Loading...
INDONESIA
Penulis: Sotyati 19:41 WIB | Senin, 24 Februari 2014

Pemilu 2014: Kaum Muda Masih Terjebak pada Slogan Politik

Ahmad Fuad Fanani. (Foto Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Isu-isu kepemudaan di DPR/DPRD sempat mengemuka dan menjadi wacana publik dalam politik di negeri ini. Hal itu bisa dirasakan menjelang Pemilu  2009 dan setelahnya, terutama menyangkut tentang pentingnya kepemimpinan kaum muda. Saat itu anggota DPR/DPRD menggarap isu itu bersama elemen kaum muda lain di masyarakat. Bahkan, ada juga  Kabinet Indonesia Muda (KIM) yang berisi politisi muda di Senayan.

Sayangnya, sejauh pengamatan Ahmad Fuad Fanani, Pengurus PP Pemuda Muhammadiyah, seperti dikemukakannya kepada satuharapan.com, Senin (24/2), isu tentang kepemimpinan kaum muda menjadi meredup kembali seiring dengan banyaknya politisi muda yang terjerat kasus korupsi seperti Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Nazaruddin, Al-Amin Nasution, Wa Ode, Andi Mallarangeng, dan lainnya.

“Yang menjadi kritikan saya, isu tentang kepemimpinan kaum muda masih menjadi wacana politik tanpa basis teoretis serta agenda politik yang mendalam. Jadinya, kaum muda masih terjebak pada slogan-slogan politik. Mestinya, isu kaum muda harus juga diimbangi dengan program-program dan agenda politik yang sistematis,” kata Fuad, yang menjabat Direktur Riset MAARIF Institute for Culture and Humanity.

Peran Legislatif  

Secara garis besar budaya politik kita, menurut Fuad, masih memberikan tempat yang senior dan sepuh pada posisi tinggi. Selain itu, budaya kekerabatan yang mencipta politik dinasti juga masih kental dalam politik kita.

“Akibatnya, pengembangan potensi kaum muda dalam legislatif masih belum berjalan maksimal, meskipun peran-peran kepemudaan sudah mulai tampak,” kata dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Fuad mencontohkan wakil ketua MPR dan wakil ketua DPR, yang beberapa di antaranya muda usia. Ia menyebut nama-nama Hajriyanto Y Thohari, Lukman Hakim Saifuddin, dan Pramono Anung. “Saya kira para politisi muda di legilatif yang layak diperhitungkan sebagai calon pemimpin mendatang,” katanya.

Fuad berpandangan, agar terus terkoneksi dengan isu-isu kaum muda dan kepemimpinan kaum muda, politisi harus punya komitmen yang kuat terhadap pentingnya regenerasi politik. Mereka harus berpikir kaum muda harus diberi kesempatan dan kepercayaan menduduki kursi-kursi kepemimpinan politik. “Meskipun saat ini ada sebagain kaum muda yang gagal ketika menjadi pemimpin sehingga lahir olok-olokan ‘Yang Muda, Yang Korupsi’, namun jangan lelah dan patah semangat mendorong munculnya kaum muda di pangggung politik,” ia menambahkan.

Selain komitmen, yang diperlukan kaum muda adalah kemauan untuk belajar dan tidak membiarkan diri merasa mapan, baik secara politik dan ilmu pengetahuan. Karena, jika merasa mapan, ia akan sulit menerima kritik dan masukan dari luar serta merasa paling hebat sendiri.

“Yang juga penting adalah penciptaan mekanisme pengkaderan dalam partai politik yang mendorong kaum muda untuk maju. Gabungan antara individu dan organisasi tentu akan lebih mudah mendorong perubahan,” ia menjelaskan.

Selain nama-nama yang ia sebut di atas, Fuad berpendapat Eva Kusuma Sundari, Budiman Sujatmiko, Rohamurmuzuy, Rieke Dyah Pitaloka, Abd Rohim Ghazali, dan Saleh Partaonan Daulay, adalah generasi lebih muda yang layak diperhitungkan.

Tidak sulit mengetahui kepedulian calon wakil rakyat terhadap hak-hak pemuda. Fuad mengajak untuk menyimak pernyataan-pernyataan mereka di media massa, baik cetak maupun online, dari komentar atau wawancaranya di televisi, dari isi pembicaraan ketika berdiskusi, serta dari karya-karya atau tulisannya di buku atau di koran.

“Selain itu, kita juga bisa mengetahuinya dari track record (rekam jejak, Red) ketika menjadi aktivis mahasiswa dan organisasi kaum muda. Kita juga bisa menggali informasi dari kawan-kawannya di organisasi atau teman kuliahnya,” Fuad menjelaskan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home