Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 08:28 WIB | Kamis, 11 Februari 2016

Pembentukan Menteri Urusan Kebahagiaan Jadi Perdebatan di UEA

Ohood Al Roumi, menteri urusan kebahagiaan UEA (Foto: NBC)

DUBAI, SATUHARAPAN.COM - Perdana Menteri Uni Emirat Arab, Sheikh Mohammed bin Rashid, membuat sebuah keputusan yang unik dan jarang terjadi di dunia.

Pada hari Senin (8/2) ia mengumumkan membentuk satu kementerian baru di kabinetnya, yaitu kementerian kebahagiaan. Ia pun menetapkan Ohood Al Roumi, yang saat ini menjadi direktur jenderal di kantor perdana menteri UEA, menjadi menteri negara urusan kebahagiaan.

Lewat akun Twitter, Sheikh Mohammed bin Rashid  mengatakan, menteri kebahagiaan akan bekerja untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam menciptakan kebaikan dan kepuasaan sosial.

Keputusan ini kontan saja mengundang pro dan kontra. Media sosial di negara itu ramai membicarakan keputusan ini. Banyak yang menganggap keputusan tersebut konyol dan tak masuk akal.

"Apakah mungkin pemerintah dapat mengatur kebahagiaan?" begitu kebanyakan pertanyaan yang muncul.

Menurut CNBC, Sheikh Mohammed bin Rashid adalah seorang pengusaha yang mendapat pendidikan di Inggris. Ia dikenal sebagai pengusaha yang mengarsiteki lahirnya Emirates Airlines pada tahun 1985.

Ia menjadi perdana menteri negara terkaya keenam di dunia itu  pada tahun 2006. Dalam kabinetnya yang baru, ada lima orang perempuan.

Salah satunya adalah Ohood Al Roumi, yang akan menjadi menteri kebahagiaan. Al Roumi juga akan tetap berada pada posisinya terdahulu sebagai direktur jenderal kantor perdana menteri.

"Kebahagiaan di UEA bukan hanya harapan, tetapi akan ada rencana, proyek, program dan indikator," kata Mohammed.

Meskipun terdengar aneh, UEA bukan yang pertama memiliki menteri urusan kebahagiaan. Pada 2013, Presiden Venezueala, Nicholas Madura juga menetapkan wakil menteri untuk urusan kebahagiaan sosial.

Menurut David Smilde, seorang pejabat senior di Washington Office on Latin America, kendati terdengar aneh, mandat wakil menteri kebahagiaan cukup masuk akal, yakni mengukur efektivitas berbagai program kesejahteraan sosial pemerintah.

Pada tahun 1972, Raja Bhutan, Jigme Singye Wangchuc, mengatakan bahwa negaranya akan lebih mengandalkan pengukuran Gross National Happiness (GNH) ketimbang Gross National Product (GNP) yang lazim dalam ilmu ekonomi.

Sejak itu, GNH telah digunakan di BHutan. Pengukurannya menggunakan nilai-nilai tradisional Budha untuk mengidentifikasi sembilan komponen kebahagiaan.

Di Dubai, Mohammed berjanji untuk membuat kebahagiaan menjadi "bagian dari gaya hidup kita" di UAE - bahkan menjadikannya subjek dari banyak puisi yang ia terbitkan di situs kantor perdana menteri. Yang terbaru berjudul "Nation Happiest" sebagai berikut:

Our people are happy and in their prime,

Since the days of Zayed till the end of time.

Blessed with honor and dignity they thrive,

Admonished by none, they lead a joyous revive.

While some struggle with obstacles and strain,

Our people are sheltered from agony and pain.

Their children wrapped in peace, they do not fear,

For their wishes and desires, they need not shed a tear.

They live in justice, their dreams fulfilled,

Not chasing illusions, their visions instilled

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home