Loading...
SAINS
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 20:50 WIB | Minggu, 16 Oktober 2016

Pemerintah Perlu Fasilitasi Santri Bendung Radikalisme

Ilustrasi gerakan melawan radikalisme. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Adnan Anwar, mengatakan pemerintah perlu memfasilitasi santri dalam membendung propaganda radikalisme di dunia maya.

"Santri itu punya keunggulan substansi dalam bidang ilmu agama. Ini tentu akan makin efektif membantu pemerintah dalam memerangi propaganda radikalisme terorisme di dunia siber," kata Adnan di Jakarta, hari Jumat (16/10).

Menurutnya, hal itu karena santri dalam mempelajari agama di pesantren minimal selama 10-13 tahun sehingga memiliki ilmu agama yang luas. Di pesantren, santri juga diajarkan ilmu fikih tentang kenegaraan, sosial, dan lain-lain. 

Dengan modal itu, lanjut Adnan, bila dilibatkan dalam proses deradikalisasi, santri akan lebih kuat dalam memberikan argumen dan pemahamannya dibandingkan dengan orang biasa. 

"Peran ini yang harus dimainkan di media sosial atau dunia maya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, utamanya dalam memerangi perang siber melawan kelompok radikal terorisme," katanya.

Ia mengatakan propaganda yang dimainkan kelompok radikal terorisme melalui dunia maya sangat gencar, sementara peran santri untuk melawan itu melalui dunia maya masih kurang.

"Untuk itu, pemerintah harus memfasilitasi kekuatan yang dimiliki santri," kata mantan Wakil Sekjen PBNU itu.

Menurut dia, BNPT dan Kemenkominfo perlu menggandeng pesantren seperti mengadakan pelatihan teknologi informasi untuk menyusun pasukan cyber pesantren itu.

Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah, Prof Dr Bambang Pranowo MA, mendukung keterlibatan santri yang lebih besar dalam pencegahan radikalisme terorisme melalui dunia cyber. Namun, ia menyarankan agar hal itu dilakukan secara selektif.

"Harus ada yang mengontrol, dalam hal ini pesantren. Karena dunia siber itu sangat luas, kalau tidak dikontrol dikhawatirkan akan melenceng dari tujuan. Intinya pesantren harus proaktif, jangan sampai tidak terseleksi karena bisa menjadi bumerang," katanya.

Pesantren juga harus terbuka menyikapi santri cyber ini, terutama untuk meluruskan hal-hal tidak benar yang diunggah kelompok radikal. 

"Salah satu cara untuk menciptakan santri cyber adalah dengan memasukkan kurikulum dalam pendidikan pesantren. Itu akan lebih efektif dibandingkan hanya sebagai ekstrakurikuler," katanya. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home