Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 09:48 WIB | Senin, 27 Oktober 2014

Pemimpin NIIS Ancam Bunuh Jihadis Inggris Yang Mau Pulang

Pemuda usia 19 tahun asal Portsmouth Inggris, Muhammad Mehdi Hassan, yang bertempur bersama NIIS, dan dilaporkan meninggal dalam pertempuran di Kobane, Suriah. (Foto dari facebook)

SATUHARAPAN.COM –  Pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) mengancam akan membunuh anggotanya yang berasal dari Inggris yang dilaporkan mereka telah putus asa dan ingin kembali ke Inggris, kata sebuah laporan oleh The Observer.

"Ada warga Inggris yang ingin meninggalkan (Suriah dan Irak) diancam dibunuh, baik secara langsung maupun tidak langsung," kata seorang sumber dengan kontak yang luas melalui kelompok pemberontak Suriah.

Sedikitnya 30 angota militan NIIS asal Inggris ingin pulang, kata mantan tahanan  teroris Amerika Serikat di Guantanamo Bay,  Moazzam Begg kepada surat kabar Inggris. Menurut dia, mereka ditahan di Suriah dan Irak, karena menilai ada hal bertentangan dengan keinginan mereka.

Laporan-laporan ini muncul menyusul kematian seorang Muslim muda asal Inggris, Muhammad Mehdi Hassan, 19 tahun. Dia dilaporkan meninggal dalam pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan NIIS  di Kobane, Suriah. Dia orang keempat dari kota Inggris, Portsmouth yang meninggal dalam pertempuran di sana.

Dianggap Pengkhianat

Selama beberapa bulan terakhir, pemerintah Inggris menyatakan bahwa pejuang yang kembali dari Irak dan Suriah akan diadili karena dinilai melakukan pengkhianatan.

Begg, yang menawarkan untuk membantu merundingkan pembebasan sandera Inggris oleh NIIS, Alan Henning, namun ditolak oleh pemerintah Inggris, menyebutkan bahwa para pejuang ingin kembali  dan diampuni. Bukan dituntut dan ditempatkan  di pusat-pusat rehabilitasi seperti di Denmark.

Dia juga menggambarkan keadaan seorang pejuang yang telah putus asa pada ideologi NIIS menghadapi  tantangan untuk pulang.

"Ketika pendeklarasian sebagai Negara Islam, khalifah, dan Anda bersumpah setia. Setelah itu, jika Anda melakukan sesuatu yang tidak taat, Anda melanggar khalifah dan bisa dikenakan tindakan indisipliner yang dapat berupa ancaman kematian atau kematian," katanya kepada The Observer.

Banyak warga Inggris yang terjebak, kata Begg menambahkan. Ada sejumlahorang di luar sana yang ingin pulang. “Jumlah pada bulan Januari adalah sekitar 30, yang merupakan angka yang diberikan kepada saya. Angka itu pasti telah meningkat sejak itu."

Begg, yang memiliki kontak yang luas di Suriah, mengatakan bahwa mereka yang berjuang dengan pasukan pemberontak non NIIS telah dipenjara, meskipun  mereka jelas tidak setuju dengan ideologi kelompok ekstremis itu.

"Beberapa orang yang saya temui di Belmarsh telah pergi ke Suriah untuk membantu dalam peran defensif kemanusiaan," katanya. Dia menjelaskan bahwa banyak dari mereka menolak untuk terjebak dalam pertempuran di antara kelompok pemberontak dan masih ditahan oleh pihak berwenang Inggris.

"Jika Anda datang kembali karena menolak pertempuran itu berarti bahwa Anda secara ideology tidak terkait pada kelompok-kelompok seperti NIIS," kata dia.

500 Orang

Sebuah lembaga yang mengkaji radikalisasi, King’s College London’s International Centre for the Study of Radicalization (ICSR) memperkirakan ada 500 warga Inggris  yang pergi ke Irak dan Suriah, 24 di antaranya telah meninggal.

Kematian Hassan dan Manunur Roshid, juga terjadi dalam pertempuran Kobane antara militan NIIS dan pejuang Kurdi yang dibantu oleh koalisi anti-NIIS yang dipimpin Amerika Serikat. Hassan dan Roshid adalah bagian dari kelompok lima yang menyebut diri mereka "Britani Brigade Bangladesh Bad Boys."

Di antara mereka, empat meninggal, satu kembali ke Inggris dan saat ini ditahan, dan selebihnya masih bertempur di Suriah. "Kita tahu bahwa Hassan berjuang dalam pertempuran di Kobane, mungkin bersama Manunur Rohsid, yang dilaporkan meninggal beberapa hari lalu," kata Shiraz Maher, dari ICSR.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home