Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 15:20 WIB | Jumat, 17 Februari 2017

Pemerintah Lanjutkan Impor Sapi dengan Lebih Hati-hati

Peternak menawarkan sapi siap potong yang didatangkan dari Jombang dan Madura kepada pembeli di Pasar Hewan Legi, Ngawi, Jawa Timur, Kamis (13/10). Penjual dan peternak sapi di kawasan tersebut mengeluhkan kurangnya persediaan sapi siap potong di pasaran pasca Hari Raya Iduladha sehingga mereka harus mendatangkan sapi dari luar daerah untuk memenuhi permintaan padahal harganya kini naik dari Rp15 juta menjadi Rp17 juta per ekor untuk ukuran standar. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tetap melakukan impor sapi pada tahun 2017 dari sejumlah negara country based dan zona based.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan impor tersebut sesuai dengan putusan uji materiil Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU No. 41/2014).

“Iya kita buka. Sudah berlanjut. Keputusan MK-nya membolehkan,” kata Oke Nurwan kepada satuharapan.com di kantor Kemendag, Jakarta, hari Jumat (17/2).

Pasal 36E ayat (1) UU No. 41/2014, berbunyi “dalam hal tertentu, dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional, dapat dilakukan pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan.”

Penjelasan Pasal 36E ayat (1) UU No. 41/2014 menyatakan, “Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah keadaan mendesak, antara lain, akibat bencana, saat masyarakat membutuhkan pasokan Ternak dan/atau Produk Hewan.”

Mahkamah menegaskan, syarat dalam Penjelasan Pasal 36E ayat (1) UU No. 41/2014 mutlak harus diterapkan dalam penggunaan sistem zona ketika negara memasukkan produk hewan ke dalam wilayah NKRI, sehingga secara a contrario harus dimaknai bahwa tanpa terpenuhinya syarat tersebut, pemasukan produk hewan dari zona dalam suatu negara atau dengan sistem zona ke dalam wilayah NKRI adalah inkonstitusional.

Walaupun UU No. 41/2014 telah menganut sistem zona dengan syarat-syarat yang begitu ketat, Mahkamah menegaskan terhadap pemasukan produk hewan dari zona dalam suatu negara, harus dilaksanakan dengan berlandaskan prinsip kehati-hatian.

“Iyalah. Kita lihat cuma sekarang untuk bisa melakukan itu mekanismenya harus disusun berdasarkan keputusan MK di Pasal 36 huruf e harus diperjelas juga apa yang disebut kondisi tertentu dan bagaimana memaksimalkan kehatian-kehatian, hati-hati yang secara maksimal,” kata Oke.

“Itu adalah harus bertanyanya dengan Kementerian Pertanian karena tindak lanjut dari Undang-Undang 41 itu atau PPnya itu seperti apa? Harus dijabarkan ke yang lebih jelas,” dia menegaskan.

Perubahan Skema

Sebelumnya Kemendag mengeluarkan izin importasi sapi bakalan sebanyak 123.800 ekor untuk trimester III 2016, setelah pelaku usaha penggemukan sapi atau feedlot berkomitmen untuk mengimpor sapi indukan sebanyak 20 persen dari total izin diberikan.

"Untuk trimester III itu sudah terbit Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk 32 perusahaan, dengan total 123.800 ekor," kata Oke Nurwan, dalam jumpa pers di Jakarta, hari Jumat (28/10/2016).

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengubah skema atau bentuk kebijakan importasi sapi bakalan. Selama ini, jumlah sapi bakalan yang masuk ke Indonesia dan dijadikan sumber protein masyarakat tersebut mencapai kurang lebih 600.000 ekor per tahun.

Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49/Permentan/PK.440/10/2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, yang menjadi payung hukum perubahan skema importasi sapi ke Indonesia.

Perubahan skema tersebut dipicu keinginan pemerintah untuk menambah jumlah sapi indukan di dalam negeri. Dengan pertimbangan untuk menambah jumlah produksi sapi di Indonesia, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sepakat untuk mewajibkan importir sapi bakalan mengimpor sapi indukan.

Impor sapi indukan tersebut menggunakan rasio 1:5 bagi pelaku usaha, sementara untuk Koperasi Peternak dan Kelompok Peternak dengan rasio 1:10. Pemenuhan rasio tersebut nantinya dilakukan bertahap dan akan diaudit pada 31 Desember 2018.

Pada skema impor dengan rasio 1:5 tersebut, setiap pelaku usaha yang mengimpor lima ekor sapi, maka sebanyak empat ekor merupakan sapi bakalan dan satu ekor sapi indukan. Untuk rasio 1:10, maka wajib mengimpor satu indukan dan sisanya berupa sapi bakalan.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home