Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 22:29 WIB | Rabu, 30 Oktober 2019

Pemerintah Irak Di Ambang Kejatuhan

Beberapa orang tenga menolong temannya yang terluka dalam protes rakyat di Irak. (Foto: dari AP)

BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Protes rakyat Iran atas pemerintah makin luas dan tuntutan agar pemerintah mundur makin kuat. Pemrotes bahkan menentang jam malam yang diberlakukan dan jumlahnya terus bertambah pada pekan kedua ini.

Berbagai media menyebutkan bahwa korban tewas telah mencapai 242 orang, dan sekitar 8.000 orang mengalami luka-luka, dalam protes selama bulan ini. Sebelumnya, pada awal bulan Oktober protes telah digelar rakyat, dan korban jiwa mencapai 157 orang dengan ribuan orang terluka.

Protes rakyat dipicu oleh buruknya ekonomi, banyaknya pengangguran dan layanan publik yang dasar sangat buruk. Krisis politik ini membuat pemerintah pimpinan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi makin terancam, yang dipersulit oleh dua kekuatan utama di parlemen yang hendak menyampaikan mosi tidak percaya pada Mahdi.

"Kami sudah mulai berebut siapa yang bisa menendang tabung gas air mata terlebih dahulu," kata Youssef, 33 tahun, demonstran yang menghabiskan malam keenamnya secara berturut-turut di lapangan Tahir, di Baghdad, seperti dikutip AFP. "Mereka tidak akan bisa menekan protes ini."

Siklus Kekerasan

"Lingkaran setan kekerasan harus berakhir," kata pejabat tinggi PBB di Irak, Jeanine Hennis-Plasschaer, yang mendesak dialog nasional untuk menanggapi tuntutan para pemrotes.

Sejauh ini, proposal reformasi yang diajukan pemerintah adalah merekrut pegawai, kampanye anti-korupsi dan lebih banyak jaring pengaman sosial, namun gagal menenangkan para pemrotes.

Tuntutan rakyat sekarang juga disuarakan oleh Moqtada Sadr, seorang pemimpin Islam Syiah dan mantan milisi Irak. Sadr sendiri adalah salah satu dari dua pendukung utama pemerintah saat ini, setelah blok politik Saeroon yang dipimpinnya memenangkan bagian terbesar dari 329 kursi parlemen dalam pemilihan umum tahun lalu.

Pada hari Selasa (29/10), dia kembali ke kota Najaf, sebuah kota suci di Irak selatan, tempat asalnya, dan diberitakan  dia juga ke Iran, negara tetangganya. Yang mengejutkan, dia mengajak blok politik Fatah saingannya, Hadi al-Amiri untuk mengajukan mosi tidak percaya pada Mahdi. Blok fatah adalah kekuatan kedua di parlemen Irak.

Abdel Mahdi menyatakan menolak mundur. Sadr dan Amiri membentuk aliansi yang membawa Adel Abdul Mahdi menjadi PM tahun lalu, tetapi mereka kemudian saling berlawanan dalam merespons protes rakyat awal bulan ini.

Blok Fatah adalah kepanjangan tangan politik dari kekuatan paramiliter Hash al-Shaabi, yang secara terbuka mendukung pemerintah. Beberapa kantonya di Irak selatan dibakar pekan lalu akibat meningkatnya persaingan.

Ada laporan sementara bahwa Amiri menerima undangan untuk mosi tidak percaya. Namun sejauh ini Adel Abdul Mahdi mengabaikan panggilan parlemen.

Dukungan Baru

Protes rakyat baru-baru ini menerima dukungan baru oleh generasi muda Irak, dengan para mahasiswa dan anak-anak sekolah berbondong-bondong ke jalanan meskipun ada perintah untuk kembali ke kampus dan sekolah.

Serikat pekerja yang mewakili para guru, pengacara, dan dokter gigi, semuanya menyatakan pemogokan berlangsung untuk beberapa hari.

Di Irak, sekitar 60 persen dari 40 juta penduduknya berusia di bawah 25 tahun. Tetapi pengangguran kaum muda mencapai 25 persen. Dan satu dari lima orang hidup di bawah garis kemiskinan, meskipun negara ini memiliki kekayaan minyak yang besar, dan merupakan produsen minyak mentah terbesar kedua dalam organisasi negara pengekspor minyak, OPEC.

"Kami tidak menginginkan pemerintahan ini lagi. Kami menginginkan pemerintahan transisi dan perubahan konstitusi," kata seorang pengunjuk rasa dikutip AFP. Dia menambahkan, “Saya seorang guru, saya punya gaji, saya punya rumah, tetapi orang-orang muda yang menganggur juga saudara dan saudara saya."

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home