Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:40 WIB | Minggu, 17 April 2016

Pengamat: Telah Terjadi Pergeseran Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat korupsi Ridaya Laode Ngkowe menilai bawah telah terjadi pergeseran "lahan" korupsi. Sebelumnya tindak korupsi biasa terjadi di pengadaan barang/jasa pemerintah dan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun sekarang lebih banyak di perizinan.

“Telah terjadi pergeseran. Awal reformasi korupsi terjadi di seputar pengadaan barang dan jasa (procurement) pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi saat ini  bergeser pada pengelolaan rezim perizinan dan pembuatan peraturan, karena berdampak besar dan langsung pada kalkulasi bisnis para pemilik modal,” ujar Pengamat Korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) periode 2005-2008, Ridaya Laode Ngkowe, kepada satuharapan.com, hari Minggu (17/4).

Kasus suap Sanusi dan Damayanti, yang keduanya adalah pejabat negara, tetapi nyata-nyata berhasil disuap oleh pihak swasta untuk memuluskan izin bangun dan perolehan proyek di dalam pembuatan peraturan pembangunan, merupakan contoh kasus terbaru dalam hal ini.

Selain itu, dewasa ini, kasus korupsi, dikatakan Ridaya, juga kembali menyentuh pengolahan perkara di lingkar penegak hukum.

Oknum jaksa yang terlibat dalam kasus suap akhir-akhir ini semakin menjamur dan terkuak ke permukaan. Contoh, adanya dugaan kuat oknum jaksa terlibat dalam kasus suap PT Brantas Abipraya yang hingga kini masih diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tertangkap tangannya seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi Subang (Kejati Subang) setelah menerima uang suap dari istri seorang terdakwa di Kejati Subang.

Ketika ditanya mengenai kasus korupsi seperti apa yang dapat disebut sebagai grand corruption, Ridaya menjelaskan adalah yang telah melibatkan banyak koruptor.

Grand corruption biasanya dipakai jika telah melibatkan banyak aktor di multipihak dengan magnitudo yang signifikan,” katanya.

Jadi, menurutnya, sejauh ini, kasus suap yang terkuak dalam operasi tangkap tangan belum bisa dikatakan sebagai grand corruption. “KPK harus mengembangkan lebih jauh terlebih dahulu baru bisa dikatakan seperti itu.”

Maraknya pihak swasta yang menyuap pejabat negara, Ridaya mengatakan hal ini merupakan hal baru yang besar.

Pria yang kini berprofesi sebagai pekerja lepas ini juga berkata bahwa maraknya penyuapan yang dilakukan oleh pihak swasta didukung dengan adanya business intelegent. “Mereka kan pakai business intelegent, jadi mudah saja untuk tahu bahkan memetakan pejabat mana saja yang dapat disuap,” katanya.

Namun, Ridaya melihat bahwa pihak swasta tidak akan pernah mau jujur dengan hal itu

“Mereka tak selalu mau dibilang begitu (menggunakan business intelegent),” tutur Ridaya.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home