan nyata, sehingga asumsi saya yaitu terjadi pembiaran, dan ini menurut saya sebuah kegagalan,” kata Rosek.

Rosek Nursahid juga menyebut, hutan lindung dan taman nasional di hampir seluruh wilayah di Jawa Timur telah dijarah dan dibalak kayunya, tanpa ada upaya perlindungan dan penindakan dari pemerintah maupun Perhutani.

“Jangan bicara yang bukan konservasi, yang bukan konservasi jelas lebih parah. Ini Jawa Timur, Taman Nasional mana yang tidak dijarah. Itu berarti ada sebuah kebijakan yang harus direview, apa yang salah, karena bukan terjadi di satu lokasi, ini terjadi di banyak lokasi, jadi ada sesuatu yang tidak beres,” kata Rosek.

Kerusakan hutan lindung Sendiki di Malang selatan, terjadi akibat pembiaran oleh negara.

Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Maju Mapan, Mochammad Firman mengungkapkan, pembalakan kayu hutan di hutan lindung Sendiki tidak hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya sejumlah habitat hidup satwa liar, tetapi juga telah mengakibatkan hilangnya sejumlah mata air di wilayah itu.

“Sumber-sumber mata air yang biasanya tidak pernah tidak ada airnya, sekarang sudah terbukti semua. Sekarang banyak yang beli air di bulan-bulan kemarin. Justru ini paling parah kemaraunya, sumur-sumur mati semua rata-rata,” kata Mochammad Firman.

Firman berharap, pemerintah maupun Perhutani proaktif terhadap pelaku pembalakan ilegal di hutan lindung, agar tidak dianggap sebagai pembiaran, dan masyarakat terus melakukan praktik melanggar hukum tersebut.

“Harapan warga ini sebenarnya sama semua yang peduli dengan alam, baik Perhutani sebagai penerima hak kelola, sebelum ada Perhutanan Sosial, itu semestinya menjaga hutannya. Mestinya begitu ada pelanggaran, segera ditindak supaya tidak ada kesannya dibiarkan,” kata Firman.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan, Seknas Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Mochammad Ichwan mengatakan, aktivitas pembalakan dan perdagangan kayu dari kawasan hutan lindung adalah ilegal dan melanggar hukum. Pemerintah bersama instansi terkait harus mengawasi secara ketat tempat-tempat pemotongan kayu serta perusahaan-perusahaan kayu, agar tidak mengolah dan memperdagangkan kayu dari kawasan hutan yang dilarang.

Dari data JPIK menyebutkan, terdapat sekitar 1.000 usaha perkayuan yang tidak berizin. Sedangkan dari sekitar 900 perusahaan yang memiliki izin, hanya 280 perusahaan atau sekitar 31 persen yang memiliki Sertifikasi Legalitas Kayu.

“Artinya sekarang yang paling penting itu sebenarnya pengawasan dari pemerintah. Peran-peran dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Dinas Kehutanan itu sangat penting untuk secara efektif melakukan pengawasan terhadap keberadaan sawmill-sawmill kayu maupun perusahaan-perusahaan kayu. Misalnya yang tidak berizin dan tidak memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu,” kata Ichwan.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home