Loading...
SAINS
Penulis: Reporter Satuharapan 22:52 WIB | Jumat, 03 April 2020

Peneliti Temukan Tengkorak Manusia Berusia 2 Juta Tahun

Peneliti Temukan Tengkorak Manusia Berusia 2 Juta Tahun
Tengkorak Homo erectus tertua yang pernah diketahui. (Foto-foto: twitter.com/Ozarchaeomaglab)
Peneliti Temukan Tengkorak Manusia Berusia 2 Juta Tahun
Profesor Andy Herries dengan tengkorak Homo erectus tertua yang pernah diketahui.

SYDNEY, SATUHARAPAN.COM - Sebuah tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas La Trobe Australia berhasil menemukan tengkorak Homo erectus tertua yang pernah diketahui. Homo erectus adalah nenek moyang awal manusia modern yang memiliki kemiripan dalam aspek anatomi dan perilaku.

Fosil tengkorak berusia dua juta tahun itu disatukan dalam waktu lima tahun dari 150 fragmen individu yang ditemukan di sistem gua Drimolen di sebelah utara Johannesburg, Afrika Selatan saat ini, demikian menurut penelitian tersebut yang dipublikasikan pada Jumat (3/4).

Profesor Andy Herries, peneliti utama yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Arkeologi dan Sejarah La Trobe, mengatakan bahwa usia tengkorak itu menunjukkan bahwa Homo erectus sudah ada 100.000 hingga 200.000 tahun lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.

"Tengkorak Homo erectus yang kami temukan, kemungkinan berusia antara dua dan tiga tahun ketika meninggal, menunjukkan otaknya hanya sedikit lebih kecil dibandingkan contoh otak Homo erectus dewasa lainnya," kata Herries.

"Ini merupakan sampel dari bagian sejarah evolusi manusia ketika nenek moyang kita berjalan dengan sepenuhnya tegak, membuat alat-alat dari batu, mulai beremigrasi keluar dari Afrika, tetapi sebelum mereka mengembangkan otak besar," tambahnya.

Herries mengatakan bahwa tengkorak itu adalah bukti lebih lanjut bahwa nenek moyang kita berevolusi di Afrika, menambahkan bahwa Homo erectus bukan satu-satunya spesies hominid awal yang ada saat itu.

"Kini, kita dapat mengatakan Homo erectus berbagi lanskap dengan dua tipe manusia lain di Afrika Selatan, Paranthropus dan Australopithecus," katanya.

Pertanyaan mengapa garis keturunan kita selamat sementara spesies serupa meninggal akan menjadi fokus untuk penelitian lebih lanjut oleh tim tersebut, dengan melihat peran perubahan habitat, sumber daya, dan adaptasi biologis unik dari nenek moyang kuno kita.

"Namun, sebagai spesies manusia terakhir yang bertahan, kita seharusnya tidak berpikir bahwa kita kebal terhadap nasib yang sama seperti Australopithecus, yang kemungkinan punah sebagai akibat dari perubahan iklim 2 juta tahun silam," ujar Herries.

Salah satu direktur proyek tersebut, mahasiswa program doktor Universitas Johannesburg Stephanie Baker, mengatakan penemuan Homo erectus yang paling awal itu menandai tonggak luar biasa bagi warisan fosil Afrika Selatan.

"Penelitian itu tidak hanya mengilustrasikan pentingnya Afrika Selatan dalam kisah manusia, tetapi proyek ini juga merupakan terobosan besar pertama dalam penelitian hominid bersama seorang perempuan, direktur Afrika Selatan," imbuh Baker. (Xinhua)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home