Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:35 WIB | Selasa, 13 Oktober 2015

Pengamat: Wacana Revisi UU KPK Gaduhkan Politik

Ilustrasi: alumni lintas perguruan tinggi yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi (GAK) bersama mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia melakukan aksi, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/10/2015). (Foto: Antaranews/Hafidz Mubarak)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara, memandang wacana revisi UU 30 Tahun 2002 tentang KPK, berpotensi menimbulkan kegaduhan politik, atau pelemahan kewibawaan politik pemerintah.

"Wacana revisi UU KPK berpotensi menimbulkan kegaduhan politik. Presiden Jokowi harus segera mengambil sikap tegas atas hal ini, jangan sampai pelemahan ekonomi yang sekarang sedang diatasi, diikuti pelemahan kewibawaan presiden dalam pemberantasan korupsi," kata Igor, dihubungi di Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut dia, sebaiknya revisi UU KPK ditunda saja, dan DPR agar fokus lebih dulu terhadap uji kepatutan dan kelayakan calon pemimpin KPK.

"Kalaupun terjadi revisi dan draf revisinya berasal dari pemerintah, sebaiknya justru harus melindungi KPK atau minimal berisi revisi kode etiknya saja terhadap komisioner KPK. Bukan yang lain," kata dia.

Dia mengingatkan korupsi merupakan kriminal luar biasa, layaknya terorisme dan narkoba, sehingga yang dibutuhkan adalah penguatan KPK, bukan sebaliknya.

"Di negara lain yang korupsinya minim sekali pun, tetap saja ada lembaga antikorupsi, di luar kepolisian dan kejaksaan. Berbagai survei membuktikan, KPK adalah lembaga yang paling dipercaya publik. Karena itu, Presiden harus tegas terhadap wacana merevisi UU KPK," kata Igor.

Terlebih, kata Igor, penundaan uji kepatutan dan kelayakan calon pemimpin KPK akibat wacana revisi, berpotensi menjadi momentum bagi oknum anggota DPR, menelisik calon pemimpin KPK yang selaras dengan kemauannya merevisi UU KPK, dengan maksud pelemahan lembaga antirasuah.

Sejalan dengan Igor, Wakil Ketua DPR RI dari Partai Demokrat Agus Hermanto menilai, sebaiknya KPK tetap menggunakan undang-undang yang sudah ada saat ini. Hal itu sesuai dengan permintaan mayoritas konstituen Demokrat belakangan ini.

"Sebagian besar masyarakat konstituen Demokrat, belum menginginkan revisi, sehingga tentu Demokrat juga memandang saat ini belum mendesak dilakukan revisi UU KPK, malah rasanya nanti tidak bagus, banyak debat yang intinya malah tujuan tidak tercapai," kata Agus Hermanto, di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (13/10).(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home