Pemimpin Syiah, Moqtada Al-Sadr, Menangi Pemilu Irak
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Ulama Syiah Irak, Moqtada Al-Sadr, pada Selasa (30/11) dikonfirmasi sebagai pemenang terbesar pemilihan parlemen bulan lalu yang telah memicu tuduhan penipuan pemilih dari faksi-faksi pro-Iran.
Gerakan Sadr memenangkan 73 dari 329 kursi majelis, kata komisi pemilihan, setelah penghitungan ulang secara manual yang panjang dari ratusan kotak suara.
Di urutan kedua dengan 17 kursi adalah Aliansi Fatah (Penaklukan), cabang politik mantan pasukan paramiliter Hashed Al-Shaabi yang pro Iran, yang sekarang terintegrasi ke dalam aparat keamanan negara Irak.
Para pemimpin Hash menolak hasil awal, yang turun tajam dari sebelumnya memiliki 48 kursi di majelis, dan menuduh terjadi "penipuan," dan pendukung mereka mengadakan protes jalanan meneriakkan "Tidak untuk penipuan."
Aktivis mereka melakukan protes duduk di luar distrik Zona Hijau yang sangat aman di Baghdad, di mana pemerintah, kantor majelis dan banyak kedutaan asing berada.
Analis telah memperingatkan bahwa, di negara yang masih belum pulih dari perang dan kekacauan selama beberapa dekade, dan di mana sebagian besar partai memiliki sayap bersenjata, perselisihan politik dapat memicu eskalasi yang berbahaya.
Pada 7 November, Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi, pemimpin pemerintahan yang akan berakhir, lolos tanpa cedera ketika sebuah pesawat tak berawak berisi bahan peledak menghantam kediamannya di Baghdad. Serangan itu belum diklaim oleh kelompok mana pun.
Hasil akhir spemilu ekarang harus dikirim ke pengadilan federal untuk diratifikasi. Dan pembentukan pemerintah Irak telah melibatkan negosiasi kompleks di negara banyak faksi, dan multi etnis sejak invasi pimpinan Amerika Serikat menggulingkan diktator Saddam Hussein pada tahun 2003.
Jabatan dan kementerian biasanya dibagikan sesuai dengan kompromi yang dicapai oleh blok-blok utama dalam pembicaraan ruang belakang, dan tidak mencerminkan jumlah kursi yang telah dimenangkan oleh partai-partai.
Sadr, mantan pemimpin milisi anti AS yang sering mengejutkan pengamat dengan manuver politiknya, telah menyerukan pemerintah "mayoritas" yang, menurut para analis, dapat mencakup partai-partai Sunni dan Kurdi.
Irak, negara kaya minyak berpenduduk 40 juta, masih belum pulih dari konflik dan kekacauan selama bertahun-tahun. Pertempuran besar telah berhenti sejak aliansi militer termasuk Hash mengalahkan Daesh (sebutan dalam bgahasa Arab untuk ISIS) pada tahun 2017, tetapi kekerasan sporadis terus berlanjut.
Pangkalan militer yang menampung pasukan AS telah menjadi sasaran dengan puluhan serangan rudal dan pesawat tak berawak di mana Washington menuduh itu dilakukan faksi-faksi pro Iran.
Ketegangan memuncak beberapa pekan setelah pemilihan dengan serangan pesawat tak berawak yang tidak diklaim terhadap Kadhimi. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Sri Mulyani Klarifikasi Alasannya Kerap Bungkam dari Wartawa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan ter...