Pengelolaan Emosi dapat Tekan Kasus Kekerasan Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dinas Perlindungan Anak DKI Jakarta menyebut pengelolaan emosi terhadap anak bisa menjadi satu upaya menekan angka kasus kekerasan.
“Kasus kekerasan anak di Jakarta cukup tinggi termasuk di sekolah. Pengendalian emosi menjadi cara untuk menekan kasus tersebut," kata Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Aswarni di Jakarta, Kamis (26/9).
Data memperlihatkan selama periode Januari-September 2024 Dinas PPAPP DKI Jakarta menampung 650 kasus kekerasan di sekolah baik di tingkat TK hingga SMA. Sebanyak 33 persen merupakan kasus kekerasan psikis.
Aswarni menjabarkan kekerasan psikis di antaranya seperti perundungan, berkata kasar pada korban, intimidasi, dipermalukan di depan umum, dan hal-hal lain yang mengganggu kondisi psikis seseorang.
Oleh sebab itu, Aswarni mengatakan Dinas PPAPP berkewajiban mencegah kekerasan pada anak dengan cara menyosialisasikan cara mengelola emosi dan kemarahan.
“Barangkali ini hanyalah semacam stimulan. Mudah-mudahan bisa ditindak lanjuti oleh orang tua dan pihak sekolah bagaimana nanti anak-anak atau para pendamping anak didik ini bisa melakukan pengelolaan terkait amarah dan emosi yang dimiliki oleh setiap orang,” kata Aswarni.
Psikolog anak dan remaja dari Yayasan Pulih Ika Putri Dewi, S.Psi, Psikolog juga menyampaikan hal senada. Ika menjelaskan, marah merupakan salah satu emosi yang lumrah bagi manusia, namun setiap orang juga perlu menyadari adanya batasan-batasan yang harus bisa dikendalikan.
“Ukurannya itu tidak menyakiti orang lain, tidak membahayakan diri. Jadi marah itu boleh, tetapi jangan yang berkekerasan. Itu batasan yang perlu dipahami,” kata Ika.
Lebih lanjut Ika pun menjelaskan beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengelola emosi. Misalnya peka terhadap tanda akan munculnya rasa marah atau sumber perubahan reaksi tubuh hormonal remaja seperti PMS.
Kemudian setelah menyadari, seseorang bisa memproses emosi marah tersebut dan belajar untuk mengekspresikan secara sehat.
“Perasaan marah itu perlu diterima. Jangan dikatakan ‘tidak boleh marah’. Setelahnya kita bisa melakukan suatu hal untuk meredakan atau mengekspresikan secara sehat. Kemudian baru kita bisa mengatur emosi. Kita atur lagi ke arah netral,” kata Ika.
D'Masiv Meriahkan Puncak Festival Literasi Maluku Utara
TERNATE, SATUHARAPAN.COM - Grup band papan atas tanah air, D’Masiv hadir sebagai guest star da...