Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 23:39 WIB | Rabu, 03 Agustus 2016

Pemerintah Kembali Ajukan Revisi APBN 2016

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Menko Polhukam Wiranto (kiri) memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, hari Rabu (3/8). Sidang Kabinet Paripurna tersebut membahas draf nota keuangan dan postur APBN 2017, serta efisiensi anggaran belanja kementerian dan lembaga pada prioritas pembangunan dengan prinsip money follow program. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM -  Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, hari Rabu (3/8) petang, memutuskan pemerintah akan merevisi kembali APBN 2016.

"Menkeu juga sampaikan revisi APBN 2016 walaupun hanya tersisa sekitar lima bulan saja," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam konferensi pers usai sidang kabinet itu di Jakarta, hari Rabu (3/8).

Pramono mengatakan secara prinsip usulan perubahan APBN 2016 itu disetujui Presiden dan Wapres dan mengikat bagi seluruh kementerian dan lembaga.

Sebelumnya pemerintah sudah mengajukan perubahan APBN 2016 kepada DPR dan sudah disetujui menjadi APBNP 2016 pada sekitar Juni 2016.

Sementara itu Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan sidang kabinet hari ini memang membahas finalisasi Nota Keuangan dan Postur RAPBN 2017.

"Namun untuk menyusun anggaran yang kredibel dan solid, kita harus melihat kondisi 2016. Presiden telah memutuskan bahwa APBN tetap menggunakan APBN sebagai instrumen untuk menjaga momentum kegiatan ekonomi sehingga kesempatan kerja tetap bisa diperluas, dan dalam upaya mengurangi kemiskinan," katanya.

Menkeu menyebutkan dalam dua tahun terakhir realisasi penerimaan perpajakan mengalami tekanan berat dengan jatuhnya harga komoditas migas, batu bara, kelapa sawit dan lainnya sehingga penerimaan pajak juga turun.

"Sektor perdagangan dan konstruksi pada 2016 juga tertekan terlihat dari volume yang hanya tumbuh separuh dari tahun sebelumnya," katanya.

Selain itu melemahnya kondisi perdagangan global menyebabkan ekonomi Indonesia juga mengalami kontraksi dari 2015 hingga 2016.

"Dengan kondisi itu, Kemenkeu melaporkan penurunan potensi pajak tahun 2016 yang cukup besar karena basis penghitungan tahun 2016 masih tinggi," katanya.

Ia menyebutkan pada 2014 realisasi penerimaan pajak sekitar Rp 100 triliun di bawah target, tahun 2015 Rp 249 triliun lebih kecil dari rencana. 

"Kami laporkan bahwa kami perlu penyesuaian sehingga APBN kita menjadi kredibel, confidence dan trust, yang mencerminkan kondisi ekonomi kita," katanya. 

Namun menurut dia, tidak akan ada pengendoran upaya meningkatkan penerimaan pajak. 

Menkeu memperkirakan penerimaan pajak pada tahun 2016 jika tidak ada perubahan maka akan kurang Rp 219 triliun dari target. 

Ia menyebutkan dengan kurangnya penerimaan pajak maka pihaknya mengusulkan penghematan belanja kementerian/lembaga sekitar Rp 65 triliun dan belanja ke daerah sekitar Rp 68 triliun.

"Kami dengan Kemenko Perekonomian dan Bappenas akan menyisir belanja yang bisa dikurangi tanpa ganggu belanja prioritas," katanya.

Ia menyebutkan untuk asumsi makro pada APBN 2016 akan tetap sama kecuali kurs yang berubah dari angka di APBNP 2016 sebesar Rp 13.500 menjadi Rp 13.300 per dolar AS.

"Defisit diperkirakan akan 2,5 persen meningkat dari 2,35 persen sehingga ada tambahan pembiayaan sekitar Rp 17 triliun," katanya.

Dalam kesempatan itu Menkeu menyebutkan untuk postur RAPBN 2017 yang akan disampaikan ke DPR, pemerintah akan menggunakan angka-angka yang selama ini disetujui dalam pembahasan awal bersama DPR. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home